Doa

Doa-Doa saat Gunung Meletus

Jum, 11 Mei 2018 | 04:24 WIB

Doa-Doa saat Gunung Meletus

Ilustrasi (Reuters)

Tak ada orang yang menginginkan bencana alam tiba. Tapi nyaris tidak akan pernah kita jumpai, dunia ini tanpa musibah itu. Entah karena faktor ulah manusia atau sebab fenomena alamiah. Baik mengenai diri kita sendiri maupun orang lain. Yang terpenting dalam situasi ini adalah kearifan apa yang bisa diambil dari sebuah bencana.
 
Islam mengajarkan, tatkala berada dalam situasi bahaya, seseorang tidak hanya diminta ikhtiar menyelamatkan diri tapi juga kembali ke jalan Tuhan. Nah, doa sesungguhnya merupakan satu kegiatan yang mencakup dua hal sekaligus: ikhtiar spiritual untuk berlindung kepada Allah dari bahaya yang dimaksud, juga sekaligus wujud kepasrahan seseorang kepada Sang Pengendali Seluruh Bahaya.
 
Seseorang yang sedang ditimpa bencana letusan gunung merapi dapat membaca doa berlindung dari bahaya sebagai berikut. Doa-doa ini dirangkum dari kitab Al-Adzkâr karya Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Kita membaginya menjadi dua bagian: (1) doa pencegahan atau memohon perlindungan dari bahaya dan (2) doa bagi mereka yang sudah atau sedang tertimpa musibah.
 
Doa Mohon Perlindungan dari Bahaya
اللَّهُمَّ إِنِّيْ أعُوذُ بِكَ مِنَ الهَدْمِ وأعُوذُ بِكَ مِنَ التَّرَدِّي وأعُوذُ بِكَ مِنَ الغَرَقِ وَالحَرَقِ وَالهَرَمِ وَأعُوذُ بِكَ أن يَتَخَبَّطَنِي الشَّيْطانُ عِنْدَ المَوْتِ وأعُوذُ بِكَ أنْ أمُوتَ فِي سَبِيلِكَ مُدْبِرًا وأعُوذُ بِكَ أن أمُوتَ لَديغاً
Allâhumma innî a‘ûdzubika minal hadmi wa a‘ûdzubika minat taraddî wa a‘ûdzubika minal gharaqi wal haraqi wal harami wa a‘ûdzubika an yatakhabbathanîsy syaithânu ‘indal maut wa ‘aûdzubika an amûta fî sabîlika mudbiran wa a‘ûdzubika an amûta ladîghan
 
“Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari reruntuhan (longsor), dan aku berlindung pada-Mu dari tergelincir, dan aku berlindung pada-Mu dari tenggelam (banjir), terbakar, dan tak berdaya. Dan aku berlindung pada-Mu apabila syetan menjerumuskan padaku ketika akan mati, dan aku berlindung pada-Mu apabila mati dalam keadaan berbalik arah dari jalan-Mu (murtad), dan aku berlindung pada-Mu apabila mati karena disengat. (HR Abu Daud)
 
Dalam al-Adzkâr, Imam Nawawi memasukkan doa ini dalam bab "Doa-doa Penting yang Sunnah Dibaca Kapan Saja”. Dalam konteks bencana gunung meletus, doa tersebut bisa dipahami sebagai permohonan agar dicegah dari bahaya longsoran muntahan vulkanik, jatuh akibat getaran yang ditimbulkan, terbakar oleh panas material letusan, lemah fisik menghadapi kesulitan, dan semacamnya. Yang paling pokok tentu saja adalah permintaan kepada Allah agar tetap membawa iman ketika memang harus ditakdirkan meninggal dalam musibah tersebut.
 
Doa lain yang juga bisa dibaca rutin setiap hari adalah:
بِسْمِ اللَّهِ الَّذي لاَ يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ شَيْءٌ فِي الأرْضِ وَلا في السَّماءِ وَهُوَ السَّمِيعُ العَلِيم
Bismillâhil ladzî lâ yadlurru ma‘asmihi syaiun fil ardli wa lâ fis samâ-I wa huwas samî‘ul alîm
 
Artinya: "Dengan menyebut nama Allah yang bersama nama-Nya sesuatu di bumi dan di langit tak dapat memberikan mudarat (bahaya). Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Pengetahui."
 
Dalam Sunan Abu Dawud dan Tirmidzi disebutkan, hadits ini bersanad pada Sayyidina Utsman bin 'Affan yang bercerita bahwa Rasulullah pernah mengatakan, barangsiapa yang membaca doa tersebut tiap pagi dan tiap petang sebanyak tiga kali maka ia akan terbebas dari bahaya apa pun. Doa ini memuat keyakian kuat bahwa Allahlah pencegah bahaya sejati. 
 
Doa bagi Mereka yang Tertimpa Musibah
Doa di atas bisa dikatakan sebagai bentuk antisipasi atau doa perlindungan. Lantas bagaimana dengan yang sudah tertimpa musibah akibat aktivitas erupsi tersebut (telah mengalami kerugian dan penderitaan)? Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah mengajarkan, saat kita tertimpa musibah agar membaca doa berikut ini:
إنَّا للهِ وإنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أجِرْنِي فِي مُصِيبَتي وأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْها
Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘un. Allâhumma ajirnî fî mushîbatî wa akhlif lî khairan minhâ.
 
Artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah, karuniakanlah padaku pahala dalam musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya.”
 
Dalam hadits Shahih Muslim disebutkan bahwa barangsiapa membaca doa tersebut, niscaya Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan memberinya ganti yang lebih baik daripadanya. (Lihat Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkâr, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Mesir)
Musibah, meski berwujud dalam satu bentuk, bisa dimaknai dalam berbagai sudut pandang. Musibah dapat diartikan sebagai adzab atau peringatan atau sebagai ujian atau cobaan. Cara memahami musibah dari perspektif pertama ini lebih utama karena dapat menimbulkan introspeksi (muhasabah), yang mendorong manusia mengoreksi kekurangan-kekurangannya lalu berusaha memperbaiki diri.
 
Redaksi doa terakhir ini memberi pesan tentang hakikat kepemilikan yang seluruhnya dikembalikan kepada Allah sebagai Pemilik Sejati. Juga tentang ajaran bahwa segenap musibah tak ada yang sia-sia, bahkan bisa berpahala, bila si penerima musibah mampu menyikapinya secara tepat. Doa tersebut juga mengandung optimisme, ditandai dengan harapan kepada Tuhan akan karunia pengganti yang lebih baik. Wallahu a'lam(Mahbib)