Syariah

Hukum Lari-lari Kecil saat Tawaf di Masjidil Haram

Sab, 25 Mei 2024 | 19:30 WIB

Hukum Lari-lari Kecil saat Tawaf di Masjidil Haram

Tawaf di Ka'bah. (Foto: MCH)

Tawaf saat ibadah haji merupakan salah ritual penting yang harus dilakukan oleh semua umat Islam yang sedang menunaikan ibadah haji maupun umrah. Tawaf merupakan proses mengelilingi Ka’bah di Masjidil Haram sebanyak tujuh kali putaran berlawanan dengan arah jarum jam. Tawaf merupakan simbol utama untuk menunjukkan kesatuan umat Islam dalam menyembah kepada Allah swt.


Tawaf saat menunaikan ibadah haji memiliki makna yang sangat dalam. Selain sebagai kewajiban atau rukun haji dan umrah, tawaf juga merupakan bentuk penghormatan, pengabdian, dan ketundukan umat Islam terhadap perintah Allah. Melalui tawaf, semua jamaah haji akan diingatkan perihal kebesaran dan keagungan-Nya, serta diingatkan juga bahwa tujuan sejati hidup di dunia hanyalah untuk mencari ridha-Nya.


Berkaitan dengan kewajiban tawaf saat menunaikan ibadah haji dan umrah, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj, yaitu:


وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ


Artinya: “Dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).” (QS Al-Hajj, [22]: 29).


Selain menjadi rukun saat haji dan umrah, tawaf juga mengajarkan nilai-nilai kesabaran, ketabahan dan keikhlasan. Sebab, pelaksanaan tawaf membutuhkan mental dan fisik yang kuat untuk bisa menyelesaikannya hingga tujuh kali putaran mengelilingi Ka’bah. Karena itu, proses pelaksanaannya dilakukan dengan bermacam-macam, di antaranya terdapat jamaah melakukan tawaf dengan lari-lari kecil. Mereka mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali sambil lari-lari kecil. Lantas, bagaimana hukum tawaf dengan lari kecil? Mari kita bahas!


Lari Kecil ketika Tawaf

Perlu diketahui, bahwa lari kecil saat tawaf tidak hanya dilakukan oleh jamaah haji saat ini. Proses pelaksanaan tawaf seperti ini pada hakikatnya sudah terjadi sejak zaman dahulu, bahkan orang pertama yang melakukan lari kecil ketika melaksanakan tawaf adalah Rasulullah saw bersama para sahabatnya. 


Dalam kisahnya, tepat pada tahun ketujuh Hijriah, Rasulullah bersama para sahabatnya pergi menuju Makkah untuk menunaikan ibadah umrah. Sementara orang-orang kafir Quraisy mengira bahwa Rasulullah dan para sahabat dalam kondisi lemah. Karena selama tinggal di Madinah mereka terkena penyakit demam, sehingga ketika umat Islam sampai di Makkah, mereka duduk dan mengintip di sebelah kiri Ka’bah.


Oleh karena itu, Rasulullah menyuruh para sahabat untuk melaksanakan tawaf dengan lari kecil. Tujuannya adalah untuk menampakkan kekuatan dan keperkasaan umat Islam, serta menjawab bahwa anggapan orang-orang kafir Quraisy perihal umat Islam yang lemah adalah salah. Terbukti, ketika mereka melihat umat Islam sangat semangat dalam melaksanakan tawaf, akhirnya mereka sadar bahwa umat Islam tidak dalam keadaan lemah.


Kisah ini sebagaimana tertuang dalam riwayat Muslim dari Ibnu Abbas ra, yaitu:


قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ وَأَصْحَابُهُ مَكَّةَ وَقَدْ وَهَنَتْهُمْ حُمَّى يَثْرِبَ. قَالَ الْمُشْرِكُونَ إِنَّهُ يَقْدَمُ عَلَيْكُمْ غَدًا قَوْمٌ قَدْ وَهَنَتْهُمُ الْحُمَّى وَلَقُوا مِنْهَا شِدَّةً. فَجَلَسُوا مِمَّا يَلِى الْحِجْرَ وَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ أَنْ يَرْمُلُوا ثَلاَثَةَ أَشْوَاطٍ وَيَمْشُوا مَا بَيْنَ الرُّكْنَيْنِ لِيَرَى الْمُشْرِكُونَ جَلَدَهُمْ فَقَالَ الْمُشْرِكُونَ هَؤُلاَءِ الَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّ الْحُمَّى قَدْ وَهَنَتْهُمْ هَؤُلاَءِ أَجْلَدُ مِنْ كَذَا وَكَذَا


Artinya: “Rasulullah saw dan para sahabatnya datang ke Makkah dalam keadaan lemah karena penyakit demam (huma) Madinah. Kemudian orang-orang musyrik berkata: ‘Sungguh besok akan datang kepada kalian suatu kaum yang lemah, karena mereka diserang penyakit demam yang memayahkan.’ Karena itu, mereka duduk di sekat Hijr untuk (memperhatikan kaum muslimin tawaf). Kemudian Nabi Muhammad memerintahkan mereka (para sahabat) supaya berlari kecil (raml) tiga kali putaran dan berjalan biasa empat kali putaran antara dua sudut (dua sudut Ka’bah) agar kaum musyrikin melihat ketangkasan mereka. Maka berkatalah kaum musyrikin: ‘Inikah orang-orang yang kamu katakan lemah karena sakit demam, ternyata mereka lebih kuat dari golongan ini dan itu.” (HR Muslim dalam Shahih Muslim).


Berdasarkan hadits di atas, ulama mazhab Syafi’iyah menegaskan bahwa sunnah bagi orang yang mengerjakan tawaf untuk berlari kecil. Hanya saja, kesunnahan ini berlaku di tiga putaran pertama. Sementara empat putaran berikutnya disunahkan untuk jalan biasa. Pendapat ini sebagaimana disampaikan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya, ia mengatakan:


وَيُسَنُّ الرَّمْلُ فِي الطُّوْفَاتِ الثَّلاَثِ الْاَوَّلِ وَيُسَنُّ الْمَشْيُ عَلىَ الْهِيْنَةِ فِي الْآخِرَةِ


Artinya: “Disunnahkan lari kecil ketika melakukan tiga putaran tawaf yang pertama. Dan disunnahkan pula jalan biasa di (sisa tawaf) yang akhir.” (Imam Nawawi, Majmu’ Syarhil Muhadzab, [Kairo, Iadarah at-Thaba’ah al-Munirah: 1344], juz VIII, halaman 41).


Selain melakukan tawaf dengan lari kecil di tiga putaran pertama, orang yang sedang tawaf juga dianjurkan untuk mendekat kepada Baitullah. Caranya adalah, ketika seseorang sudah memulai tawafnya sambil lari kecil, ia juga berusaha sebisa mungkin untuk bisa mendekat kepada Baitullah. Dan cara ini merupakan tawaf yang paling utama. Hanya saja, jika hal ini tidak bisa, maka tetap dianjurkan lari kecil dari tempat yang jauh. Pendapat ini sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Murtadha az-Zabidi, ia mengatakan:


وَالْأَفْضَلُ الرَّمْلُ مَعَ الدُّنُوِّ مِنَ الْبَيْتِ فَاِنْ لَمْ يُمْكِنْ لِلزَّحْمَةِ فَالرَّمْلُ مَعَ الْبُعْدِ أَفْضَلُ


Artinya: “(Tawaf) yang paling utama adalah lari kecil sambil mendekat kepada Baitullah. Jika tidak mungkin karena berdesak-desakan, maka tetap lari kecil dari tempat yang jauh lebih utama.” (Sayyid Murtadha, Ithafussadah al-Muttaqin, [Beirut, Muassasah at-Tarikh al-Arabi: 1994], juz IV, halaman 386).


Dari beberapa penjelasan ini, maka dapat disimpulkan bahwa lari kecil ketika melakukan tawaf hukumnya dianjurkan (sunnah). Hanya saja, anjuran ini hanya berlaku ketika melakukan tiga putaran tawaf yang pertama, kedua, dan ketiga. Sementara empat tawaf yang terakhir, yaitu keempat, kelima, keenam, dan ketujuh tidak dianjurkan untuk lari kecil, tetapi dianjurkan untuk jalan biasa saja. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.