Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Ramadhan, Sekolah Ilahi untuk Kebaikan Abadi

Ahad, 7 April 2024 | 18:00 WIB

Khutbah Idul Fitri: Ramadhan, Sekolah Ilahi untuk Kebaikan Abadi

Khutbah Idul Fitri tentang Ramadhan sebagai sekolah ilahi untuk kebaikan abadi. (NU Online).

Naskah khutbah Idul Fitri ini mengajak kepada para jamaah untuk menyadari bahwa Ramadhan sebenarnya merupakah 'sekolah ilahi' untuk kebaikan manusia secara abadi. Karena itu harus ada satu amal saleh di bulan Ramadhan yang dilanjutkan di bulan-bulan berikutnya.
 

Khutbah Idul Fitri ini berjudul, “Khutbah Idul Fitri: Ramadhan, Sekolah Ilahi untuk Kebaikan Abadi”. Untuk mencetaknya, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel. Semoga bermanfaat.

 

Khutbah I
 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ … اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ … اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ.
 
كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. لآ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لآ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، 

فَيآ أَيُّهَا النَّاسُ، أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَدْ قَالَ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ، أُدْخُلُوهَا بِسَلَامٍ آمِنِينَ. (سورة الحجر: 45-46) صَدَقَ اللهُ الْعَظِيمُ.

وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ المُؤْمِنَ لَيُدْركُ بِحُسنِ خُلُقِه درَجةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ. رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا.

 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Alhamdulillah atas segala nikmat Ramadhan yang memberikan kita kesempatan untuk introspeksi dan mendekatkan diri kepada-Nya melalui ibadah dan taqwa.
 

Hari ini, dengan rasa syukur, kita merayakan Idul Fitri sebagai keberhasilan kita melalui atas bulan Ramadhan yang penuh hikmah itu. Bulan Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga pembelajaran dalam kesabaran, pengendalian diri, dan kepedulian.
 

Kita memohon agar Allah menerima ibadah kita dan mengampuni dosa-dosa kita. Selanjutnya, kini adalah waktu untuk merenungkan perjalanan spiritual selama Ramadhan kemarin dan merencanakan untuk mempertahankan semangat dan kebaikan, serta meningkatkan iman.
 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Ibadah dalam Islam bertujuan untuk mendekatkan manusia kepada Allah, membersihkan hati, dan membentuk karakter positif. Ritual seperti shalat, zakat, dan sedekah berperan dalam pembinaan kesalehan dan pembentukan kepribadian dalam kerangka iman.
 

Puasa, salah satu ibadah yang paling mencolok, mempengaruhi penyucian dan perbaikan diri seorang Muslim. Ramadhan memberikan kesempatan untuk introspeksi, memperbaiki akhlak, dan membangkitkan sisi spiritual. Rasulullah menggambarkan berkah Ramadhan sebagai waktu penuh berkah, di mana pintu surga terbuka, pintu neraka tertutup, dan setan terikat. Bulan ini menginspirasi untuk memanfaatkan waktu dengan baik dan mempertahankan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Allah telah menjelaskan tentang puasa Ramadhan dalam lima ayat di dalam surat Al-Baqarah (183-187). Lima ayat bicara mengenai ciri-ciri pendidikan dan penyucian yang terkandung dalam Ramadan. Ayat-ayat ini menyoroti pendidikan dan penyucian yang terkandung dalam Ramadhan, dengan taqwa sebagai pilar utama.
 

Ramadhan mengajarkan pentingnya taqwa, yang merupakan kesadaran akan pengawasan Allah dan memerlukan pembaruan yang terus-menerus. Taqwa tercermin dalam meninggalkan kemungkaran dan mematuhi perintah Allah. Meskipun menjalani puasa dan rutinitas ibadah selama Ramadhan, seseorang masih memerlukan taqwa untuk menghindari dosa dan kefasikan.
 

Orang-orang yang tidak memahami hakikat taqwa mungkin terjebak dalam dosa dan kesalahan.
Di antara hal terbesar yang diajarkan oleh Islam melalui puasa adalah al-imsak, menahan diri atau kesabaran. Pentingnya kesabaran dalam puasa membawa kebaikan dalam semua aspek kehidupan. Penahanan diri dari makanan, pembicaraan yang tidak perlu, dan pemborosan merupakan ajaran yang ditekankan, khususnya selama Ramadhan.
 

Melalui latihan disiplin internal ini, seseorang dapat mencapai kesuksesan dan kebahagiaan sepanjang hidupnya. Allah menginginkan kemudahan bagi umat-Nya, dan iman adalah yang memudahkan segalanya, bahkan dalam menghadapi kesulitan. Ramadan mengajarkan bahwa kekuatan iman memungkinkan kita untuk mengatasi segala tantangan yang mungkin kita hadapi. 
 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Pendidikan Ramadhan dan pembinaannya tidak dapat dicapai secara spontan. Ia membutuhkan kebiasaan dan pelatihan yang disengaja dan terus menerus. Pendidikan adalah hal terpenting yang dilakukan oleh seorang Muslim untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Ini karena ajaran agama tidak akan masuk dalam kehidupan hariannya kecuali jika ia rutin melaksanakannya hingga menjadi kebiasaan. Itulah yang disebut dengan istiqamah.
 

Banyak sekali perbuatan baik yang terabaikan oleh umat Islam, bukan karena ketidaktahuan, tetapi karena tidak pernah dicoba dan dibiasakan. Umumnya, orang hanya peduli terhadap amal baik tersebut ketika menemukan diri mereka dalam kesulitan yang tidak dapat dihindari. 
 

Cara terbaik untuk taat pada segala kebaikan adalah menjadikannya sebagai kebiasaan sehari-hari sehingga tidak dilupakan atau ditinggalkan. Ini sesuai dengan yang dikutip oleh Syekh Nurrudin Al-Haitsami dalam kitab Majma'uz Zawâ’id wa Manba’ul Fawâ’id dari perkataan Sayyidina Abdullah Ibnu Mas'ud:
 

عَوِّدُوْهُمْ الْخَيْرَ، فَإِنَّ الْخَيْرَ عَادَةٌ
 

Artinya, "Latihlah mereka dalam kebaikan, karena kebaikan adalah kebiasaan."
 

Kebaikan tidak akan berlanjut dan bertahan kecuali jika menjadi kebiasaan yang tidak membosankan bagi pemiliknya dan tidak ditinggalkan. Setiap kebaikan harus menjadi kebiasaan seorang Muslim. Begitu juga, setiap kebiasaan harus mengarahkan kebaikan agar tidak ada ruang bagi perbuatan tercela dan kejahatan dalam hidupnya.
 

Pendidikan yang diinginkan dalam Ramadhan juga dimulai dari banyaknya ibadah yang diidamkan oleh seorang Muslim untuk melakukannya di malam hari dan puasa di siang hari. Bulan ini adalah kumpulan amal baik dan ibadah, shalat, puasa, qiyamul lail, tilawah Quran, majelis dzikir, i'tikaf, zakat, dan sedekah.
 

Semuanya membuat hari-hari kita menjadi indah, berbunga, dan harum dengan aroma iman dan ketaatan. Semuanya amalan itu mampu mengokohkan langkah-langkah kita. Dengan itu semua, kita tidak akan tersandung dalam kehidupan.
 

Karena itu, dalam rangka memenjadikan Ramadhan sebagai sekolah kehidupan yang abadi, membekali diri kita hidup sepanjang tahun dengan bekal ketakwaan, maka saat inilah kita harus bisa memanen apa yang telah kita tanam di bulan Ramadhan kemarin.
 

Mari kita pilih minimal satu saja dari amaliah Ramadan yang telah berhasil kita rawat dengan baik selama satu bulan penuh untuk kemudian kita hidupkan hingga berbunga dan berbuah di bulan-bulan berikutnya. Satu saja, asalkan istiqamah, akan menghasilkan kekeramatan yang luar biasa dalam diri kita.
 

Jika kita kemarin berhasil menahan lidah dari omongan yang tidak berguna, maka tidak ada salahnya jika itu yang kita hidupkan. Jika kita kemarin berhasil merutinkan membaca Al-Quran, maka cukuplah kiranya satu amalan itu yang kita jadikan bekal untuk diistiqamahkan pada bulan-bulan berikutnya. Sekali lagi, satu saja, namun istiqamah. 
 

Patut kiranya kita menjadikan dawuh guru kita di tanah air, yaitu KH M  Arwani Amin dari Kudus Jawa Tengah. Beliau memiliki prinsip kuat berbunyi:
 

قَلِيْلٌ قَرَّ خَيْرٌ مِنْ كَثِيْرٍ فَرَّ 
 

Artinya, “Sedikit namun membekas, itu lebih baik daripada banyak namun hilang semua.”
 

Ya, sedikit saja yang perlu kita ambil dari amaliah Ramadhan kita kemarin, namun kita pastikan membekas dalam diri, dalam hati dan pikiran kita. Itu akan menghasilkan karamah dan keajaiban-keajaiban serta kebaikan dari Allah. Ia akan menghasilkan cinta Allah yang begitu Istimewa bagi seorang hamba, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
 

أَحَبُّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللهِ مَا دُوِّمَ وَإِنْ قَلَّ
 

Artinya, “Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang dirutinkan/dilanggengkan, meskipun hanya sedikit jumlahnya.” (HR Al-Baihaqi).
 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Syariat puasa bertujuan untuk membentuk ketakwaan (لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ). Sedangkan ketakwaan menjadi bekal dan tiket ke surga. 
 

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ، أُدْخُلُوهَا بِسَلَامٍ آمِنِينَ

Artinya, "Sesungguhnya orang yang bertakwa itu berada dalam surga-surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air (yang mengalir). Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera dan aman. (QS Al-Hijr: 45-46).
 

Ketakwaan itu butuh kontinuitas. Ketakwaan itu adanya di dalam hati. Sesuatu yang sudah menyatu dalam hati pasti karena sudah dijadikan sebagai kebiasaan. Amalan yang sudah dibiasakan akan menjadi amalan yang kita cintai. Saat itulah amalan kita menjadi pelindung diri dari hal-hal yang merusak kita. Saat itulah amalan kita menjadi katakwaan sejati.
 

Ramadhan membentuk ketakwaan, sedangkan ketakwaan menghasilkan keindahan surga yang sempurna, kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan. Kemudian ketakwaan melahirkan akhlak yang baik. Hanya dengan akhlak yang baiklah seseorang bisa mencapai derajat orang yang puasa di siang hari dan beribadah malam hari secara tulus ikhlas.
 

Lantas, akhlak seperti apa yang dimaksud itu? Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Al-Wâbilus Shayyib menjelaskan bagaimana seorang Muslim dipengaruhi oleh puasanya dan bagaimana ia memperoleh kemampuan besar dari puasanya itu.
 

الصَّائِمُ هُوَ الَّذِيْ صَامَتَ جَوَارِحُهُ عَنِ الْآثَامِ، وَلِسَانُهُ عَنِ الْكَذِبِ وَالْفُحْشِ وَقَوْلِ الزُّوْرِ، وَبَطْنُهُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَفَرْجُهُ عَنِ الرَّفَثِ، فَإِنْ تَكَلَّمَ لَمْ يَتَكَلَّمْ بِمَا يُجْرِحُ صَوْمَهَ وَإِنْ فَعَلَ لَمْ يَفْعَلْ مَا يُفْسِدُ صَوْمَهُ
 

Artinya, "Orang yang berpuasa adalah orang yang menahan anggota tubuhnya dari dosa; menahan lidahnya dari kebohongan, kekasaran, dan kedustaan; menahan perutnya dari makanan dan minuman; menahan kemaluannya dari perbuatan keji. Jika berbicara, dia tidak akan mengucapkan kata-kata yang merusak puasanya. Jika bertindak, dia tidak akan melakukan apa pun yang merusak puasanya." 
 

Ketakwaan dan kekhusyukan bisa ditunjukkan dalam semua ibadah, kecuali dalam puasa. Seseorang yang datang dengan perut penuh mampu meyakinkan kita secara visual bahwa dia berpuasa, namun hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang ada dalam dirinya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam seubah hadis qudsi bahwa "Puasa itu untuk-Ku ..."
 

Semua manfaat pendidikan dalam agama dan dunia tidaklah menjadikan ibadah sebagai jaminannya, kecuali puasa. Karena itu, Rasulullah saw ketika ditanya tentang amal yang akan membawanya ke surga, menjawab: 
 

عَلَيْكَ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَا عِدْلَ لَهُ
 

Artinya, "Berpuasalah, karena itu tidak ada bandingannya." (HR An-Nasa’i).
 

Beliau juga menegaskan 
 

إِنَّ المُؤْمِنَ لَيُدْركُ بِحُسنِ خُلُقِه درَجةَ الصائمِ القَائمِ
 

Artinya, "Sungguh, dengan akhlaknya yang baik, seorang mukmin itu benar-benar akan bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan berqiyamullail." (HR Abu Dawud).
 

Ya, tidak ada yang sebanding dengan puasa, dan itu membawa kita ke surga abadi sambil menjadikan dunia kita surga damai dan nyaman. Puasa membentuk akhlak yang baik. Dengan akhlak yang baik itulah kita kembali meraih derajat orang yang bepuasa lengkap dengan segenap amalan malamnya, meskipun ia tidak sedang berpuasa.
 

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah 

Sebagai ikhtisar dari semua itu, kita dapat mengambil sebuah pelajaran berharga dari puasa Ramadhan ini. Bahwa, jika kita tidak mampu melanggengkan amaliah-amaliah Ramadhan untuk dilakukan di bulan-bulan lainnya, maka cukuplah kita melanjutkan keberhasilan kita dalam meninggalkan hal-hal yang telah berhasil kita tinggalkan selama puasa.
 

Kita mungkin tidak punya banyak waktu untuk melanggengkan shalat malam, infak, sedekah, membaca Al-Quran, i’tikaf, dan kajian-kajian keislaman setelah Ramadhan ini. Itu tidak apa-apa, cukuplah Ramadhan sebagai waktu untuk menabung amal-amal tersebut. Namun, jangan sampai kita tidak mampu melanjutkan keberhasilan kita meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak berfaidah dan yang buruk yang telah kita capai di bulan kemarin. 
 

Dengan demikian, Ramadan berhasil membentuk karakter kita. Membentuk akhlak kita. Amalan yang telah kita lakukan secara istiqamahlah yang menjadi akhlak kita. Hanya dengan akhlak yang baiklah kita bisa mencapai derajat orang-orang yang berpuasa dan berqiyamullail di bulan Ramadhan, sebagaimana bunyi hadis yang telah kami bacakan di pembuka khutbah ini.
 

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ
 

Semoga kita semua dimudahkan oleh Allah dalam mengabadikan keberhasilan tersebut di bulan-bulan berikutnya ini. Saat ini kita juga memohon bersama-sama kepada Allah semoga seluruh amali kita di bulan Ramadan ini diterima oleh Allah dan seluruh dosa dan kesalahan kita diampuni, dihapuskan, dan diganti dengan kebaikan-kebaikan dari-Nya. Amin ya Rabbal 'alamin.
 

‎جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ، كُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ. آمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ. وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وارْحَم وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

 

Khutbah II
 

اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ … اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ … اَللهُ أَكْبَرُ.  اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. لآ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لآ إِلهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ  أَمَّا بَعْدُ

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. فَاللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنَّا صَلَاتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَسَائِرَ أَعْمَالِنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا فِيْ رَمَضَانَ وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يُقِيْمُهَا وَيُدِيْمُهَا وَيُحْيِيْهَا بَعْدَهُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

 

Dr. Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, MA.