Bu Guru Salsa di Televisi: Ketika Tayangan Tak Mendidik Menjadi Contoh Buruk
NU Online · Kamis, 17 April 2025 | 10:00 WIB
Amien Nurhakim
Penulis
Televisi merupakan media massa yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola pikir, menyebarkan nilai budaya, dan menyediakan informasi bagi masyarakat. Namun, tidak semua tayangan televisi memenuhi fungsinya sebagai sarana pendidikan dan inspirasi.
Salah satu contoh yang menjadi perbincangan publik adalah kemunculan Bu Guru Salsa dalam sebuah program di tvOne, sebagaimana dilansir oleh tvOne News pada 31 Maret 2025, yang membahas perjalanannya mencoba peruntungan di dunia tarik suara.
Latar belakang Bu Guru Salsa yang viral karena dugaan penyebaran video asusila memunculkan pertanyaan serius tentang nilai edukasi dari tayangan tersebut, terutama jika disaksikan oleh anak-anak di bawah umur.
Bahaya Tayangan Televisi yang Tidak Mendidik
Penelitian tentang tayangan televisi di Indonesia menunjukkan bahwa banyak program, terutama yang berbau hiburan, bermasalah karena mengandung unsur pornografi, seksualitas, dan pelanggaran norma kesopanan.
Subhan Afifi dalam penelitiannya menemukan bahwa persaingan ketat antarstasiun televisi untuk meraih rating sering kali mengorbankan kualitas konten. (Tayangan Bermasalah dalam Program Acara Televisi di Indonesia, Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 3, 2010, halaman 246–262).
Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak negatif tayangan semacam ini. Menurut Nur Hamzah, dkk., anak-anak tidak memiliki mekanisme filter internal seperti orang dewasa untuk menyaring konten yang tidak berkualitas, sehingga paparan terhadap tayangan bermasalah dapat memengaruhi perkembangan moral, emosional, dan intelektual mereka (Tontonan Anak di Televisi: Paradoks dan Kontestasi Nilai Tontonan Anak di Media Televisi Nasional, Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Volume 5, Issue 2, 2021, halaman 1883–1893).
Dalam kasus Bu Guru Salsa, glorifikasi seseorang dengan latar belakang kontroversial dapat memberikan pesan keliru bahwa popularitas bisa diraih melalui cara-cara yang tidak etis. Hal tersebut tentu saja merupakan sebuah nilai yang bertentangan dengan pendidikan karakter.
Pesan Nabi tentang Larangan Menyebarkan Contoh Buruk
Dalam perspektif Islam, menyebarkan contoh buruk di depan publik memiliki konsekuensi serius, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits Nabi Muhammad saw. Salah satu hadits yang relevan adalah sebagai berikut:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Artinya, “Siapa saja yang mempelopori sunnah/kebaiasaan/contoh/tradisi yang baik dalam Islam, lalu diikuti oleh orang lain setelahnya, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan siapa saja yang mempelopori sunnah yang buruk dalam Islam, lalu diikuti oleh orang lain setelahnya, maka ia akan menanggung dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR Muslim).
Hadits ini menegaskan bahwa seseorang yang memulai kebiasaan buruk, termasuk melalui media seperti televisi, tidak hanya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, tetapi juga atas dampaknya terhadap orang lain yang menirunya.
Penjelasan lebih lanjut tentang hadits ini diberikan oleh Imam An-Nawawi:
قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً) الْحَدِيثَ وَفِي الْحَدِيثِ الْآخَرِ (مَنْ دَعَا إِلَى الْهُدَى وَمَنْ دَعَا إِلَى الضَّلَالَةِ). هَذَانِ الْحَدِيثَانِ صَرِيحَانِ فِي الْحَثِّ عَلَى اِسْتِحْبَابِ سَنِّ الْأُمُورِ الْحَسَنَةِ، وَتَحْرِيمِ سَنِّ الْأُمُورِ السَّيِّئَةِ، وَأَنَّ مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ كُلِّ مَنْ يَعْمَلُ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ كُلِّ مَنْ يَعْمَلُ بِهَا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Artinya, “Sabda Rasulullah saw: ‘Barang siapa yang mempelopori sunnah yang baik dan barang siapa yang mempelopori sunnah yang buruk,’ serta dalam hadits lain: ‘Barang siapa yang mengajak kepada petunjuk dan barang siapa yang mengajak kepada kesesatan.’
Kedua hadits ini secara tegas mendorong untuk mempelopori perbuatan baik dan melarang mempelopori perbuatan buruk. Barang siapa yang mempelopori sunnah yang baik, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala setiap orang yang melakukannya hingga hari kiamat.
Barang siapa yang mempelopori sunnah yang buruk, maka ia akan menanggung dosa seperti dosa setiap orang yang melakukannya hingga hari kiamat.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, [Beirut, Dar Ihya At-Turats al-‘Arabi: 1392 H], jXVI, halaman 27).
Muhammad Ali bin Allan menjelaskan:
(وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً) مَعْصِيَةً وَإِنْ قَلَّتْ بِأَنْ فَعَلَهَا فَاقْتَدَى بِهِ فِيهَا أَوْ دَعَا إِلَيْهَا أَوْ أَعَانَ عَلَيْهَا (كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا) أَيْ: وِزْرُ عَمَلِهَا (وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ)
Artinya, “(Dan barang siapa yang mempelopori sunnah yang buruk dalam Islam) yaitu suatu kemaksiatan, meskipun kecil, dengan cara melakukannya sehingga orang lain mencontohnya, atau mengajak kepadanya, atau membantu pelaksanaannya, (maka ia akan menanggung dosanya) yaitu dosa perbuatannya, (dan dosa orang yang melakukannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun).” (Dalilul Falihin, jilid 2, halaman 136).
Penjelasan Imam An-Nawawi dan Ibnu ‘Allan di atas menegaskan bahwa larangan mempelopori kebiasaan buruk mencakup segala bentuk perbuatan, baik berupa ajakan langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengarahkan orang lain pada kesalahan.
Dalam kasus tayangan televisi, mempopulerkan figur dengan latar belakang kontroversial dan tidak edukatif dapat dianggap sebagai bentuk ajakan tidak langsung kepada perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai kebaikan.
Pentingnya Konten Inspiratif dan Regulasi Media
Televisi seharusnya menjadi wadah untuk menampilkan talenta berprestasi dan inspiratif, seperti pelajar berprestasi, inovator, atau individu yang berkontribusi positif bagi masyarakat.
Tayangan yang mempromosikan kerja keras, integritas, dan kreativitas dapat memotivasi penonton, terutama generasi muda, untuk mengejar tujuan mulia. Sebaliknya, mempopulerkan figur yang terkait dengan kontroversi justru berisiko menormalisasi perilaku tidak pantas.
Tayangan televisi yang tidak mendidik mencerminkan masalah yang lebih luas dalam industri penyiaran Indonesia, yaitu kecenderungan mengesampingkan nilai edukasi demi sensasi dan rating. Hal ini tidak hanya bertentangan dengan fungsi media sebagai sarana pendidikan dan inspirasi, tetapi juga berpotensi membahayakan anak-anak yang rentan terhadap pengaruh negatif.
Di sisi lain, keluarga memiliki peran penting dalam mendampingi anak-anak agar tidak terpapar tayangan yang merusak nilai mereka, sebagaimana ditekankan oleh Nur Hamzah dan kawan-kawan (Tontonan Anak di Televisi, 1883–1893).
Sebagaimana dijelaskan di atas, mempopulerkan figur atau perilaku yang kontroversial dapat dikategorikan sebagai mempelopori “sunnah sayyi’ah”, yang membawa dampak negatif, sekaligus dosa bagi pelakunya dan pengikutnya.
Tayangan televisi seperti kasus Bu Guru Salsa di tvOne menjadi cerminan dari tantangan besar dalam industri penyiaran Indonesia, di mana rating sering kali diutamakan di atas kualitas dan nilai edukasi.
Karena itu, media, regulator, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa televisi menjadi sarana yang mendidik, inspiratif, dan sesuai dengan nilai-nilai luhur, demi menciptakan generasi yang berkarakter baik. Wallahu a’lam.
Ustadz Amien Nurhakim, Redaktur Keislaman NU Online dan Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas PTIQ Jakarta
Terpopuler
1
Rais 'Aam PBNU Ajak Pengurus Mewarisi Dakwah Wali Songo yang Santun dan Menyejukkan
2
Gus Yahya: Warga NU Harus Teguh pada Mazhab Aswaja, Tak Boleh Buat Mazhab Sendiri
3
Kisah Levina, Jamaah Haji Termuda Pengganti Sang Ibunda yang Telah Berpulang
4
Hal Negatif yang Dialami Jamaah Haji di Tanah Suci Bukan Azab
5
Diundang Hadiri Konferensi Naqsyabandiyah, Mudir ‘Ali JATMAN Siapkan Beasiswa bagi Calon Mursyid
6
Kemenhaj Saudi dan 8 Syarikah Setujui Penggabungan Jamaah Terpisah, PPIH Terbitkan Surat Edaran
Terkini
Lihat Semua