Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 158: Shafa dan Marwah Dua Bukit Syiar Islam

Rab, 28 Desember 2022 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 158: Shafa dan Marwah Dua Bukit Syiar Islam

Tafsir Al-Baqarah Ayat 158: Shafa dan Marwah Dua Bukit Syiar Islam

Berikut ini adalah teks, terjemahan, sabab nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 158:
 


اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَاۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ

 

Innash shafâ wal marwata min sya‘â'irillâh, fa man ḫajjal baita awi‘tamara fa lâ junâḫa ‘alaihi ay yaththawwafa bihimâ, wa man tathawwa‘a khairan fa innallâha syâkirun ‘alîm.
 


Artinya: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.” 
 


Sabab Nuzul Al-Baqarah Ayat 158

Abu Hayyan (wafat 1344 M) dalam tafsirnya menyebutkan sabab nuzul Al-Baqarah ayat 158:
 


سبب النزول: أن الأنصار كانوا يحجون لمناة وكانت مناة خزفا وحديدا وكانوا يتحرجون أن يطوفوا بين الصفا والمروة فلما جاء الإسلام سألوا فأنزلت

 

Artinya: “Kaum Anshar dulunya melakukan haji untuk berhala Manah yang terbuat dari tembikar dan besi. Mereka menjauhi untuk melakukan thawaf antara Shafa dan Marwah. Setelah Islam datang mereka bertanya, kemudian turunlah ayat ini.” (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith fit Tafsir [Beirut, Darul Fikr: 1431 H/2010 M], juz II, halaman 65).
 


Dalam riwayat lain Syekh Nawawi al-Bantani (wafat 1316 H) menyebutkan riwayat lain tentang sababun nuzul Al-Baqarah ayat 154:
 


قال ابن عباس: كان على الصفا صنم اسمه أساف وعلى المروة صنم أخر اسمه نائلة وكان أهل الجاهلية يطوفون بهما ويستمسحون بهما فلما جاء الإسلام كره المسلمون الطواف بينهما لأجل الصنمين فأذن الله تعالى فيه وأخبر أنه من شعائر الله لا من شعائر الجاهلية

 

Artinya: “Ibnu Abbas berkata: “(Dahulu) di atas Shafa dan Marwah terdapat berhala yang bernama Asaf dan Nailah. Masyarakat Jahiliyah melakukan thawaf untuk keduanya dan mengharap keberkahan dengan keduanya. Setelah Islam datang, umat Islam tidak menyukai melakukan ibadah thawaf (sa’i) di antara keduanya karena dua berhala tersebut. Kemudian Allah Ta’ala memberi izin dan mengabarkan bahwa ibadah di antara keduanya (sa’i) termasuk syiar Allah, bukan syiar Jahiliyah.”  
 


Ragam Tafsir Al-Baqarah Ayat 158

Syekh Nawawi al-Bantani menjelaskan lafal: “Innash shafâ wal marwata min sya‘â'irillâh”. Maksudnya ialah bahwa sesungguhnya Shafa dan Marwah termasuk alamat tempat ibadah kepada Allah dengan pelaksanaan haji dan umrah. Kemudian lafal: “Fa man ḫajjal baita awi‘tamara fa lâ junâḫa ‘alaihi ay yaththawwafa bihimâ”, maknanya adalah tidak ada dosa bagi yang melakukan sa’i sebanyak tujuh kali di antara keduanya. Adapun makna lafal: “Wa man tathawwa‘a khairan fa innallâha syâkirun ‘alîm” ialah barang siapa yang melakukan lebih dari yang telah difardhukan oleh Allah dari amalan haji atau umrah sehingga melaksanakan thawaf sunah antara Shafa dan Marwah, maka Allah akan membalasnya sesuai dengan kadar ketaatannya. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, juz I, halaman 37).
 


Shafa dan Marwah adalah nama dari dua bukit yang terletak di Masjidil Haram Makkah yang menjadi salah satu tempat dilaksanakannya rangkaian ibadah baik haji maupun umrah, yakni ibadah sa’i. Sebagaimana maklum diketahui, dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa thawaf di antara keduanya termasuk bagian dari syiar Allah yang dulunya merupakan bagian dari kisah Nabi Ibrahim as yang meninggalkan Sayyidah Hajar di daerah padang tandus yang sekarang menjadi pusat ibadah seluruh umat Islam dunia.
 


Sayyidah Hajar yang bolak-balik di antara kedua tempat tersebut untuk mencari air demi anaknya, Ismail, sebelum kemudian Allah memberikan air zamzam sebagai penawarnya. Peristiwa menjadi pengingat untuk orang yang melaksanakan ibadah haji pada saat sa’i untuk menghadirkan rasa kehambaan dirinya kepada Allah. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan:
 


فلم تزل تردد في هذه البقعة المشرفة بين الصفا والمروة متذللة خائفة وجلة مضطرة فقيرة إلى الله عز وجل, حتى كشف الله كربتها وأنس غربتها وفرج شدتها وأنبع لها زمزم التي ماؤها طعام طعم وشفاء سقم فالساعى بينهما ينبغى له أن يستحضر فقره وذلة وحاجته إلى الله فى هداية قلبه وصلاح حاله وغفران ذنبه وأن يلتجئ إلى الله عز وجل ليزيح ما هو به من النقائص والعيوب وأن يهديه إلى الصراط المستقيم وأن يثبته عليه إلى مماته وأن يحوله من حاله الذي هو عليه من الذنوب والمعاصى إلى حال الكمال والغفران والسداد والإستقامة, كما فعل بهاجر عليها السلام

 

Artinya: “Hajar tidak berhenti bolak-balik di tempat yang dimuliakan antara Shafa dan Marwah dengan merasa hina, khawatir dan butuh kepada Allah, sehingga Allah menghilangkan kesusahan pada dirinya dan memberinya air zamzam yang rasanya lezat dan bisa menyembuhkan. Maka seyogianya orang yang melaksanakan sa’i untuk menghadirkan rasa butuh, hina, serta hajatnya kepada Allah untuk memberi petunjuk kepada hatinya dan kelayakan keadaan dirinya serta diampuni dosanya dan kembali kepada Allah untuk menghilangkan kekurangan serta cacat yang ada pada dirinya, memberi hidayah kepada jalan yang lurus, menetapkannya hingga mati, serta mengalihkan keadaannya yang penuh dosa dan maksiat ke dalam keadaan yang sempurna, penuh ampunan, kebenaran, dan istiqamah, seperti yang dilakukan kepada Sayyidah Hajar”. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H] juz I, halaman 471).


 


Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.