Bahtsul Masail

Bolehkan Zakat Profesi Diberikan ke Orang Tua?

Kam, 25 September 2014 | 01:28 WIB

Assalammu'alaikum wr. wb. Nama saya Sauki ustad. Saya seorang karyawan di salah satu perusahaan. Setiap bulan saya selalu mengeluarkan 2,5% dari pendapatan saya. Pertanyaan saya, apakah 2,5% tadi apabila diberikan ke orang tua apa terhitung zakat atau shodaqoh saja? Terima kasih mohon penjelasannya ustadz.<>


Jawaban

Wa’alaikum salam wr. wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Bahwa zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat menjadi kewajiban bagi setiap orang muslim yang telah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan syariat. Menurut syara` zakat adalah sebuah nama untuk menyebutkan kadar harta tertentu yang disitribusikan kepada golongan tertentu dengan pelbagai syarat-syarat tertentu pula.  

اسْمٌ لِقَدْرٍ مَخْصُوصٍ مِنْ مَالٍ مَخْصُوصٍ يَجِبُ صَرْفُهُ لِأَصْنَافٍ مَخْصُوصَةٍ بِشَرَائِطَ

“Zakat adalah sebuah nama untuk menyebutkan kadar harta tertentu yang didistribusikan kepada kelompok tertentu pula dengan pelbagai syarat-syaratnya”. (Muhammad al-Khatib asy-Syarbini,Mughni al-Muhtaj ila Ma’rifati Alfazh al-Minhaj, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 1, h. 368)

Dengan mengacu kepada definisi di atas maka harta-benda yang wajib dizakati (mal zakawi) merupakan harta tertentu, seperti pertanian, emas-perak, perdangan, dan termasuk juga penghasilan. Tentunya dengan persyaratan-persyaratan tertentu sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh.

Disamping itu zakat juga harus didistribusikan kepada kalangan tertentu pula, yaitu delapan golongan (al-ashnaf ats-tsamaniyyah) yaitu orang-orang fakir, miskin, amil, mu`allafatu qulubuhum (orang yang perlu dilunakkan hatinya kepada Islam), budak-budak yang dalam proses memerdekan diri, orang-orang yang berhutang, orang yang sedang menuntut ilmu (fi sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan. Hal ini sebagaimana termaktub dalam firman Allah swt sebagai berikut:

 إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ - التوبة:60

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. At-Taubah [9]: 60)

Apa yang dikemukakan ayat di atas tidak satu pun menyebutkan kedua orang tua sebagai salah satu golongan yang berhak menerima zakat. Dari sini saja kita sudah dapat memahami bahwa seorang anak tidak boleh memberikan zakatnya kepada kedua orang tua. Sebab, anak adalah bagian dari keduanya.

Dengan kata lain, jika seorang anak memberikan zakatnya kepada kedua orang tuanya maka ia seolah-olah memberikan kepada dirinya. Sebab, ia adalah bagian dari mereka. Dan harta yang dimiliki seorang anak itu juga merupakan harta kedua orang tuanya. Dalam sebuah hadits dikatakan:

 أَنْتَ وَمَالُكَ لأَبِيكَ -رواه البزار

“Kamu beserta hartamu adalah milik orang tuamu” (H.R. al-Bazzar).

Dengan demikian, pada dasarnya memberikan zakat kepada kedua orang tua hukumnya tidak diperbolehkan. Namun apakah ketidakbolehan ini berlaku secara mutlak? Dalam hal ini menurut Ibn al-Mundzir bahwa ketidakbolehan memberikan zakat kepada kedua orang tua ketika dalam kondisi dimana si pemberi zakat harus dipaksa untuk memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya.

أَجْمَعَ أَهْلُ الْعِلْمِ عَلَى أَنَّ الزَّكَاةَ لَا يَجُوزُ دَفْعُهَا إِلَى الْوَالِدَيْنِ فِي الْحَالِ الَّتِي يُجْبَرُ الدَّافِعُ إِلَيْهِمْ عَلَى النَّفَقَةِ عَلَيْهِمْ

“Para ulama telah sepakat (ijma`) bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada kedua orang tua dalam kondisi dimana si pemberi zakat (muzakki) harus dipaksa untuk memberi nafkah kepada orang tuanya.”. (Ibn al-Mundzir, al-Ijma`, ‘Ajman-Maktabah al-Furqan, cet ke-2, 1420 H/1999 M, h. 57)

Apa yang dikemukakan Ibn al-Mundzir menunjukkan bahwa ketidakbolehan memberikan zakat kepada kedua orang tua itu dibatasi dalam kondisi dimana si muzakki (orang yang wajib membayar zakat) berkewajiban memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya. Hal ini mengandaikan si anak menjadi orang yang mampu sedang orang tuanya tidak. Maka kewajiban si anak memberikan nafkah kepada orang tuanya.

Dalam kondisi yang seperti ini jika seorang anak memberikan zakatnya kepada orang tua,  maka menjadikan mereka tidak membutuhkan nafkah darinya serta gugurnya kewajiban anak memberikan nafkah kepada orang tua. Akibatnya, manfaat dari zakat itu malah kembali kepada si anak, dan seolah-olah ia mengeluarkan zakat untuk dirinya.         

Berangkat dari penjelasan singkat ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian 2,5 % dari penghasilan—sebagaimana pertanyaan di atas—yang ada diberikan kepada orang tua bukan masuk kategori zakat, tetapi masuk kategori shodaqoh sebagai bentuk ihsan atau berbuat baik kepada kedua orang tua.

Namun jika orang tua ternyata tidak mampu, maka pemberian tersebut bisa dikategorikan sebagai nafkah kepada mereka. Sebab, kewajiban anak adalah memberi nafkah kepada orang tua apabila mereka adalah orang yang tidak mampu.

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat. Dan sebagai pengingat dari kami, berbuat baiklah kepada kedua orang tua karena merupakan sebuah kewajiban. Dan jangan pernah mengungkit-ungkit pemberian kita kepada orang tua, karena itu akan menyakitkan hati mereka. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)