Syariah

Hukum Naik Bukit Shafa dan Marwah ketika Sai

Senin, 3 Juni 2024 | 05:00 WIB

Hukum Naik Bukit Shafa dan Marwah ketika Sai

Ilustrasi jamaah haji sedang malaksanakan sa'i. (Foto: NU Online/Syaifullah)

Salah satu rangkaian ibadah haji dan umrah adalah sa’i, yaitu berjalan dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali bolak-balik. Hitungannya dimulai dari Shafa ke Marwah, lalu dari Marwah ke Shafa, dan seterusnya hingga mencapai tujuh kali perjalanan. Mayoritas ulama sepakat bahwa sai termasuk salah satu rukun haji dan umrah yang jika ditinggalkan bisa membatalkan ibadah haji dan umrah.

 

Adapun syarat sahnya sa'i dapat diringkas sebagai berikut:

 
  1. Sa'i harus dilakukan setelah tawaf, baik itu tawaf qudum yang disunahkan untuk dilakukan oleh jamaah haji setelah tiba di Makkah, atau tawaf ifadah yang merupakan bagian dari rukun haji. 
  2. Terdiri dari tujuh putaran, dimulai dari Shafa dan diakhiri di Marwah, dengan setiap putaran di antara keduanya dihitung sebagai satu putaran.
  3. Seluruh jarak antara Shafa dan Marwah harus ditempuh. Jika tertinggal sedikit darinya walaupun kurang dari sejengkal tangan, maka putaran tersebut dianggap tidak sah. Oleh karena itu, kaki harus menempel pada dinding Shafa saat memulai, dan kemudian bergerak menuju Marwah, lalu kepala jari-jari kaki harus menempel pada dinding Marwah, dan begitu seterusnya.
  4. Sa'i harus dilakukan secara berkesinambungan dan tidak boleh ada jeda yang panjang antara putarannya. Jika ada jeda yang panjang, maka Sa'i harus dimulai kembali dari awal. (Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bigha dan Ali As-Syharbiji, Al-Fiqh al-Manhaji [Damaskus, Darul Qalam, 1992] cet. III, juz II, halaman 142).  
 

Kemudian, apakah menaiki bukit Shafa dan Marwah merupakan syarat keabsahan sa'i? Berikut penjelasan Imam An-Nawawi dalam Majmu':

 

وَلَيْسَ هَذَا الصُّعُودُ شَرْطًا وَاجِبًا بَلْ هُوَ سُنَّةٌ مُتَأَكِّدَةٌ وَلَكِنَّ بَعْضَ الدَّرَجِ مُسْتَحْدَثٌ فَلْيَحْذَرْ مِنْ أَنْ يُخَلِّفَهَا وَرَاءَهُ فَلَا يَصِحَّ سَعْيُهُ حِينَئِذٍ وَيَنْبَغِي أَنْ يَصْعَدَ فِي الدَّرَجِ حَتَّى يَسْتَيْقِنَ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ. وَلَنَا وَجْهٌ أَنَّهُ يَجِبُ الصُّعُودُ عَلَى الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ قَدْرًا يَسِيرًا وَلَا يَصِحُّ سَعْيُهُ إلَّا بِذَلِكَ لِيَسْتَيْقِنَ قَطْعَ جَمِيعِ الْمَسَافَةِ كَمَا يَلْزَمُهُ غَسْلُ جُزْءٍ مِنْ الرَّأْسِ فِي غَسْلِ الْوَجْهِ لِيَسْتَيْقِنَ إكْمَالَ الْوَجْهِ حَكَاهُ الْمُصَنِّفُ وَالْأَصْحَابُ عَنْ أَبِي حَفْصِ بْنِ الْوَكِيلِ مِنْ أَصْحَابِنَا وَاتَّفَقُوا عَلَى تَضْعِيفِه وَالصَّوَابُ أَنَّهُ لَا يَجِبُ الصُّعُودُ وَهُوَ نَصُّ الشَّافِعِيِّ وَبِهِ قَطَعَ الْأَصْحَابُ لِلْحَدِيثِ الصَّحِيحِ السَّابِقِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (سَعَى رَاكِبًا) وَمَعْلُومٌ أَنَّ الرَّاكِبَ لَا يَصْعَدُ

 

Artinya, "Pendakian ini bukanlah syarat wajib, melainkan sunnah muakkad. Namun, beberapa tangga mungkin baru, jadi hendaknya berhati-hati agar tidak meninggalkannya di belakang, karena sa'i tidak akan sah jika itu terjadi. Seharusnya seseorang naik tangga sampai yakin. Ini adalah pendapat madzhab. Ada satu pendapat yang mengatakan wajib untuk mendaki Shafa dan Marwah dengan jarak yang cukup pendek, dan sa'i tidak akan sah tanpa itu agar seseorang yakin bahwa dia telah menyelesaikan seluruh jarak. Hal ini mirip dengan keharusan membasuh sebagian dari kepala saat membasuh wajah di dalam wudlu, agar yakin bahwa ia telah melaksanakan kewajiban mencuci wajah sepenuhnya. Pendapat ini diceritakan oleh pengarang dan ulama dari Abu Hafs bin al-Wakil dari kalangan kami, dan mereka sepakat melemahkan pendapat ini. Pendapat yang benar adalah bahwa pendakian tidak diwajibkan, dan ini adalah pendapat Imam As-Syafi'i yang dipegang teguh oleh mayoritas ulama berdasarkan hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan sa'i sambil naik kendaraan. Dan telah maklum bahwa orang yang naik kendaraan tidak melakukan pendakian." (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû' Syarh al-Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr: t.th], Juz VIII, halaman 70).

 

Dari penjelasan Imam an-Nawawi tersebut dapat disimpulkan bahwa mendaki atau menaiki bukit Shafa dan Marwah hukumnya masih diperselisihkan. Menurut pendapat yang shahih bukan termasuk kewajiban yang menentukan keabsahan sa'i, melainkan sunnah muakkad. 

 

Sedangkan menurut pendapat yang dhaif, mendaki atau menaiki sedikit bukit Shafa dan Marwah hukumnya wajib, sebab kewajiban menempuh seluruh jarak antara Shafa dan Marwah tidak akan yakin telah tertempuh kecuali dengan menaiki bukit tersebut, sebagaimana wajibnya membasuh sebagian kepala pada saat membasuh muka di dalam wudlu.

 

Syekh Bakri Syatha dalam kitab I'anatut Thalibin mengatakan, hendaknya naik bukit Shafa dan Marwah dalam melaksanakan sa'i meskipun itu tidak wajib, hal ini dilakukan sebagai bentuk ihtiyath atau sikap kehati-hatian dan keluar dari perbedaan pendapat antar ulama.

 

والصحيح المشهور أنه لا يجب، لكن الاحتياط أن يصعد، للخروج من الخلاف والتيقن. فاحفظ ما ذكرناه في تحقيق واجب المسافة، فإن كثيرا من الناس يرجع بغير حج إن كان نسكهم حجا، ولا عمرة إن كان عمرة، لإخلاله بواجبه. وبالله التوفيق. اه

 

Artinya, "Pendapat yang shahih dan masyhur mendaki (Shafa dan Marwah) tidak wajib. Akan tetapi, sebagai bentuk ikhtiyat hendaknya mendaki (Shafa dan Marwah) guna menghindari perbedaan pendapat dan menjadi yakin akan keabsahan sa'i. Jadi, jagalah apa yang telah kami sebutkan dalam kewajiban menempuh seluruh jarak (antara Shafa dan Marwah). Sungguh banyak orang yang kembali tanpa haji walaupun mereka berhaji, atau tanpa umrah walaupun mereka berumrah, karena adanya cacat dalam kewajibannya." (Abu Bakar Utsman Bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati As-Syafi'i, I'anatut Thalibin, [Beirut, Dar-Fikr: tt], juz II halaman 329).

 

Walhasil, naik bukit Shafa dan Marwah ketika sa'i dalam pelaksanaan haji atau umrah bukan merupakan syarat, melainkan sebuah kesunnahan yang ditekankan. Namun demikian, sebagai bentuk kehati-hatian dalam beribadah hendaknya seorang yang melaksanakan sa'i untuk naik atau sedikit mendaki bukit Shafa dan Marwah guna menghindari perbedaan pendapat ulama dan memastikan bahwa sa'inya sah, sebab kewajiban menempuh jarak antara Shafa dan Marwah benar-benar telah ia tempuh.Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo