Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Islam dan Tantangan Konsumerisme di Dunia Global

Sel, 5 Juli 2016 | 09:30 WIB

Khutbah I

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ كُلَّمَا هَلَّ هِلاَلٌ وَاَبْدَرَ اللهُ اَكْبَرْ كُلَّماَ صَامَ صَائِمٌ وَاَفْطَرْ اللهُ اَكْبَرْكُلَّماَ تَرَاكَمَ سَحَابٌ وَاَمْطَرْ وَكُلَّماَ نَبَتَ نَبَاتٌ وَاَزْهَرْوَكُلَّمَا اَطْعَمَ قَانِعُ اْلمُعْتَرْ.. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ.اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِى اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ. اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ، قالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ اعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ  وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ   

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita pada Allah Swt. Lebih-lebih  karena pada pagi hari ini kita masih diberikan karunia oleh Allah Swt untuk melakukan shalat Idul ‘Fitri secara berjama’ah. Satu bulan yang lalu, kita berpuasa, berlapar-lapar dan haus demi untuk  melaksanakan perintah Allah Swt. Puasa Ramadhan merupakan training (latihan) bagi umat Islam untuk menjadi orang-orang yang bertaqwa. Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang bertakwa. Amin ya rabbal alamin.  

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Baru saja kita rebahkan diri kita, bersimpuh di depan pintu kebesaran Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi  Maha Penyayang. Baru saja kita mengakhiri salat kita dengan menyebarkan salam sejahtera kepada semua makhluk di sekitar kita. Sejak tadi malam sampai pagi ini, kita memenuhi langit dengan suara takbir kita. “Allahu akbar allahu akbar allahu akbar la ilahaillahu allahu akbar. Allahu akbar walillahil hamdu “. Gema takbir kita kumandangkan sebagai perayaan kemenangan setelah satu bulan penuh kita berjibaku beribadah menghadap pada Allah Swt. dengan melaksanakan puasa, sholat tarawih, tadarus Qur’an, qiyamul lail, i’tikaf, bershodaqah, dan kegiatan amal sholeh yang lain.  

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Cara beragama Islam kita menghadapi Ramadhan dan luar Ramadhan, selalu mendapat tuntunan dari para ulama untuk mendapatkan ridla Allah Swt. Ulama adalah warasatul anbiya’, pewaris para nabi yang transmisi keilmuannya dapat dipertanggungjawabkan. Cara beragama Islam kita tidak cukup hanya diperoleh melalui media sosial, internet, whats app, twitter, dan teknologi modern yang sejenis, melainkan harus merujuk pada ulama-ulama yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Cara beragama Islam yang hanya diperoleh melalui media sosial adalah keberislaman yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dalam kitab Washiyatul Musthafa hal 2, Rasulullah Saw bersabda:

من فارق العلماء مات قلبه و عمي عن طاعة الله

Artinya: “Barang siapa berpisah dengan ulama, maka hatinya mati dan dia buta utuk taat pada Allah Swt.”

Sabda Nabi Muhammad ini jelas, bahwa keberislaman yang diperoleh melalui transmisi keilmuan para guru, para ustadz, para kiai, atau ulama itu bersambung langsung pada Rasulullah Saw. Cara beragama dengan SANAD yang bersambung (muttashil) pada Rasulullah. Sehingga dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt dan  juga akan membawa kita pada ketaatan pada sang Khaliq, Allah Swt.  

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Setidaknya, ada beberapa pesan Islam berkaitan dengan Ramadhan dan Idul Fitri, yang perlu saya ungkapkan pada kesempatan kali ini:

Pertama, Ramadhan dan Idul Fitri mengajarkan kebersambungan kesalehan antara bulan Ramadhan dan luar bulan Ramadhan. Janganlah kesalehan yang luar biasa di bulan Ramadhan berhenti di bulan Ramadhan ini saja. Qiyamul lail jangan dilakukan hanya di bulan Ramadhan. Tadarus jangan dilaksanakan hanya di bulan Ramadhan. Shodaqah jangan diselenggarakan hanya di bulan Ramadhan saja. Kesalehan ini harus dilanjutkan untuk dan pada bulan selain Ramadhan. Oleh karena itu, Rasulullah Saw bersabda tentang puasa 6 hari Syawal yang berkaitan dengan puasa satu bulan Ramadhan.

من اتبع رمضان بست من شوال كتب الله له صوم الدهركله

Artinya: “Barang siapa mengikutkan Ramadhan dengan puasa sunah 6 hari Syawal, maka Allah Swt. mencatat padanya pahala puasa satu tahun”.

Mengapa biasa sama dengan puasa satu tahun? Sebagian ulama menjelaskan. Puasa 30 hari di bulan Ramadhan ditambah 6 hari di Bulan Syawal= puasa 36 hari. 36 hari ini dikalikan 10 kali kebaikan= 360 hari atau sama dengan satu tahun bulan Hijriyah. Dengan demikian, jika orang berpuasa satu bulan Ramadhan diteruskan dengan 6 hari Syawal, maka sama dengan puasa satu tahun.   

Di samping itu, hadits ini menunjukkan kebersambungan ketaatan kita di bulan Ramadhan dan Syawal. Oleh karena itu, sekali lagi, kesalehan selama Ramadhan harus dilanjut di luar Ramadhan. Jangan saleh di bulan Ramadhan, dan maksiat lagi di selain Ramadhan.  

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Kedua, baik Ramadhan maupun Idul Fitri mengajarkan pada kita untuk tidak bersifat konsumtif  atau bergaya hidup konsumeris. Dr. Yusuf Qardlawi dalam Kitab Fiqhus Shiyam hal 89 menyatakan:  

ليس المقصود من شرعية الصوم نفس الجوع و العطس بل ما يتبعه من كسر الشهوات و تطويع النفس الامارة للنفس المطمئنة

Artinya: “Yang dimaksud dengan pensyariatan puasa bukanlah lapar dan dahaga itu sendiri, melainkan pengahncuran hawa nafsu dan mengalihkan nafsu amarah menuju nafsu muthmainnah.”

Jika menggunakan perspektif ilmu psikologi, maka konsumerisme adalah bahasa lain dari kebutuhan paling dasar manusia. Puasa mengajari kita untuk melampaui jauh dari kebutuhan dasar manusia  sebagaimana disebut Sigmund Freud, seorang psikolog yang masyhur, dengan periode oral, anal dan genital. Periode oral adalah periode anak kecil merasakan kenikmatan melalui mulut. Periode anal adalah periode anak kecil merasakan kenikmatan dengan memegang duburnya sendiri. Dan periode genital adalah periode anak kecil merasakan kenikmatan dengan memegang alat kelaminnya sendiri. Ini semua tinggalkan dalam puasa dengan cara tidak makan, tidak minum dan tidak melakukan hubungan senggama di waktu siang hari Ramadhan.

Demikian juga, puasa melampaui seluruh kebutuhan dasar manusia dalam teori Piramida Kebutuhan Abraham Maslow. Karena puasa telah menempatkan spritualitas di tempat tertinggi dengan melampaui kebutuhan fisiologi, rasa aman dan perlindungan, rasa cinta memiliki dan dimiliki, harga diri dan juga aktualisasi diri.  

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Adalah hal yang relevan menegakkan puasa Ramadhan di tengah gencarnya kapitalisme global mengusung konsumerisme di tengah-tengah masyarakat kita sekarang. Di masa kini, konsumerisme sebagai gaya hidup yang boros ini secara faktual ditopang oleh kehadiran materialisme dan hedonisme. Jika materialisme adalah aliran yang memuja benda dan berfokus pada benda, maka hedonisme adalah sebentuk gaya hidup yang menyandarkan kebahagiaan pada kenikmatan belaka. Lihatlah, takaran makan orang yang tiba-tiba dua kali lipat atau bisa jadi lebih daripada hari biasa di malam hari Ramadhan kemarin merupakan aksi “balas dendam” terhadap penderitaan puasa di siang hari Ramadhan. Lihatlah jubel ratusan ribu bahkan jutaan orang berbuka puasa secara massal di berbagai restoran dan rumah makan. Lihatlah pula antrian jubel manusia membeli berbagai makanan, baju, dan lain-lain secara berlebihan di mall dan matahari. Lihatlah gemerlap hidup manusia yang secara umum mengukur kesuksesan dengan gelimang materi: rumah mewah, mobil banyak, baju super mewah dan kemewahan-kemewahan konsumtif lainnya.  

Oleh karena itu, puasa Ramadhan mempunyai tujuan besar: mengendalikan nafsu konsumerisme secara berlebihan. Dan mereka yang menang di hari yang fitri bukan mereka yang banyak bergelimang barang konsumsi, melainkan mereka yang bertambah ketaatan dan ketaqwaannya pada Tuhan.

ليس العيد لمن لبس الجديد و لكن العيد لمن طاعته تزيد

Artinya: “Kemenangan itu bukan orang yang memakai baju baru, namun mereka yang ketaatannya pada Allah Swt. bertambah”.  


Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Ketiga, baik Ramadhan maupun Idul Fitri mengajarkan sikap hidup sederhana dalam kehidupan.  Nabi Muhammad Saw. sendiri mencontohkan dengan sempurna kesederhanaan, baik di bulan Ramadhan ataupun luar bulan Ramadhan. Lihatlah kehidupan Rasulullah Saw. ketika berbuka puasa hanya dengan seteguk air putih dan beberapa buah kurma. Dalam beberapa riwayat, juga diceritakan seringkali Nabi Muhammad Saw. berbuka puasa dengan tidak ada makanan yang cukup. Nabi Muhammad Saw. acapkali puasa sunah ketika Aisyah mengatakan bahwa tidak ada persediaan makanan pada hari itu. Ini semua menunjukkan betapa sederhananya cara Nabi Saw. berpuasa.

Dalam kehidupan sehari-hari, Nabi Muhammad Saw. juga sangat sederhana. Beliau berpakaian sangat sederhana. Tidak ada kemewahan fashion ala Rasulullah Saw. Demikian juga dengan rumah Nabi Saw. Apalagi, tempat tidur beliau yang sangat jauh dari kemewahan alias sangat sederhana. Ketika seorang perempuan Anshor masuk ke kamar Nabi Saw. bersama Siti Aisyah, betapa kagetnya perempuan Ansor ini melihat tempat tidur seorang pemimpin agung Islam tersebut. Air matanya bercucuran melihat tempat tidur putra Abdullah tersebut. seraya meminta ijin pada Aisyah untuk mengambil selimutnya yang baru dan mewah untuk diberikan pada baginda Rasul. Namun, anehnya baginda Rasulullah memilih menolak pemberian wanita Ansor ini karena beliau memang ingin hidup sederhana.

Sebagai seorang pemimpin, Nabi Muhammad Saw ingin mempertontonkan kesederhanaan dalam segala aspek kehidupan. Kesederhanaan yang bahkan beliau sebut sama dengan kemiskinan. Sang pemimpin agung seringkali berdoa lirih untuk selamanya menjadi orang miskin. ” Allahuma ahyina miskinan. Wa amitna miskinan. Wahsyurna fi zumratil masakin. Ya Allah, hidupkan aku dalam keadaan miskin. Matikan aku dalam keadaan miskian. Dan kumpulkan kami bersama orang-orang miskin”. Betapa sangat sederhana atau miskinnya beliau, sang pemimpin agung kita. Adakah pemimpin-pemimpin kita yang berani berdoa demikian?

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Keempat, Ramadhan maupun Idul Fitri mengajarkan kepedulian terhadap para dluafa, fakir, miskin, dan anak yatim. Pesan Idul Fitri dengan kewajiban membayar zakat Fitrah sesungguhnya merupakan empati atau kepedulian terhadap kaum dluafa. Dalam sebuah hadits, tentang zakat Fitrah, Nabi Muhammad Saw. bersabda:
 
اغنوهم عن الطواف في هذ اليوم

Artinya: “Berilah kecukupan makanan untuk mereka orang-orang fakir dan miskin agar mereka pada hari ini tidak berkeliling mencari makanan”. (HR. Bukhari Muslim)

Kepedulian  kepada sesama muslim sangatlah berarti karena Islam mengajarkan adanya kesamaan sosial. Jurang antara orang kaya (the have) dan orang miskin (the poor) tidak bisa diselesaikan dengan kekerasan mempertentangkan kelas borjuis dan proletar seperti dilakukan oleh sosialisme-komunisme atau juga dengan the invisible hand (tangan-tangan tersembunyi) dalam dalam sistem kapitalisme yang individualistik, namun dengan cara Islam, yakni membangun kasih sayang diantara mereka dengan berbagai program filantropi seperti zakat, infaq dan shodaqah. Termasuk kepedulian terhadap anak yatim.

Dalam sebuah riwayat, setelah melaksanakan Rasulullah Saw. Shalat Id, beliau melihat anak-anak kecil yang berlari-lari riang gembira. Ada canda tawa dan baju baru di tubuh mereka. Mereka semua bersuka cita dengan datangnya hari raya. Namun, Nabi Muhammad Saw. melihat seorang anak kecil yang murung duduk sendiri. Nampak sekali ia bersedih. Lalu, Nabi Muhammad Saw mendekati anak ini. Nak? ya bapak !, jawab anak ini tidak tahu kalau di depannya adalah Rasulullah Saw.

“Kenapa tidak ikut bermain? Mengapa menyendiri disini? Kulihat wajahmu murung bersedih !”, tanya Nabi Muhammad Saw pada anak kecil tersebut.

Anak ini menjawab: “Bapak. Saya tidak pantas bermain dengan mereka. Saya tidak punya baju baru seperti mereka. Saya tidak punya ayah seperti mereka. Ayah saya meninggal ketika berperang melawan orang Kafir.” Jawab anak ini sedih dan mengharukan.  

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Nabi Muhammad Saw terenyuh mendengar jawaban ini dan lalu mendekati anak ini. Dengan menunduk, dirangkulnya dan digendongnya anak yang ternyata sudah tidak punya ayah tersebut. Nabi pun berkata:
 
أَتَرْضَي أَنْ أَكُوْنَ مُحَمَّد أبَاك وَ عائِشَة أُمك وَ فاطمة أختك          

“Apakah kamu rela jika aku Muhammad menjadi ayahmu, Aisyah menjadi ibumu dan Fatimah menjadi saudara perempuan mu?

Anak ini mengangguk mengiyakan dijadikan anaknya Rasulullah Saw. Rasul juga langsung membawa anak yatim ini ke rumah beliau. Dimandikan anak ini dengan bersih, diberi baju baru dan diberi harum-harum serta diberi uang saku oleh Rasulullah. Selanjutnya anak ini dilepas untuk bermain dengan teman-temannya. Kepada teman-temannya bermanin, anak ini bercerita tentang dia yang dijadikan anak angkat Rasulullah Saw. Anak yatim ini juga bercerita bagaimana Rasulullah Saw. memperlakukannya dengan mulia hingga anak-anak yang lain yang menjadi temannya itu iri hati. Mereka berkata: “ya laitani lau mata abi”. Artinya: mengapa yang mati bukan bapak saya. Mengapa saya tidak yatim seperti kamu. Ini karena mereka iri terhadap anak yatim yang dimuliakan Rasulullah tersebut.   

Demikianlah, bagaimana Rasulullah Saw memperlakukan anak yatim di hari raya Idul Fitri. Anak-anak yatim ini diangkat menjadi bagian keluarganya yang mulia.  Semoga kita bisa meniru akhlak Rasulullah Saw. Dan semoga amal kita semua selama Ramadhan dan yang akan datang diterima oleh Allah Swt. Taqabbalallhu minna waminkum taqabbal ya karim.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ. وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
بارك الله لي و لكم في القران العظيم و نفعني و إياكم بما فيه من الايات و الذكر الحكيم أنه هو الغفور الرحيم

Khutbah II


الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر.
الحمد لله الذي أفاض نعمه علينا وأعظم. وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له. أسبغ نعمه علينا ظاهرها وباطنها وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. رسول اصطفاه على جميع البريات. ملكهاوإنسها وجنّها.اما بعد فيايها المسلمون رحمكم الله اتقواالله واعلموا ان الله صلي علي نبيه قديما و قال تعالي ان الله وملائكته يصلون علي النبي ياايها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما  اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد. كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم، وبارك على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد، كماباركت على سيدنا إبراهيم وعلى أل سيدنا إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.
اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح يبقى نفعه على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا.ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار.سبحانك رب العزة عما يصفون. و سلام علي المرسلين. والحمد لله رب العالمين
عباد الله ! إن الله يأمركم بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر. يعذكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله يذكركم واشكروا على نعمه يزدكم .ولذكر الله أكبر

Oleh Dr. Kiai M.N. Harisudin, M. Fil. I, Dosen Pasca Sarjana IAIN Jember dan Pasca Sarjana IAI Ibrahimy Situbondo; Katib Syuriyah PCNU Jember, Pengurus Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Jember,; Dewan Pakar  Dewan Masjid Indonesia Kabupaten Jember; Wakil Ketua Lembaga Ta’lif wa an-Nasyr NU Jawa Timur dan Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember. Teks khutbah ini disampaikan dalam Khutbah Idul Fitri 1437 H di Masjid Al-Istiqomah Politeknik Negeri Jember.