Hikmah

Khamar dan Nasib Malang Akhir Hayat Murid Guru Sufi

Ahad, 11 Juni 2017 | 12:00 WIB

Suatu kali Syekh al-Fudlail bin 'Iyadl berkunjung ke salah seorang muridnya yang sedang sekarat. Perlahan-lahan sang guru pun menuntunnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sayangnya, lidah sang murid seperti terkunci tiap kali melantunkan kalimat suci itu.

"Aku tak sanggup mengatakannya. Aku sudah terlepas darinya," kata murid al-Fudlail bin 'Iyadl.

Al-Fudlail tahu muridnya tersebut sangat saleh, dan tak terpikir ia bakal mengalami akhir hayat yang menyedihkan seperti itu. Al-Fudlail pun keluar dari rumah sang murid dengan kondisi mata memerah. Ia tak kuasa menahan tangis.

Pada hari berikutnya al-Fudlail berjumpa dengan sang murid dalam mimpi. Ulama sufi ini melihat muridnya itu sedang diseret ke neraka.

"Wahai muridku, mengapa ma'rifatmu kepada Allah bisa tercerabut?" tanya al-Fudlail.

"Wahai guruku, aku pernah didera sakit, lantas aku datang ke salah seorang tabib (dokter). Sang dokter menasihatiku agar meminum khamar setahun sekali. Menurutnya bila aku tidak melakukannya maka penyakitku akan tetap menyakitiku."

Sang murid mengaku patuh dengan nasihat dokter itu. Sebagai pasien ia meminum khamar saban tahun demi sebuah kesembuhan.

Rupanya barang haram yang ada dalam tubuh murid itu berdampak sedemikian jauh terhadap kondisi batinnya. Padahal, ia mengonsumsi khamar dalam rangka berobat, lalu bagaimana bila hal itu ia lakukan semata untuk memuaskan nafsu dan bersenang-senang?

Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
 
مَنْ شَربَ خَمرا أخرج الله نورَ الإِيْماَنِ مِن جَوفِه

"Barangsiapa meminum khamar maka Allah keluarkan cahaya imam dari perutnya." (HR at-Thabrani).

Al-Qur’an sendiri memasukkan khamar sebagai salah satu barang yang dilarang. Ibnu ‘Umar karena begitu kuatnya tekad beliau menjauhi khamar berkata, “Seandainya aku memasukkan jari-jariku ke dalam minuman khamar maka akan kupotong.” Khamar adalah setiap sesuatu yang memabukkan, termasuk dalam hal ini narkoba. (Mahbib)


Cerita ini dikutip dari "Irsyâdul 'Ibâd ilâ Sabîlir Rasyâd" karya Syekh Zainuddin bin 'Abdul 'Aziz al-Malibari