Jawaban
فبينا أنا على جرف نهر إذا رجل يصلي وإذا لجام دابته بيده فجعلت الدابة تنازعه وجعل يتبعها
Artinya, “Ketika kami di tepi sungai, ada seseorang (sahabat Abu Barzah RA) melakukan shalat. Tali kekang hewan yang dikendarainya berada dalam genggaman. Tetapi tiba-tiba hewan itu menyentaknya sehingga ia pun terpaksa mengikutinya,” (HR Bukhari).
Para ulama fikih menjadikan hadits ini sebagai dalil atas penghentian shalat ketika tiba-tiba saja sebuah musibah atau bencana terjadi baik musibah itu bersifat individu maupun kolektif. Pada prinsipnya, seseorang boleh membatalkan shalatnya ketika situasi “darurat” membuatnya khawatir atas kerusakan harta benda apalagi nyawa.
وفيه حجة للفقهاء في قولهم أن كل شيء يخشى اتلافه من متاع وغيره يجوز قطع الصلاة لأجله
Artinya, “Hadits ini menjadi dalil para fuqaha bahwa pada segala situasi dan kondisi yang dikhawatirkan dapat merusak harta benda dan lain-lain, seseorang boleh menghentikan shalat karenanya,” (Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, Syarah Shahih Bukhari, juz III, halaman 82).
Imam An-Nawawi dari Mazhab Syafi’i juga menyampaikan hal serupa. Ia mengatakan bahwa dalam situasi uzur seseorang boleh menghentikan atau membatalkan shalat yang sedang dikerjakannya. Menurutnya, ini pandangan Imam As-Syafi’i.
إذا دخل في الصلاة المكتوبة في أول وقتها أو غيره حرم قطعها بغير عذر وهذا هو نص الشافعي في الام وقطع به جماهير الاصحاب
Artinya, “Jika sudah masuk ke dalam shalat wajib baik di awal waktu maupun tidak di awal waktu, maka seseorang diharamkan untuk menghentikan shalatnya tanpa udzur. Ini teks dari Imam As-Syafi’i. Pendapat ini juga dipegang oleh kebanyakan ulama,” (An-Nawawi, Al-Majmuk, Syahrul Muhazzab).
Adapun orang yang terlanjur membatalkan shalatnya karena bencana tiba-tiba saja terjadi wajib dengan segenap upaya untuk mengulang shalat yang dibatalkannya tersebut sebagaimana keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini:
وإمكان تدارك الصلاة بعد قطعها، لأن أداء حق الله تعالى مبني على المسامحة
Artinya, “(Shalat juga wajib dibatalkan bila…) dan memungkinkan mengulang shalat tersebut setelah pembatalan karena pemenuhan kewajiban terhadap Allah didasarkan pada kelonggaran,” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 37).
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq,
(Alhafiz Kurniawan)
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
4
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua