Bahtsul Masail

Hukum Mengintervensi Harga Pasaran Masker oleh Pemerintah

Sel, 10 Maret 2020 | 08:15 WIB

Hukum Mengintervensi Harga Pasaran Masker oleh Pemerintah

Keyakinan masyarakat penggunaan masker untuk mencegah tertulis virus corona membuat harga masker melonjak. (Foto ilustrasi: kemlu.go.id)

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
 
Redaksi Bahtsul Masail NU Online, tahun ini ramai diperbincangkan dunia penyebaran virus corona. Sementara masker bahan pelindung udara yang masuk ke dalam hidung diyakini cukup ampuh untuk mencegah penyebaran virus tersebut. Situasi ini dimanfaatkan oleh para mafia untuk menimbun barang tersebut dan melambungkan harganya di pasaran. Pertanyaannya kemudian apakah pemerintah berhak intervensi harga pasar atas kasus ini? Mohon keterangannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Alfian/Jakarta)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Pada prinsipnya, pemerintah tidak boleh menetapkan harga barang terutama kebutuhan masyarakat atau public goods. Pasalnya, pengusaha yang lebih mengerti rincian ongkos produksi, distribusi, pemasaran, dan biaya kebutuhan lainnya hingga produk sampai ke tangan masyarakat sebagai konsumen.

Larangan itu dipahami oleh ulama dari hadits Rasulullah riwayat Abu Dawud dan Ahmad berikut ini:

عن أبي هريرة أن رجلا جاء فقال يا رسول الله سعر فقال بل أدعو ثم جاءه رجل فقال يا رسول الله سعر فقال بل الله يخفض ويرفع وإني لأرجو أن ألقى الله وليس لأحد عندي مظلمة

Artinya, "Dari Abu Hurairah, ‘Seorang sahabat datang, ‘Ya Rasulullah, tentukanlah harga.’ ‘Aku berdoa,’ jawab Rasulullah. Lalu datang lagi sahabat lainnya, ‘Ya Rasulullah, tentukanlah harga.’ ‘Allah yang merendahkan dan meninggikan (harga). Aku berharap ketemu Allah sementara tiada satu orang pun teraniaya olehku,’ jawab Rasulullah," (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pada prinsipnya, kenaikan harga barang yang disebabkan oleh kenaikan biaya produksi, distribusi, dan seterusnya dalam batas wajar dapat dimaklumi. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh menetapkan harga barang di pasar karena dapat merugikan (menzalimi) produsen dan penjual sebagaimana hadits riwayat At-Tirmidzi berikut ini: 

عن أنس قال غلا السعر على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا يا رسول الله سعر لنا فقال إن الله هو المسعر القابض الباسط الرزاق وإني لأرجو أن ألقى ربي وليس أحد منكم يطلبني بمظلمة في دم ولا مال

Artinya, "Dari Anas, suatu hari harga barang melonjak di zaman rasulullah. Para sahabat datang, ‘Ya Rasulullah, tentukanlah harga.’ ‘Allah yang menentukan harga, menggenggam, melepas, dan memberi rezeki. Aku berharap ketemu Tuhanku Allah dan tiada satu orang pun dari kalian yang menuntutku karena penganiayaan atas harta dan darahnya,’ kata Rasulullah," (HR At-Tirmidzi).

Intervensi harga pasar oleh pemerintah dimungkinkan ketika situasi darurat di mana harga kebutuhan pokok masyarakat melonjak naik secara ekstrem berkali-kali lipat, sebuah kenaikan yang tidak wajar. Tanpa intervensi harga pasar oleh pemerintah, pihak yang terzalimi akibat lonjakan harga oleh permainan mafia pasar tersebut yang memanfaatkan situasi adalah masyarakat. Keterangan ini dapat diperoleh dari Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab.

وتنازع أصحاب الشافعي في جواز تسعير الطعام إذا كان بالناس إليه حاجة، ولهم فيه وجهان. وقال أصحاب أبى حنيفة: لا ينبغى للسلطان أن يسعر على الناس إلا إذا تعلق به حق ضرر العامة، فإذا رفع إلى القاضى أمر المحتكر ببيع ما فضل من قوته وقوت أهله، على اعتبار السعر في ذلك، ونهاه عن الاحتكار، فإن أبى حبسه وعزره على مقتضى رأيه، زجرا له ودفعا للضرر عن الناس قالوا فإن تعدى أرباب الطعام وتجاوزوا القيمة تعديا فاحشا، وعجز القاضى عن صيانة حقوق المسلمين إلا بالتسعير، سعره حينئذ بمشورة أهل الرأى والبصيرة.

Artinya, "Ulama Syafiiyah berbeda pendapat perihal kebolehan penetapan harga makanan yang dibutuhkan masyarakat. Mereka memiliki dua pendapat berbeda. Pendukung Imam Abu Hanifah berpendapat, pemerintah tidak berhak menetapkan harga kecuali jika berkaitan dengan hak yang memudaratkan secara umum. Jika kasus penimbun diangkat ke muka hakim karena menjual kelebihan kebutuhan makanan dirinya dan kebutuhan makanan pokok keluarganya dengan pertimbangan harga tersebut, serta mencegahnya untuk menimbun, jika penimbun enggan, maka hakim boleh menahan dan memberinya sanksi sesuai pertimbangannya sebagai hukuman bagi pelaku dan menolak mudharat dari masyarakat. Mereka berpendapat, jika pengusaha makanan berlaku zalim dan melewati batas dengan ekstrem dalam penetapan harga, dan pemerintah tidak berdaya untuk memelihara hak-hak masyarakat kecuali dengan jalan penetapan harga, maka pemerintah harus menetapkan harga ketika itu dengan pertimbangan musyawarah para ahli." (An-Nawawi, Al-Majmu’, juz XIII, halaman 41).

Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhayli, tas’ir atau intervensi harga pasar tidak dapat diartikan bertentangan dengan hadits sebelumnya, tetapi justru penerapan atas nash hadits itu sendiri, pemahaman ijtihadi atas illat dan hikmah hukum pada kasus riil, penafsiran dengan makna yang relevan atau kemaslahatan yang dapat dipahami dengan mudah atas nash hadits itu sendiri; bukan keluar dari nash.

Keengganan Rasulullah untuk melakukan tas’ir, kata Syekh Wahbah, bukan karena dilatarbelakangi oleh tas’ir atau intervensi harga itu sendiri, tetapi karena illat atas tas’ir yaitu kezaliman terhadap pengusaha itu sendiri. Sementara mereka menjual produk dengan harga yang sebanding. Adapun kenaikan harga tidak berasal dari mereka, tetapi karena hukum pasar, yaitu ketersediaan dan permintaan. Sementara kenaikan harga produk masih dalam batas wajar. Yang jelas, intervensi harga pasar tidak diperlukan sejauh tidak ada kebutuhan mendesak, yaitu ketika terjadi kelangkaan barang dan lonjakan harga barang yang tidak terkendali.

وبيع السلع بأكثر من ضعف القيمة، فذلك يضر الجماعة، فيمنع التاجر منه، ولولي الأمر عند الحنفية والمالكية تسعير السلع بالربح المعقول. فإن أبوا من ذلك بيعت السلع جبراً عنهم

Artinya, "Penjualan produk dengan harga melambung berkali-kali lipat mendatangkan mudharat bagi masyarakat. Pengusaha yang melakukannya harus dicegah. Menurut ulama Hanafiah dan Malikiyah, pemerintah boleh menetapkan harga produk dengan keuntungan (bagi pengusaha) yang rasional (terukur). Jika pengusaha enggan menjalankan regulasi tersebut, pemerintah berhak memborong produk mereka secara paksa." (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-fiqhul islami wa adillatuh, juz IV, halaman 393).

Lonjakan harga hingga membutuhkan intervensi harga pasar oleh pemerintah pernah teradi pada zaman tabi’in. Permainan para mafia pasar sehingga terjadi kelangkaan barang dan lonjakan harga kebutuhan masyarakat yang tidak terkendali mengharuskan peran pemerintah dalam menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok untuk kemaslahatan umum agar tercipta harga yang adil buat pengusaha dan keadilan buat masyarakat.

Yang perlu dilakukan pemerintah dalam kasus lonjakan harga masker adalah intervensi harga pasar jika diperlukan dan sidak penjualan masker di pasaran.

Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
 

(Alhafiz Kurniawan)