Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
NU Online · Kamis, 19 Juni 2025 | 07:30 WIB
Sunnatullah
Kolomnis
Salah satu dampak buruk dari sifat tamak dan kurangnya rasa syukur adalah hilangnya ketenangan batin serta rusaknya hubungan dengan orang sekitar. Keduanya hanya akan mengikis kebahagiaan sejati, karena ketika seseorang terus membandingkan hidupnya, ia hanya akan terjebak dalam rasa tidak pernah cukup, padahal kebahagiaan justru lahir dari kemampuan mensyukuri apa yang ada, bukan dari mengejar apa yang belum dimiliki.
Naskah khutbah Jumat berikut ini dengan judul, “Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَنْزَلَ الْأَحْكَامَ لِإِمْضَاءِ عِلْمِهِ الْقَدِيمِ، وَأَجْزَلَ الْإِنْعَامَ لِشَاكِرِ فَضْلِهِ الْعَمِيمِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْبَرُّ الرَّحِيمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ بِالدَّيْنِ الْقَوِيمِ، الْمَنْعُوتُ بِالْخُلُقِ الْعَظِيمِ. صَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ وَالتَّسْلِيمِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الْكَرِيْمِ، فَإِنِّي أُوْصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ الْحَكِيْمِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولاً فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Puji syukur alhamdulillahi rabbil alamin, atas segala nikmat dan karunia yang telah Allah berikan kepada kita. Dialah yang telah memberikan kita semua rezeki yang cukup, hati yang bersyukur, dan jiwa yang menerima apa adanya. Maka hanya kepada-Nya kita bersyukur atas udara yang kita hirup, air yang kita minum, dan rezeki halal yang kita makan. Semoga semua ibadah yang kita lakukan ini menjadi ibadah yang diterima oleh-Nya dan menjadi tambahan pahala bagi kita.
Shalawat dan salam mari senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala alih wa shahbih, pembawa cahaya hidayah dan penuntun umat menuju kebenaran. Melalui keteladanannya, kita bisa belajar tentang arti bersyukur atas apa yang ada, tidak rakus, dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan sederhana. Semoga Allah mempertemukan kita dengannya di dalam surga yang abadi. Amin ya rabbal alamin.
Selanjutnya, sudah menjadi kewajiban bagi kami selaku khatib, untuk senantiasa mengingatkan diri sendiri dan jamaah sekalian. Maka perkenankan kami untuk mengingatkan semua yang hadir agar senantiasa berusaha memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah Dia berikan kepada kita, serta berusaha untuk berlepas diri dari belenggu ketamakan.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Sudah semestinya kita semua melatih diri untuk selalu bersyukur atas setiap karunia dan nikmat yang telah Allah berikan kepada kita semua. Nikmat sehat, keluarga yang rukun, dan rezeki yang halal, semua itu merupakan anugerah yang tak ternilai. Maka mensyukurinya merupakan keharusan yang tidak boleh kita tinggalkan, karena syukur adalah bukti keimanan dan pengakuan atas segala karunia yang Allah berikan kepada kita semua.
Mungkin di antara kita ada yang bekerja dari pagi hingga larut malam tapi masih merasa kekurangan. Ada yang punya rumah, kendaraan, dan gaji tetap tapi hatinya tetap resah. Mengapa semua itu bisa terjadi? Sebab hati itu tidak hanya soal harta, tapi tentang rasa cukup dan syukur.
Dan sebagaimana yang Allah janjikan kepada kita semua dalam firman-Nya, bahwa siapa saja yang pandai bersyukur atas apa yang ia terima, niscaya akan Dia tambahkan nikmat kepada-Nya, namun siapa saja yang tidak mau bersyukur dan bahkan mengingkari apa yang telah Allah berikan, maka azab-Nya sungguh pedih. Jani ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya, “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.’” (QS Ibrahim, [14]: 7).
Orang-orang yang bersyukur hakikatnya adalah orang yang telah diberi anugerah qana’ah oleh Allah. Mereka paham bahwa rezeki itu tidak diukur dari banyaknya harta, tetapi dari seberapa lapang dada menerima ketetapan Allah. Maka ketika kita bisa menerima dan mensyukuri apa yang ada dan apa yang telah kita terima, itu merupakan tanda bahwa kita adalah golongan orang-orang yang beruntung. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
Artinya, “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi rezeki yang cukup, dan Allah membuatnya merasa cukup dengan apa yang diberikan kepadanya.” (HR Muslim).
Mari kita renungi pesan yang terkandung dalam hadits di atas. Rasulullah tidak menyebut banyaknya harta sebagai tanda keberuntungan, sebab cukup dan qana’ah merupakan kuncinya. Bahkan rezeki yang sedikit jika cukup dan membuat hati tenang, jauh lebih berharga dari harta melimpah yang hanya menjadikan hidup semakin sengsara.
Karena itu, Imam Ibnul Jauzi menjelaskan Dalam kitab Kasyful Musykil, jilid I, halaman 106, bahwa kata aflaha artinya dia telah menang dan selamat. Adapun kafaf adalah rezeki yang mencukupi, ia tidak lebih dan tidak juga kurang, cukup untuk menjaga kehormatan dan kebutuhan hariannya. Kemudian qana’ah adalah ridha, puas, dan tenang dengan pemberian Allah, tanpa rakus mengejar dunia yang tak kunjung henti,
بِمَعْنَى فَازَ وَنَجَا، وَالْكَفَافُ مَا كَفَّ عَنِ الْاِحْتِيَاجِ وَكَفَى، وَالْقَنَاعَةُ الرِّضَا بِالْكَفَافِ وَتَرْكُ الشَّرَهِ إِلىَ الْاِزْدِيَادِ
Artinya, “Maknanya adalah frasa aflaha berarti beruntung dan selamat. Kafaf adalah sesuatu yang menutupi dari kebutuhan dan mencukupi. Sedangkan qana’ah adalah ridha terhadap kecukupan dan meninggalkan kerakusan untuk menambah lebih banyak.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Dengan demikian, jika menerima dan mensyukuri apa yang ada merupakan tanda keberuntungan, maka tamak adalah sumber kehancuran. Sebab, seringkali masalah kita tak disebabkan karena kita tidak punya, tetapi karena kita merasa belum cukup. Rumah sudah ada, tapi masih ingin yang lebih besar. Kendaraan sudah ada, tapi ingin yang lebih mewah. Anak-anak sehat dan bisa sekolah, tapi kita sibuk membandingkannya dengan anak orang lain.
Bukankah Rasulullah pernah berpesan kepada kita semua bahwa orang kaya sejati bukanlah mereka yang memiliki banyak harta, tetapi mereka yang memiliki kekayaan jiwa dengan merasa cukup dan mensyukuri apa yang ia miliki. Dalam salah satu haditsnya, Nabi bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةَ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Artinya, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pesan Rasulullah inilah yang sering dilupakan manusia saat ini, bahwa cukup itu tidak selalu perihal uang dan isi dompet, tapi soal hati yang menerima apa yang telah Allah berikan. Maka kita tidak perlu heran, jika di tengah keterbatasan orang yang bersyukur dan qana’ah bisa hidup lebih damai daripada mereka yang kaya tapi tak pernah merasa puas.
Imam Nawawi dalam kitab Syarhun Nawawi ‘alal Muslim, jilid V, halaman 140, bahwa kekayaan yang sejati bukanlah banyaknya harta, melainkan lapangnya jiwa dan sedikitnya tamak. Orang yang senantiasa ingin menambah dan tak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, sejatinya bukanlah orang kaya meski menumpuk banyak harta di tangannya,
وَمَعْنَى الْحَدِيْثِ: الْغِنَى الْمَحْمُوْدُ غِنَى النَّفْسِ وَشَبَعُهَا وَقِلَّةُ حِرْصِهَا لاَ كَثْرَةُ الْمَالِ مَعَ الْحِرْصِ عَلىَ الزِّيَادَةِ لِأَنَّ مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى
Artinya, “Maksud hadits: kekayaan yang terpuji adalah kekayaan jiwa, kenyang-nya jiwa, dan sedikitnya rasa rakus. Bukan banyaknya harta disertai ambisi untuk terus menambah, karena siapa saja yang terus mengejar tambahan maka ia tidak akan merasa cukup dengan apa yang ada padanya, maka ia tidak memiliki kekayaan yang sejati.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama merawat jiwa kita dengan rasa syukur dan qana’ah. Mari kita terima apa yang Allah tetapkan dengan lapang dada, dan jangan biarkan hati kita diperbudak oleh keinginan yang tak berujung. Sebab, sebanyak apa pun dunia yang kita dikumpulkan, tidak akan pernah cukup bagi hati yang kosong dari rasa cukup dan bersyukur.
Demikian adanya khutbah Jumat, perihal mensyukuri apa yang telah kita miliki serta menghindari sifat tamak dari dunia. Semoga menjadi khutbah yang membawa berkah dan manfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ
أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَّى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
3
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
4
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua