Bahtsul Masail

Hukum Mempelajari Kitab Wafaq

Jum, 17 Agustus 2018 | 09:00 WIB

Hukum Mempelajari Kitab Wafaq

(Foto: via wejdan.org)

Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online. Perkenalkan nama saya Ngainul Ngizi berasal dari Lampung. Saya pernah mendengar larangan-larangan mempelajari kitab al-Aufâq seperti yang pernah saya dengar dari ustadz ahli ruqyah di salah satu stasiun televisi swasta.  Bagaimanakah pandangan dari para ulama? Terima kasih. Wassalamu 'alakum wr. wb. (Ngainul Ngizi/Lampung).

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr.wb.
Penanya yang budiman, Saudara Ngainul Ngizi, semoga diberikan pemahaman agama yang baik. Mempelajari Kitab Al-Aufâq (wafaq) dan/atau menggunakannya untuk tujuan yang dibolehkan (mubah) hukumnya boleh, tidak ada larangan syar'i.

Ilmu ini bermanfaat untuk mencapai berbagai hajat, melepaskan tawanan, mempermudah persalinan, dan maksud-maksud yang lain. Tetapi, mempelajari ilmu wafaq untuk tujuan yang dilarang, maka tidak boleh. Dalam hal tujuan yang haram, maka merupakan ilmu sihir, tidak boleh dipelajari.

Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (909-974 H), mufti Syafii berkebangsaan Mesir, menjelaskan masalah ini dalam kitab fatwa-fatwanya, Al-Fatâwî Al-Hadîtsiyyah:

وَسُئِلَ) فَسَحَ اللّٰهُ فِيْ مُدَّتِهِ، مَا حَكْمُ الْأَوْفَاقِ؟ (فَأَجَابَ) نَفَعَ اللّٰهُ بِعُلُوْمِهِ بِأَنَّ عِلْمَ الْأَوْفَاقِ يَرْجِعُ إِلَى مُنَاسَبَاتِ الْأَعْدَادِ وَجَعْلِهَا عَلَى شَكْلٍ مَخْصُوْصٍ، وَهَذَا كَأَنْ يَكُوْنَ بِشَكْلٍ مِنْ تِسْعِ بُيُوْتٍ مَبْلَغُ الْعَدَدِ مِنْ كُلِّ جِهَةٍ خَمْسَةُ عَشَرَ، وَهُوَ يَنْفَعُ لِلْحَوَائِجِ وَإِخْرَاجِ الْمَسْجُوْنِ وَوَضْعِ الْجَنِيْنَ وَكُلِّ مَا هُوَ فِيْ هَذَا الْمَعْنَى... وَكَانَ الْغَزَالِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ يُعِثُّنِيْ بِهِ كَثِيْرًا حَتَّى نُسِبَ إِلَيْهِ، وَلَا مَحْذُوْرَ فِيْهِ إِنِ اسْتُعْمِلَ لِمُبَاحٍ، بِخِلَافِ مَا إِذَا اسْتُعِيْنَ بِهِ عَلَى حَرَامٍ، وَعَلَيْهِ يُحْمَلُ جَعْلُ الْقَرَافِيُّ الْأَوْفَاقَ مِنِ السِّحْرِ (فَتَاوِي الْحَدِيْثِيَّةِ لِابْنِ حَجَرٍ اَلْهَيْتَمِيِّ، ص 4

Artinya, (Ia ditanya)–Semoga Allah melapangkan kehidupannya–. Apakah hukum wafaq? (Ia menjawab)–Semoga Allah memberikan manfaat ilmu-ilmunya–. Ilmu wafaq itu mendasarkan kepada persesuaian bilangan-bilangan dan dibuat dalam bentuk yang khusus. Ini misalnya berupa bentuk sembilan kotak, yang jumlahnya dari setiap sudutnya berjumlah lima belas. Ilmu wafaq ini bermanfaat untuk tercapainya berbagai hajat, melepaskan dari tawanan (penjara) dan mempermudah proses melahirkan anak, dan maksud-maksud yang serupa.... 

Imam Al-Ghazali (w. 505 H) sering mendorong saya menggunakan ilmu wafaq sehingga ilmu wafaq dinisbatkan (dihubungkan) kepadanya. Ilmu wafaq tidak dilarang bila digunakan untuk sesuatu yang boleh, berbeda bila dipergunakan untuk sesuatu yang haram. Dalam hal ini, Al-Qarafî memaknai wafaq yang digunakan untuk sesuatu yang haram sebagai ilmu sihir. (Lihat Ibnu Hajar Al-Haitamî, Al-Fatâwî Al-Hadîtsiyyah, [Beirut, Dârul Ma‘rifah: tanpa tahun] halaman 3).

Kitab wafaq merupakan satu di antara beberapa media untuk berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hakikat kitab wafaq ini penting dipahami sebagaimana tampak dalam penjelasan imam besar dan ahli hikmah, Abûl ‘Abbâs Ahmad ‘Ali Al-Bûnî (w. 622 H). Dalam mukaddimah kitab masyhurnya, Syamsul Ma‘ârifil Kubrâ, ia mengatakan: 

إِنَّ الْمَقْصُوْدَ مِنْ فُصُوْلِ هَذَا الْكِتَابِ اَلْعِلْمُ بِشَرْفِ أَسْمَاءِ اللهِ تَعَالَى وَمَا أَوْدَعَ اللهُ تَعَالَى فِيْ بَحْرِهَا مِنْ أَنْوَاعِ الْجَوَاهِرِ الْحِكْمِيَّاتِ وَلَطَائِفِ الْإِلَهِيَّةِ وَكَيْفِ التَّصَرُّفِ بِأَسْمَاءِ الدَّعَوَاتِ وَمَا تَابِعِهَا مِنْ حُرُوْفِ السُّوَرِ وَالْأٰيَاتِ، وَجَعَلْتُ هٰذَا الْكِتَابَ فُصُوْلًا لِيَدُلُّ كُلُّ فَصْلٍ عَلَى مَا اخْتَارَهُ وَأَحْصَاهُ مِنْ عُلُوْمٍ دَقِيْقَةٍ يُتَوَصَّلُ بِهَا لِلْحَضْرَةِ الرَّبَّانِيَّةِ مِنْ غَيْرِ تَعَبٍ وَلَا إِدْرَاكِ مَشَقَّةٍ وَمَا يُتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى رَغَائِبِ الدُّنْيَا وَمَا يَرْغَبُ فِيْهِا.... ( شَمْسُ الْمَعَارِفِ الْكُبْرَى لِلْإِمَامِ عَلِيْ اَلْبُوْنِي، ص 3 

Artinya, “Bahwa tujuan dari penulisan kitab ini adalah untuk mengetahui kemuliaan asma (nama-nama) Allah SWT dan segala yang Allah SWT simpan dalam samudera asma-Nya: beragam permata kebijaksanaan, isyarat atau rahasia ketuhanan (al-lathâ’iful Ilahiyyah), dan tata cara mengamalkan asma untuk doa-doa, serta segala yang mengikuti asma-asma tersebut berupa huruf-huruf surat dan ayat-ayat... mencakup ilmu-ilmu yang mendalam yang dipergunakan untuk bersimpuh ke hadapan Tuhan tanpa susah payah dan tanpa kesukaran, juga mencakup ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk mencapai kesenangan dan kemewahan dunia. 

Oleh karena itu, saya namakan kitab yang merupakan ilmu yang sangat berharga ini dengan nama Syamsul Ma‘ârif wa-Lathâ’iful ‘Awarif, karena mengandung lathâ’ifut tashrîfât wa‘awârifut ta’tsîrât (Berbagai kelembutan instruksional dan kemakrufan yang berdampak positif)... Ia merupakan kitabnya para wali, orang-orang saleh, orang-orang taat, para murid (para penapak jalan kebajikan), orang-orang yang mengamalkan ilmu dan cinta kebaikan (al-‘âmilîn ar-râghibîn). Maka pegang teguhlah kitab itu...” (Lihat ‘Alî Al-Bûnî, Syamsul Ma‘ârifil Kubrâ, [Beirut, Al-Maktabah Asy-Sya‘biyyah: 1985], halaman 3).

Demikian penjelasan ini semoga dapat dipahami dengan baik. Kami terbuka dalam menerima masukan dari pembaca yang budiman.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, 
Wassalamu ’alaikum wr.wb.

(Ahmad Ali MD)