Hikmah

5 Keberhasilan Puasa Ramadhan bagi Pelajar

Ahad, 28 April 2024 | 16:00 WIB

5 Keberhasilan Puasa Ramadhan bagi Pelajar

Keberhasilan Puasa Ramadhan bagi Pelajar. (freepik)

Ramadhan adalah bulan pendidikan Allah untuk para hamba yang beriman. Nilai pendidikan tampak pada larangan melakukan hal yang sebenarnya boleh dilakukan pada selain Ramadhan. Seperti makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
 

Setidaknya, inilah pelajaran sesungguhnya untuk bersabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Al-Ghazali memuji kesabaran sebagai separuh dari keimanan, sebagaimana ia sampaikan dalam kitab Ihya':
 

فإنَّ الصَّوْمَ رُبُعُ الإِيْمَانِ بِمُقْتَضَى قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عليهِ وَسَلَّمَ الصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ، وَبِمُقْتَضَى قَوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّبْرَ نِصْفُ الْإِيْمَانِ
 

Artinya, "Karena sungguh puasa adalah seperempat iman sesuai sabda Nabi Muhammad saw: "Puasa adalah separuh kesabaran". Ini juga sesuai dengan sabdanya: "Kesabaran adalah separuh keimanan." (Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin, [Jeddah, Daul Minhaj lin Nasyr wat Tauzi': 2011], juz II, halaman 97).
 

Bukan sebatas mendidik secara lahir, pada momen Ramadhan Allah juga mendidik umat Islam secara batin. Pendidikan batin terlihat jelas dengan meninggalkan akhlak tercela. Seperti membicarakan keburukan orang lain, berbohong, dan bahkan hanya dengan melihat orang lain dengan syahwat.
 

Al-Ghazali mengutip hadis riwayat Jabir dari Anas bahwa Nabi Muhammad saw bersabda:
 

خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْكَذِبُ وَاْلغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ وَالنَّظَرُ بِشَهْوَةٍ 
 

Artinya, "Lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa; berbohong, ghibah, adu domba, sumpah palsu, dan memandang dengan syahwat." (Al-Ghazali, II/111).
 

Keberhasilan pendidikan Allah baik secara lahir maupun batin, akan tampak terlihat ketika Ramadhan berlalu. Apakah umat Islam sudah mampu berubah menjadi sosok penyabar dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan. Atau sebaliknya, menjadi sosok "pendendam" dengan melaksanakan apa yang dilarang sejadi-jadinya.
 

Sejatinya, keberhasilan pendidikan manusia kepada manusia lainnya yang dalam hal ini adalah anak-anak mereka, baik anak secara biologis maupun anak secara pedagogis, adalah sama dengan pendidikan Allah swt kepada umat Islam melalui puasa Ramadhan.
 

Seorang anak dikatakan berhasil pendidikannya ketika ada perubahan baik secara lahir maupun batin pasca menempuh pendidikan dalam kurun waktu tertentu. 
 

Keberhasilan pendidikan tampak pada pelajar ketika:
Pertama, ketika pelajar menerima dan bersabar atas makanan, minuman, dan pakaian yang dia terima dari orang. Tidak lagi rewel dalam mengonsumsi makan yang disediakan. Karena hal ini akan berdampak positif pada perkembangan belajarnya di masa yang akan datang. Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari menyatakan:
 

اَنْ يَقْنَعَ مِنَ الْقُوْتِ وَاللِّبَاسِ بِمَا تَيَسَّرَ، فَبِالصَّبْرِ عَلَى أَدْنَى الْعَيْشِ يُنَالُ سَعَةُ الْعِلْمِ وَجَمْعُ شَمْلِ الْقَلْبِ مِنْ مُتَفَرِّقَاتِ الآمَالِ وَيَتَفَجَّرُ فِيْهِ يَنَابِيْعُ الْحِكَمِ
 

Artinya, "Seorang pelajar bersedia menerima makanan dan pakaian dengan sederhana. Maka dengan bersabar atas standar minimal kehidupan, kemudian akan diraih keluasan ilmu, terkumpulnya angan-angan hati yang tercerai-berai dan sumber-sumber hikmah akan muncul padanya." (Muhammad Hasyim Asya'ari, Adabul Alim Wal Muta'allim, [Jakarta, Maktabah At-Turmusy lit Turats: 2021], halaman 39).
 

Kedua, ketika pelajar mampu bersabar dengan cara berhati-hati dalam memilih makanan, menjaga diri dari kekenyangan, tidur berlebih, berbicara tentang hal yang tidak bermanfaat. Bahkan sedapat mungkin menghindari makanan pasar. Karena banyak mata tertuju pada makanan tersebut tanpa mampu membelinya.
 

Az-Zarnuji dalam kitab Ta'limul Muta'allim mengingatkan para pelajar agar menghindarinya, sebagaimana dia sampaikan: 
 

وَمِنَ الْوَرَعِ الْكَامِلِ أَنْ يَتَحَرَّزَ عَنِ الشَّبْعِ وَكَثْرَةِ النَّوْمِ وَكَثْرَةِ الْكَلَامِ فِيْمَا لَا يَنْفَعُ، وَأَنْ يَتَحَرَّزَ عَنْ أَكْلِ طَعَامِ السُّوْقِ إِنْ أَمْكَنَ، ... لِأَنَّ أَبْصَارَ الْفُقَرَاءِ تَقَعُ عَلَيْهِ وَلَا يَقْدِرُوْنَ عَلَى الشِّرَاءِ مِنْهُ
 

Artinya: "Dan merupakan warak yang sempurna, seorang pelajar menjaga diri dari kekenyangan, banyak tidur, banyak berbicara tentang hal yang tidak bermanfaat. Juga menjaga diri dari makanan pasar sedapat mungkin. Karena banyak mata orang-orang fakir yang tertuju padanya, sementara mereka tidak mampu membelinya." (Burhanul Islam Az-Zarnuji, Ta'lim al-Muta'allim, [Beirut, Al-Maktabah Al-Islamiyah: 1981], halaman 126).
 

Inilah kepedulian sosial yang sebenarnya juga diajarkan selama Ramadhan. Ramadhan yang begitu diagungkan, tidaklah mungkin hanya mengajarkan pembiasan yang bersifat ritual murni. Kemudian mengabaikan hal-hal yang bersifat sosial. K
 

Ketiga, ketika pelajar mampu menjaga hati dan pandangannya kepada para ahli ilmu dengan pandangan takzim. Dalam hal takzim, ahli ilmu bukan hanya guru, namun juga keluarga dan kerabatnya. Bahkan seorang pelajar juga termasuk ahli ilmu. Hanya dengan takzim inilah seorang pelajar mampu meraih ilmu dan manfaatnya. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Az-Zarnuji dalam kitab Ta'lim:
 

اِعْلَمْ أَنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ لَا يَنَالُ الْعِلْمَ وَلَا يَنْتَفِعُ بِهِ إِلَّا بِتَعْظِيْمِ الْعِلْمِ وَأَهْلِهِ، وَتَعْظِيْمِ الْأُسْتَاذِ وَتَوْقِيْرِهِ. قِيْلَ مَا وَصَل مَنْ وَصَلَ إِلَّا بِالْحُرْمَةِ، وَمَا سَقَطَ مَنْ سَقَطَ إِلَّا بِتَرْكِ الْحُرْمَةِ
 

Artinya, "Ketahuilah, bahwa pencari ilmu tidak akan meraih ilmu dan mampu memanfaatkannya kecuali dengan takzim terhadap ilmu dan ahlinya, takzim terhadap guru dan memuliakannya. Dikatakan, "Tidaklah sampai orang yang sampai itu kecuali dengan menghormati dan tidaklah gagal orang yang gagal itu kecuali dengan meninggalkan rasa hormat"." (Az-Zarnuji, 78).
 

Keempat, ketika pelajar mampu bersabar atas perangai buruk gurunya. Selayaknya seorang pasien yang harus taat kepada dokter, demikian juga seorang pelajar kepada gurunya. Namun dalam kesehariannya, bisa jadi seorang guru melakukan kekeliruan dan bahkan berperilaku buruk untuk ukuran seorang guru. Misalnya marah-marah yang tidak seharusnya marah. Saran Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari adalah sebagai berikut: 
 

اَنْ يَتَصَبَّرَ عَلَى جَفْوَةٍ تَصْدُرُ مِنَ الشَّيْخِ اَوْ سُوْءِ خُلُقِهِ وَلَا يَصُدَّهُ ذَلِكَ عَنْ مُلَازَمَتِهِ وَاعْتِقَادِ كَمَالِهِ وَيَتَأَوَّلُ لِأَفْعَالِهِ الَّتِى يَظْهَرُ أَنَّ الصَّوَابَ خِلَافُهُ عَلَى أَحْسَنِ تَأْوِيْلٍ
 

Artinya, "Seorang pelajar bersabar atas kekerasan verbal yang keluar dari seorang guru atau buruk budi pekertinya. Jangan sampai hal itu membuatnya berpaling dari terus belajar kepadanya, serta tetap berkeyakinan terhadap kesempurnaannya. Mampu menafsirkan perilakunya yang tampak sebagai perilaku yang berseberangan dengan kebenaran. Ini dilakukan dengan cara penafsiran yang terbaik." (Muhammad Hasyim Asya'ari, 44).
 

Kelima, ketika pelajar mampu mengalihkan kebiasaan bangun malam untuk santap sahur, perlahan dialihkan untuk menyisihkan waktu tersebut untuk bertahajud dan berzikir seraya memohon ridha, rahmat, dan ampunan kepada Allah swt.
 

Tiada kesuksesan tanpa melalui tahajud malam. Ketika kesuksesan yang diimpikan dilalui tanpa tahajud, maka hal itu serupa dengan mewujudkan sesuatu yang mustahil. Az-Zarnuji mengutip sebuah syair: 
 

بِقَدْرِ الْكَدِّ تُكْتَسَبُ الْمَعَالِى ***  =وَمَنْ طَلَبَ  الْعُلَى سَهِرَ اللَّيَالِى
وَمَنْ رَامَ الْعُلَى مِنْ غَيْرِ كَدٍّ *** أَضَاعَ الْعُمْرَ فِى طَلَبِ الْمُحَالِى

Artinya, "Sesuai dengan kadar kerja keras, banyak derajat luhur didapatkan. Barang siapa mencari satu derajat luhur, maka hendaknya dia tidak tidur pada malam-malam. Barang siapa yang menghendaki derajat luhur tanpa kerja keras, maka sama dengan menyia-nyiakan umur untuk mencari hal yang mustahil." (Az-Zarnuji, 89-90). 
 

Inilah gambaran kesuksesan seorang pelajar dalam menjalani puasa Ramadhan. Perubahan menuju arah yang lebih baik adalah tujuan pendidikan, baik pendidikan Allah swt maupun pendidikan yang dilakukan oleh manusia untuk manusia lainnya. Wallahu a'lam bisshawab.
 

Ustadz Muhammad Tantowi, Guru Bahasa Arab MTsN 1 Jember