Sekitar lima belas tahun lalu, Pak Mustaqim (bukan nama sebenarnya) memulai buka warung makan dengan menu tradisional mie thoprak dan dawet gempol. Pada awalnya, warung itu berukuran kecil dan sangat sederhana karena memang merupakan warung pedagang kali lima (PKL) yang menempati bibir kali di pinggir jalan. Dari waktu ke waktu warung itu menunjukkan perkembangannya yang baik yang ditandai dengan semakin banyaknya pelanggan. Namun demikian, Pak Mustaqim sejak awal memilih libur di hari Jumat dan tutup total selama bulan Ramadhan untuk istirathat dan memperbanyak ibadah kepada Sang Khalik.
Di Solo sangat sedikit atau nyaris tidak ada warung makan libur di hari Jumat. Apalagi tutup sepenuhnya selama bulan Ramadhan. Pak Mustaqim memang memilih libur di hari Jumat karena ingin merayakan dan memuliakan hari besar umat Islam ini dengan banyak beribadah seperti membaca Al-Qur'an, bersih-bersih, serta datang ke masjid lebih awal untuk i’tikaf, dzikir atau memperbanyak shalat sunnah di masjid. Hal ini sejalan dengan nasehat Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad dalam kitab beliau berjudul Risalatul Muawanah wal Mudhaharah wal Muwazarah (Dar Al-Hawi, 1994, Cet. II, hal. 102) sebagai berikut:
وعليك بالتفرغ يوم الجمعة من جميع أشغال الدنيا، واجعل هذا اليوم الشريف خالصاً لآخرتك
Artinya: “Hendaklah pada hari Jumat engkau meliburkan diri dari kesibukan-kesibukan duniawi. Dan jadikan hari yang mulia ini sepenuhnya untuk kepentingan akhiratmu.”
Bagi Pak Mustaqim, libur di hari Jumat tidak ada ruginya, bahkan lebih baik karena dapat memuliakan hari itu dengan berbagai ibadah, baik di rumah maupun di masjid. Secara ekonomi, libur hari Jumat dan buka di hari Ahad ternyata lebih menguntungkan bagi Pak Mustaqim karena beberapa warung tutup pada hari Ahad sehingga warung Pak Mustaqim menjadi salah satu harapan di hari itu. Beginilah Allah mengatur rezeki untuk orang-orang yang senatiasa berikhtiar dan berserah diri pada-Nya.
Kepasarahan diri kepada Allah SWT dalam persoalan rezeki, membuat Pak Mustaqim tidak ragu-ragu untuk meninggalkan warungnya dan segera berangkat ke masjid setiap kali mendengar adzan Dzuhur dan Ashar. Bahkan selama Ramadhan Pak Mustaqim menutup warungnya sebulan penuh dan baru buka lagi 1 Syawal. Libur sepenuhnya di bulan suci ini membuat Pak Mustaqim dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah tanpa kesibukan mengurus warungnya.
Keikhlasan menutup warung selama Ramadahan tersebut ternyata mendapat ganti untung dari Sang Pemberi Rezeki, yakni selama minggu pertama di bulan Syawal warung Pak Mustaqim dipadati orang-orang yang mudik ke Solo karena saat itu kebanyakan warung di kota ini tutup total. Omzet penjualan selama seminggu pertama lebih besar jika dibandingkan dengan omzet sebulan di bulan Ramadhan seandainya dipaksakan buka, misalnya di malam hari. Tetapi hal ini tidak dilakukan Pak Mustaqim karena lebih memilih memperbanyak ibadah seperti jamaah shalat tarawih dan tadarus dari pada mengurus warung.
Pelanggan warung makan Pak Mustaqim adalah masyarakat umum dan para pegawai kantor yang tak sempat sarapan pagi di rumah, atau sengaja memanfaatkan waktu istirahat untuk makan siang terutama sejak kepindahan warung ini ke tempat yang lebih layak dan luas. Di tempat yang disebut terakhir ini warung makan Pak Mustaqim–meski berstatus kontrakan—lebih diperhitungkan masyarakat luas termasuk dari kalangan kelas mengengah ke atas yang datang dengan berkendara mobil pribadi.
Dari hasil warungnya yang buka setiap hari dari pukul 08.00-17.00 WIB, Pak Mustaqim memperoleh keuntungan yang dapat mengantarkannya menjadi orang cukup mampu. Pak Mustaqim sudah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci bersama sang istri beberapa tahun lalu. Selain itu Pak Haji Mustaqim juga telah memiliki rumah sendiri yang cukup besar untuk ukuran kota meski berada di tengah kampung. Pendidikan anak-anaknya juga mencapai pendidikan tinggi dan bergelar sarjana.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, Surat Ath-Thalaaq, ayat 3:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi (keperluan) nya.”
Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta