Khutbah

Khutbah Jumat: Keutamaan dan Adab Ziarah Makam Nabi

Kam, 14 Juli 2022 | 19:30 WIB

Khutbah Jumat: Keutamaan dan Adab Ziarah Makam Nabi

Khutbah Jumat: Keutamaan dan Adab Ziarah Makam Nabi

Khutbah Jumat ini menjelaskan kepada umat Islam tentang keutamaan dan adab ketika kita berziarah ke makam nabi Muhammad saw yang terletak di Masjid Nabawi Kota Madinah. Rasulullah adalah orang paling mulia yang pernah dilahirkan di muka bumi ini. Ia adalah sosok yang mampu memberi syafaat di hari kiamat. Oleh karenanya, umat Islam harus sering bershalawat kepadanya dan jika diberi kesempatan dan kemampuan harus berziarah ke makamnya.

  

Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul "Khutbah Jumat: Keutamaan dan Adab Ziarah Makam Nabi". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)

 

Khutbah I

 

الحَمْدُ للهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ،


أَمَّا بَعْدُ، عِبَادَ الرَّحْمٰنِ، فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ المَنَّانِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا (النساء: 64)


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Takwa adalah sebaik-baik bekal untuk meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Oleh karena itu, khatib mengawali khutbah yang singkat ini dengan wasiat takwa. Marilah kita semua selalu meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala dengan melaksanakan semua kewajiban dan meninggalkan segenap larangan.


Saudara-saudara seiman,
Salah satu amaliah yang hampir pasti dilakukan oleh setiap calon jamaah haji dan umrah adalah berziarah ke makam makhluk yang paling dicintai Allah subhanahu wata’ala, yaitu baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah amalan sunnah yang mendekatkan diri kita kepada Allah ta’ala. Untuk lebih jelasnya, kita simak khutbah Jumat siang ini yang mengupas tentang keutamaan dan adab berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Surat an-Nisa: 64 yang kami baca di awal khutbah menjelaskan kepada kita bahwa orang yang menzalimi dirinya dengan melakukan kemusyrikan, kekufuran atau dosa apa pun di bawah kekufuran dan syirik, kemudian mendatangi Rasulullah dalam keadaan bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukannya, maka sungguh Allah akan menerima taubatnya dan menghapus dosanya. Firman Allah yang artinya: “mereka datang kepadamu” adalah ditujukan (khithab) kepada Nabi. “Mendatangi Nabi” yang dimaksud dalam ayat tersebut tidak terbatas pada saat beliau masih hidup namun mencakup juga mendatangi Nabi setelah beliau meninggal dunia atau berziarah ke makam Nabi.


Imam an-Nawawi dalam al-Idhah fi Manasik al-Hajj wa al-‘Umrah meriwayatkan bahwa ada seorang Arab pedalaman datang ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berucap:


اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا (النساء: ٦٤) وَقَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَجِئْتُكَ مُسْتَغْفِرًا مِنْ ذَنْبِيْ


Salam untukmu, Wahai Utusan Allah. Allah ta’ala berfirman yang maknanya: “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menzalimi dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa’: 64). Maka aku telah menzalimi diriku dan aku mendatangimu dalam keadaan memohon ampun atas dosa-dosaku kepada Tuhanku.”


Lalu orang Arab pedalaman itu berlalu. Saat kejadian itu ada seseorang di dekat makam Nabi yang mendengar perkataan orang Arab pedalaman tersebut. Orang ini tertidur setelah Arab pedalaman itu pergi. Dalam mimpinya, ia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan berkata kepadanya:

 
أَدْرِكِ الْأَعْرَابِيَّ وَقُلْ لَهُ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَكَ


Susullah orang Arab pedalaman itu dan katakan kepadanya, Allah telah mengampuni dosa-dosamu.”


Saudara-saudaraku para pecinta Rasulullah,
Dengan demikian, orang yang pergi menyengaja menuju makam Nabi shallallau ‘alaihi wasallam dengan tujuan berziarah, mengucapkan salam kepadanya, bertawassul dan bertabarruk (mencari berkah) dengannya, maka hal itu adalah kebaikan yang bernilai pahala.


Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari Malik ad-Dar yang merupakan bendahara Umar bin Khattab bahwa seorang sahabat yang bernama Bilal bin Harits al-Muzani menyengaja mendatangi makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di masa pemerintahan Sayyidina Umar  radhiyallahu ‘anhu dan berkata:


يَا رَسُوْلَ اللهِ أَدْرِكْ أمَّتَكَ فَإِنَّهُمْ قَدْ هَلَكُوْا


Wahai Rasulullah, doakanlah kepada Allah untuk keselamatan ummatmu, karena mereka benar-benar binasa (karena lama tidak turun hujan).” Maka Rasulullah mendatanginya dalam mimpi dan berkata kepadanya: “Akan diturunkan hujan untuk mereka.” Ketika bangun tidur, ia mendatangi Sayyidina Umar lalu memberitahukan kepadanya, maka Umar pun menangis."

Hadits ini dinilai shahih oleh para ulama hadits.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sedangkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:


لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ المَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِيْ هٰذَا


Tidaklah dianjurkan melakukan perjalanan kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjidku (Masjid Nabawi)


Hadits ini sama sekali tidak mengharamkan perjalanan dengan tujuan berziarah ke Makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada seorang pun ulama muktabar yang memahami seperti itu. Makna hadits tersebut bahwa kita tidak perlu melakukan perjalanan ke sebuah masjid dalam rangka melakukan shalat di sana kecuali masjid yang dituju adalah salah satu dari tiga masjid tersebut, karena shalat tidak dilipatgandakan pahalanya di masjid mana pun kecuali di salah satu dari tiga masjid itu. Pahala shalat di Masjidil Haram dilipatgandakan sebanyak 100.000 kali lipat. Di Masjid Nabawi sebanyak 1.000 kali lipat. Dan di Masjidil Aqsha sebanyak 500 kali lipat. Adapun shalat di masjid-masjid yang lain, di daerah manapun, pahalanya sama.


Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Talkhish al-Habir mengutip dari sebagian ulama menegaskan bahwa tiga masjid tersebut sebetulnya sama dengan masjid-masjid yang lain dalam statusnya sebagai masjid. Tidak ada yang membuat ketiganya berbeda dan istimewa dari masjid-masjid yang lain sehingga dianjurkan untuk bepergian ke sana dan berkunjung ke sana untuk beribadah di dalamnya kecuali karena masjid-masjid tersebut adalah bangunan para nabi, pusat-pusat dakwah mereka dan tempat yang paling sering digunakan oleh mereka untuk beribadah dan membimbing ummat.

 

Jika berkunjung ke masjid-masjid tersebut adalah dianjurkan berdasarkan hadits ini, maka mengunjungi para nabi yang membangunnya dan beribadah serta berdakwah di sana lebih dianjurkan dan lebih layak dilakukan perjalanan ke sana. Ini adalah pengambilan dalil dengan mafhum al-aula seperti ditegaskan oleh para ulama ushul fikih.


Pemahaman dan penafsiran seperti ini sangat terang benderang bagi orang yang Allah terangi hatinya. Sedangkan orang yang memahami dari hadits ini larangan untuk melakukan perjalanan dalam rangka berziarah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam atau ziarah kubur secara umum, maka ia telah terjatuh ke dalam kesalahpahaman yang parah.


Pemahaman tersebut berdasarkan hadits lain riwayat Imam Ahmad yang derajatnya hasan sebagai berikut:


لاَ يَنْبَغِيْ لِلْمَطِيِّ أَنْ تُشَدَّ رِحَالُهُ إِلَى مَسْجِدٍ يُـبْتَغَى فِيْهِ الصَّلاَةُ غَيْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْمَسْجِدِ الأَقْصَى وَمَسْجِدِيْ هَذَا (رواه أحمد وحسّنه الحافظ ابن حجر والهيثمي)  


Tidak selayaknya bepergian jauh ke sebuah masjid untuk tujuan shalat di sana selain ke Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjidku ini” (HR. Ahmad dan dihasankan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan al-Hafizh al Haytsami)


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Setelah penjelasan ini, tampak nyata bagi kita bahwa berziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah salah satu bentuk ketaatan kepada Allah yang sangat agung dan hal ini tidaklah diingkari kecuali oleh orang yang terhalang dan dijauhkan dari kebaikan. Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


مَنْ زَارَ قَبْرِيْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِيْ (رواه الدارقطني)


Barang siapa berziarah ke makamku, maka ia akan mendapatkan syafa’atku.” (HR. ad-Daraquthni)


Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:


مَنْ حَجَّ فَزَارَ قَبْرِيْ بَعْدَ وَفَاتِي فَكَأَنَّمَا زَارَنِي فِي حَيَاتِي (رواه الطبراني والبيهقي)


Orang yang berhaji, lalu berziarah ke makamku setelah aku meninggal, maka seakan ia telah mengunjungiku saat aku masih hidup.” (HR. ath-Thabarani dan al-Baihaqi)


Hadirin jamaah shalat Jum’at yang berbahagia,
Di antara perkara yang disunnahkan bagi peziarah agar ia meniatkan bersamaan dengan ziarah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, juga niat mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan perjalanan ke Masjid Nabawi dan mengerjakan shalat di sana.


Disunnahkan pula bagi peziarah untuk mandi sebelum berziarah dan memakai pakaian yang paling bersih. Kemudian melakukan shalat tahiyyatul Masjid di Raudlah atau bagian lain dari Masjid Nabawi. Lalu hendaklah bersyukur kepada Allah atas nikmat yang agung ini dan memohon kepada Allah agar menyempurnakan tujuannya dan menerima ziarahnya. Kemudian ia mendatangi makam Nabi, menghadap dinding makam, berdiri memandang ke arah bawah dinding makam yang ada di hadapannya, sambil menahan pandangannya dalam suasana khidmat dan pengagungan, mengosongkan hati dari semua urusan duniawi, menghadirkan di hati keagungan Nabi Muhammad yang ia ziarahi, kemudian mengucapkan salam dan tidak mengeraskan suara, melainkan dengan suara yang sedang dan berucap:


اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللهِ سَمِعْتُ أَنَّ اللهَ يَقُوْلُ: وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا (النساء: ٦٤)  وَقَدْ جِئْتُكَ مُسْتَغْفِرًا مِنْ ذَنْبِيْ مُسْتَشْفِعًا بِكَ إِلَى رَبِّيْ


Salam untukmu, Wahai utusan Allah. Aku telah mendengar Allah ta’ala berfirman yang maknanya: “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa’: 64). Maka aku mendatangimu dalam keadaan memohon ampun atas dosa-dosaku kepada Tuhanku dengan bertawassul denganmu kepada-Nya.”.


Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Akhirnya, kita berdoa semoga Allah memuliakan kita dengan anugerah melihatnya dalam mimpi dan dalam keadaan jaga menjelang berakhirnya usia kita, memampukan kita berziarah ke makamnya dan memperoleh syafaatnya. Amin ya Rabbal ‘Alamin.


اَللّٰهُمَّ ارْزُقْنَا زِيَارَتَهُ وَشَفَاعَتَهُ وَرُؤْيَتَهُ فِيْ الْمَنَامِ وَعِنْدَ الْمَمَاتِ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.


Khutbah II


اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.


 أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.


Ustadz Nur Rohmad, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur.