Jawaban
Dalam situasi dan keadaan tertentu, mukallaf tetap harus melakukan shalat kecuali pada saat menstruasi atau nifas. Perempuan yang sedang menstruasi dan nifas diberi keringanan untuk tidak melakukan shalat dan tidak mengqadhanya menurut mazhab Syafi’I sekurang-kurang.
Adapun dalam situasi uzur atau bahkan darurat, seseorang hanya diberi keringanan untuk membatalkan shalat atau menunda pelaksanaan shalat dari waktu yang semestinya sebagaimana keterangan berikut ini:
فَتُقْطَعُ الصَّلاَةُ لِقَتْل حَيَّةٍ وَنَحْوِهَا لِلأَمْرِ بِقَتْلِهَا، وَخَوْفِ ضَيَاعِ مَالٍ لَهُ قِيمَةٌ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ، وَلإِغَاثَةِ مَلْهُوفٍ
Artinya, “Shalat boleh dibatalkan karena ingin membunuh ular atau sejenisnya yang diperintahkan dalam syariat untuk dibunuh, karena khawatir kehilangan harta benda berharga dan harta lainnya, karena menyelamatkan orang yang minta tolong,” (Lihat Wizaratul Awqaf was Syu`unul Islamiyyah, Al-Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, [Kuwait, Darus Safwah: 1997 M/1417 H], cetakan pertama, juz XXXIV, halaman 51).
Bagaimana dengan evakuasi harta benda korban bencana? Apakah kita tetap boleh menunda pelaksanaan shalat dari waktu yang semestinya? Langkah pembatalan atau penundaan shalat dapat diambil ketika seseorang melakukan evakuasi terdapat harta benda atau aset milik korban yang perlu diselamatkan saat terjadi bencana.
كما تقطع الصلاة خوف اندلاع النار واحتراق المتاع ومهاجمة الذئب الغنم؛ لما في ذلك من إحياء النفس أوالمال، وإمكان تدارك الصلاة بعد قطعها
Artinya, “Shalat juga dapat dibatalkan ketika khawatir pada jilatan api, terbakarnya harta benda tertentu, atau terkaman serigala kepada ternak kambing karena pembatalan shalat karena untuk menolongnya itu merupakan bagian dari penyelamatan jiwa atau harta benda dan memungkinkan mengulang shalat tersebut setelah pembatalan,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405 H], juz II, halaman 37).
Kami menyarankan para relawan bencana tetap menjaga shalat pada waktunya sekiranya upaya evakuasi atas jiwa dan harta benda korban bencana masih bersifat longgar sehingga dapat memberikan kesempatan bagi relawan untuk melakukan shalat tanpa mengabaikan tugasnya dalam mengevakuasi.
Adapun ketika situasi darurat di mana korban membutuhkan pertolongan jiwa dan harta benda, sementara jumlah relawan begitu terbatas bahkan minim, relawan bencana dapat mengambil langkah penundaan shalat dari waktu yang semestinya. Namun, selagi masih dapat melakukan shalat secara bergantian, kami menyarankan agar langkah penudaan shalat dari waktu yang semestinya merupakan langkah terakhir yang bersifat darurat.
Demikian jawaban singkat ini. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
(Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
LAZISNU dan POROZ Kirim Bantuan Rp6,45 Miliar untuk Kebutuhan Ramadhan Rakyat Palestina
2
Didampingi SBY-Jokowi, Presiden Prabowo Luncurkan Badan Pengelola Investasi Danantara
3
Pemantauan Hilal Awal Ramadhan 1446 Digelar di 125 Titik, Jawa Timur Terbanyak
4
Melihat Lebih Dalam Kriteria Hilal NU dan Muhammadiyah
5
Aksi Indonesia Gelap, Upaya Edukasi Kritis terhadap Kondisi Sosial, Politik, dan Demokrasi
6
Sambut Ramadhan, Siswa Lintas Iman di Jombang Kolaborasi Bersihkan Rumah Ibadah
Terkini
Lihat Semua