Bahtsul Masail

Pandangan Syariat atas Fenomena Citayam Fashion Week dalam Kajian Bahtsul Masail FMPP

Sen, 19 September 2022 | 19:00 WIB

Pandangan Syariat atas Fenomena Citayam Fashion Week dalam Kajian Bahtsul Masail FMPP

Komisi B Bahtsul Masail FMPP se Jaw dan Madura ke-37 di Pondok Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur, pada 10-11 September 2022 membahas pandangan syariat atas fenomena Citayam Fashion Week. 

Citayam Fashion Week sebagai fenomena catwalk jalanan ramai diberitakan berbagai media beberapa waktu lalu. Umumnya warganet merespon secara positif fenomena yang menampilkan busana-busana yang eksentrik ala street fashion luar negeri oleh para remaja asal daerah penyangga Jakarta seperti Citayam, Bojong Gede, dan Depok.
 

Namun demikian, setelah pengunjung semakin ramai kreativitas anak muda itu dianggap mengganggu orang yang melintasi area tersebut dan memag menimbulkan kemacetan kurang lebih sampai empat kilometer.  
 

Merespon hal itu, berangkat dari usulan soal Pondok Pesantren Al-Hamid Cilangkap, Jakarta Timur, FMPP Se Jawa dan Madura membahasnya dalam bahtsul masail pada gelaran ke-37.


Bagaimana pandangan syariat tentang budaya catwalk jalanan? Tindakan apa yang seharusnya dilakukan pemerintah melihat fenomena tersebut?


Berikut Keputusan Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa dan Madura (FMPP) ke-37 di Pondok Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur, pada 13-14 Safar 1444 H/10-11 September 2022 M tentang Pandangan Syariat atas Fenomena Citayam Fashion Week.


Deskripsi Masalah

Belakangan ini istilah Citayam Fashion Week menjadi bahan pembicaraan paling ramai di kalangan masyarakat, terutama warganet di media sosial. Sebuah budaya baru yang terinspirasi dari Paris Fashion Week atau New York Fashion Week yang merupakan ajang dimana para perancang busana memamerkan koleksi-koleksinya yang diperagakan oleh model profesional. Biasanya dipamerkan di jalanan-jalanan kota. Citayam Fashion Week sendiri merupakan fenomena catwalk jalanan yang timbul akibat para remaja asal daerah penyangga Jakarta seperti Citayam, Bojong Gede, dan Depok yang mengubah kawasan ruang terbuka Dukuh Atas-Sudirman Jakarta Pusat menjadi tempat tongkrongan sehari-hari. Sampai pada akhirnya, kawasan SCBD dengan kepanjangan “Sudirman Centrai Busines District” lebih dikenal dengan Sudirman Citayam Bojonggede Depok.


Viralnya kawasan Dukuh Atas Sudirman sebagai lokasi Citayam Fashion Week bermula dari beredarnya video-video wawancara para remaja pengunjung dengan jawaban mereka yang cenderung blak-blakan dan unik, ditambah busana yang kerap digunakan merupakan busana-busana yang eksentrik ala street fashion luar negeri yang selalu mengundang perhatian bagi siapapun yang melihatnya. Mulai dari jaket kulit, celana model 90-an, kemeja oversize sampai sepatu sneakers warna-warni. Mereka pandai mengeksploitasi media sosial sehingga menjadikan Citayam Fashion Show semakin populer dan menarik perhatian khalayak luas. Zebra cross yang mereka pakai sebagai panggung catwalk pun kini menjadi ikonik, sebab para artis, model profesional, hingga pejabat juga diketahui ikut mencoba beraksi bak model di lokasi tersebut.


Namun, fenomena Citayam Fashion Week tidak selalu mendapat respons positif dari masyarakat. Sebab, fenomena ini semakin ramai dikunjungi dan membuat sebagian pekerja yang melintasi area itu merasa terganggu dan menimbulkan kemacetan. Anak-anak muda tersebut juga terlihat bergerombol di trotoar hingga memenuhi setengah kawasan Jalan Sudirman. Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Komarudin menjelaskan, lalu lintas Jalan Jenderal Sudirman tersendat dari kawasan Dukuh Atas sampai Semanggi dan Senayan. Kemacetan diperkirakan mencapai lebih dari empat kilometer. Hal ini yang kemudian menjadi alasan mendasar diadakannya penertiban di kawasan tersebut.


Pemerintah Provinsi mempertimbangkan untuk memindahkan lokasi kegiatan Citayam Fashion Week untuk tetap bisa dilaksanakan. Riza menjelaskan bahwa pihaknya akan mencarikan lokasi yang lebih layak dan tidak mengganggu ketertiban umum untuk kegiatan peragaan busana jalanan tersebut. Lokasi tersebut misalnya seperti Monas dan Senayan. Selain itu, ia juga mempertimbangkan usulan dari pihak DPRD DKI Jakarta untuk memindahkan lokasi Citayam Fashion Week ke pelataran Sarinah.


Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun ikut buka suara terkait adanya gagasan Citayam Fashion Week dipindah ke Sarinah. Selama ini, dia mengaku tidak pernah membuat pernyataan apa pun mengenai kegiatan tersebut. Sebab, fenomena tersebut merupakan murni gerakan dan aksi kreatif anak-anak muda, sehingga mereka lah yang mempunyai hak dalam menentukan arah kreativitas tersebut ke depan. "Saya masih pelajari dulu, saya tidak pernah bikin pernyataan mengenai Citayam Fashion Week, ketika Wagub atau siapa pun menyebut Sarinah menjadi alternatif CFW saya sih terbuka saja," ujar Erick Thohir dalam siaran resminya, Minggu (31/7/2022).


Erick Thohir menyebut ajang Citayam Fashion Week merupakan langkah inovasi anak muda untuk tampil dalam kegiatan yang positif. Hal ini jauh lebih baik mengingat banyak anak muda yang tengah mengalami persoalan terhadap aktivitas negatif hingga terjebak narkoba dan kejahatan jalanan. "Selama mereka bisa berkreativitas yang positif, kenapa tidak kita jaga." kata Erick Thohir menambahkan. Perencanaan ini rupanya juga mendapat dukungan dari Presiden Joko Widodo yang juga ikut memberikan respon baik terhadap aktivitas remaja dalam mengekspresikan penampilan mereka dengan beragam gaya busana. Menurut Presiden, seharusnya kreativitas mereka mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Jokowi juga meminta agar aktivitas yang berjalan ini tak perlu terlalu dipermasalahkan. "Karya-karya seperti itu, kreativitas seperti itu kenapa mesti dilarang? Asalkan tidak menabrak aturan, prinsipnya di situ," ungkap Jokowi.


Namun, ternyata masih banyak kekhawatiran yang timbul dari sebagian masyarakat bila fenomena ini dilegalkan bahkan sampai difasilitasi tempat. Karena dengan semakin viralnya fenomena ini akan membuat banyak orang semakin penasaran untuk datang langsung ke tempat tersebut. Disamping berpotensi membuat lingkungan sekitar menjadi kumuh dan kotor, tentunya kegiatan semacam itu juga akan membuka peluang kriminalitas yang lebih besar sebab pihak keamanan mengaku tidak bisa membendung dan mengatur keramaian yang ditimbulkan antusias warga mendatangi CFW. Seperti kawasan Stasiun MRT Dukuh Atas yang rawan kriminalitas setelah menjadi tren dan pusat keramaian kalangan muda yang tergabung dalam SCBD. Tercatat sudah ada satu unit sepeda motor dan puluhan ponsel yang hilang di Dukuh Atas sejak viralnya fenomena tersebut.


Belum lagi melihat cara berpakaian para remaja pengunjung yang dianggap terlalu terbuka, sehingga dikhawatirkan dapat mengundang pelecehan seksual dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dan yang juga banyak menjadi sorotan masyarakat adalah banyaknya kemunculan remaja laki aki yang berdandan seperti wanita pada Citayam Fashion Week sebelumnya di Dukuh Atas Jakarta Pusat yang disinyalir menjadi bibit dari berkembangnya gerakan LGBT.


Wakil ketua umum MUI, Anwar Abbas sangat menyayangkan Citayam Fashion Week yang ternyata dimanfaatkan juga oleh gerakan LGBT. "Sangat patut disesalkan adalah ajang Citayam Fashion Week ini juga telah dimanfaatkan oleh gerakan LGBT untuk mempromosikan ide dan gerakannya," ujar Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Selasa (26/7/2022).


Wakil ketua umum MUI ini mengimbau pemerintah dan pihak berwajib untuk menertibkan dan melarang tindakan tersebut. Menurutnya, hal ini sangat bertentangan dengan falsafah bangsa dan ajaran Islam. Masyarakat juga menilai para remaja tersebut banyak yang masih di bawah umur yang seharusnya berada di bawah pengawasan orang tua. Seperti yang terjadi di kawasan Dukuh Atas Sudirman pasca berlangsungnya even catwalk jalanan tersebut, banyak ditemukan remaja yang masih tertidur di trotoar dan taman-taman di kawasan Dukuh Atas Sudirman keesokan harinya. Padahal, tindakan ini bisa sangat berbahaya dan rawan tindak kriminalitas.


Pertanyaan

Bagaimana pandangan syariat tentang budaya catwalk jalanan sebagaimana dalam deskripsi?
Tindakan apa yang seharusnya dilakukan pemerintah melihat sisi negatif yang timbul dari fenomena tersebut?


Jawaban a

Pada dasarnya catwalk tidak diharamkan, selama tidak mengandung unsur-unsur yang menyalahi syariat seperti:

  1. membuka aurat;
  2. ada tujuan sombong (khuyala’) dengan cara berjalan atau pakaian nyentrik;
  3. mengganggu pengguna jalan;
  4. ikhtilath (membaurnya lelaki dan perempuan hingga berdesakan) yang diharamkan;
  5. busana atau tingkah laku yang menyerupai dengan lawan jenis atau orang fasiq.


Melihat pertimbangan di atas, maka catwalk jalanan sebagaimana dalam deskripsi hukumnya haram.


Jawaban b

Menindak tegas sesuai peraturan yang berlaku guna mengatasi kemungkaran dan dampak negatif. Untuk yang belum ada payung hukumnya, maka dibuatkan peraturan yang memayungi, kemudian dilaksanakan.
 

Demikian Keputusan Bahtsul Masail Forum Musyawarah Pondok Pesantren se-Jawa Madura (FMPP) ke-37 yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Al-Hamid Cilangkap Jakarta Timur, pada 13-14 Safar 1444 H/10-11 September 2022 M tentang Pandangan Syariat atas Fenomena Citayam Fashion Week


Referensi yang menjadi rujukan pembahasan adalah Ihya ‘Ulumiddin, juz II halaman 342; Hasyiyatus Syirwani, juz IV halaman 83; Mirqatus Shu’udit Tashdiq, halaman 92; Asnal Mathalib fi Syarhi Raudhit Thalib, juz I, halaman 45; Is’adur Rafiq, juz II halaman 36; dan Al-Mausu’atul Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, juz VI halaman 136.     


Hadir sebagai Musahih dalam pembahasan Komisi B: KH M Ma’mun Jazuli, KH A Muzakky, KH M Haris, KH Ali Maki Zaini, dan KH Sunandi.


Bertindak sebagai Perumus dalam pembahasan Komisi A: KH Abdurrohman Kafabihi, K Ali Romzi, K Dinul Qoyim, K Agus Sugianto, K M Kholil, K Alwi Hasan, KH Anas Rifai, K M Masruhan, K M Kholid Afandi, K Harsandi, K Mahrus, dan K Khotibul Umam. (AM).