Bahtsul Masail

Lelaki Beristri Mengaku Belum Beristri

Jum, 26 Desember 2014 | 06:34 WIB

Assalamu’alaikum wr. wb. Saya punya kakak perempuan, suaminya diam-diam ternyata telah menikah dengan perempuan lain hingga punya anak. Ternyata suami kakak perempuan saya berbohong dengan mengaku belum punya istri. Kakak perempuan saya benar-benar terpukul. Yang ingin saya tanyakan,<> apa akibat hukum pengakuan suami kakak perempuan saya yang mengaku belum punya istri dalam pandangan agama? Apakah bisa berarti menceraikannya? Terimakasih atas penjelasan pak ustad. Wassalamu’alaikum wr. wb (Agus/Kendal)

Jawaban

Assalamu’alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Kasus-kasus serupa, dimana seorang lelaki mengaku belum punya istri agar bisa menikahi perempuan yang disukainya memang kerap terjadi. Ketika ditanya ngakunya masih single, padahal sebenarnya sudah memiliki istri dan anak, bahkan kadang istrinya lebih dari satu.
      
Kami bisa memahami perasaan seorang istri yang mengetahui suaminya menikah lagi dengan perempuan lain. Apalagi keberadaannya sebagai istri seolah-olah dinafikan. Hatinya pasti tersayat-sayat, suami yang diyakini hanya mencintai dan menyayangi dirinya ternyata diam-diam menikah lagi.   
Sedang perempuan yang dinikahi suaminya tentu juga mengalami kekecewaan yang luar biasa karena ternyata suaminya itu sebenarnya sudah mempunyai istri. Padahal menurut pengakuannya masih single.  

Klimkasnya, dua-duanya merasa dibohongi, ditipu, dan dikhianati sehingga acapkali mereka menuntut cerai. Bahkan bukan hanya mereka berdua yang mengalami kekecewaan, tetapi keluarga mereka juga sudah pasti kecewa.

Dan kebohogan tersebut jelas tidak diperbolehkan. Namun apakah dengan pengakuan palsunya, yaitu mengatakan belum beristri padahal sebenarnya sudah beristri mengakibatkan jatuhnya perceraian dengan istri pertamanya?

Untuk menjawab hal ini maka pertama-tama yang harus dipahami adalah bahwa salah satu rukun perceraian adalah lafad atau kata yang digunakan. Menurut madzhab syafi’i, dalam konteks ini terbagi menjadi dua, yaitu menggunakan kata sharih dan kinayah. Yang dimaksud dengan kata sharih adalah bahwa kata tersebut tidak mengandung makna lain kecuali cerai. Maka dalam konteks ini tidak diperlukan niat. Seperti kata ath-thalaq (cerai), al-firaq (pisah), as-sarah (lepas). Contohnya adalah thallaqtuki (saya menceraikanmu), anti thaliq (kamu adalah orang yang tertalak), dan sarrahtuki (saya melepaskanmu).   

Sedang yang kedua adalah kata kinayah. Yang dimaksudkan adalah bahwa kata tersebut mengandung kemungkinan makna cerai atau selainnya. Karena itu ketika diungkapkan membutuhkan niat dari pihak yang mengucapkan.

وَهُوَ صَرِيحٌ وَهُوَ مَا لَا يَحْتَمِلُ ظَاهِرُهُ غَيْرَ الطَّلَاقِ فَلَا يَحْتَاجُ إلَى نِيَّةٍ وَكِنَايَةٌ وَهِيَ مَا يَحْتَمِلُ الطَّلَاقَ وَغَيْرَهُ فَهِيَ تَحْتَاجُ إلَى نِيَّةٍ فَالصَّرِيحُ الطَّلَاقُ وَالسَّرَاحُ... وَالْفِرَاقُ...."

“Yaitu yang sharih adalah kata yang zhahirnya tidak mengandung makna selain talak atau cerai, dan dalam hal ini tidak diperlukan niat. Dan kinayah yaitu yang mengandung kemungkinan makna talak dan selainnya, dan  dalam konteks ini membutuhkan niat. Maka kata yang sharih adalah talak, lepas… dengan difatha, dan pisah…” (lLihat, Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, tahqiq: Muhammad Muhammad Tamir, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, 3, h. 269)

Jika penjelasan ini ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, dimana seorang seorang laki-laki yang sebenarnya sudah beristri mengaku kepada perempuan lain atau pihak keluarganya bahwa dirinya tidak punya istri alias masih single, maka pengakuan tersebut sebenarnya bersifat kinayah.
Sebab pernyataan tersebut bisa mengandung makna menceraikan istrinya dan pengertian lain. Dalam hal ini yang terpenting adalah niat si lelaki tersebut. Jika dengan pengakuannya ia berniat menceraikan istrinya, maka jatuhlah talak kepada istrinya, namun jika tidak maka talak tidak jatuh.

وَإِنْ قَالَ لَهُ رَجُلٌ أَلَكَ زَوْجَةٌ؟ فَقَالَ “لاَ” فَإِنْ لَمْ يَنْوِ بِهِ الطَّلاَقَ لَمْ تُطَلَّقْ لِأَنَّهُ لَيْسَ بِصَرِيْحٍ وَإِنْ نَوَى بِهِ الطَّلاَقَ وَقَعَ  لِأَنَّهُ يَحْتَمِلُ الطَّلاَقَ

“Seandainya seseorang bertanya kepada orang yang sudah beristri, apakah kamu sudah punya istri? Lantas ia menjawab “tidak”. Jika ia tidak berniat menceraikan istrinya maka istrinya tidak menjadi orang yang diceraikan atau (tertalak), karena ucapannya tidak jelas mengacu pada perceraian. Namun jika ia berniat menceraikan, maka jatuhlah perceraian karena ucapannya mengadung kemungkinan perceraian” (Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafi’i, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 2, h. 82)

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga kehidupan rumah tangga kakak perempuan Anda selalu baik, diberi kesabaran lebih dan bisa menyelasaikan semua problem rumah tangganya dengan kedamaian.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)