Khutbah

Khutbah Jumat: Pasca-Puasa dan Zakat, Teruslah Menebar Manfaat

NU Online  ·  Jumat, 4 April 2025 | 05:00 WIB

Khutbah Jumat: Pasca-Puasa dan Zakat, Teruslah Menebar Manfaat

Ilustrasi sedekah. (Foto: NU Online)

Bulan Ramadhan telah berlalu. Kita telah berpuasa dan menunaikan zakat fitrah sebagai penyempurnanya. Namun, tugas kita sebagai hamba Allah tidak berhenti di sini. Justru, setelah Ramadhan, kita harus semakin giat menebar manfaat kepada sesama.

 

Naskah khutbah Jumat berikut ini dengan judul: “Khutbah Jumat: Pasca-Puasa dan Zakat, Teruslah Menebar Manfaat”. Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!

 

Khutbah I

 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى : يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Menjadi sebuah keniscayaan bagi kita semua untuk senantiasa memanjatkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat yang tak bisa kita hitung satu persatu. Oleh karena itu, mari kita ungkapkan rasa syukur tersebut biqauli Alhamdulillahirabbilalamin. Mudah-mudahan rasa syukur yang kita ungkapkan dari lisan kita, dari hati kita, dari tindakan kita, akan menjadi asbab, asbab wasilah dilipatgandakannya nikmat yang telah kita terima.

 

Selain rasa syukur tersebut, mari kita juga menyampaikan shalawat dan salam kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang merupakan uswatun hasanah dan suri tauladan bagi kita semua tentang bagaimana cara bersyukur kepada Allah. Beliau telah mendidik umatnya untuk senantiasa menyadari bahwa semua berasal dari Allah dan akan kembali kepadanya. Mudah-mudahan kita senantiasa menjadi umatnya yang akan mendapatkan syafaatnya di Yaumul Qiyamah.

 

Pada kesempatan yang mulia ini, khatib juga berwasiat kepada seluruh jamaah dan khatib pribadi untuk senantiasa menguatkan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dalam artian menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya. 

 

Terlebih setelah pelaksanaan puasa satu bulan penuh di bulan Ramadan kita berharap ketakwaan yang ada dalam hati dan diri kita akan semakin kuat. Karena perlu kita ingat tujuan utama dari syariatkannya ibadah puasa adalah mencetak pribadi bertakwa. Jika pasca-puasa kita masih saja dengan gampang tidak menjalankan perintah Allah dan mudah melakukan larangan-Nya berarti kita tidak mendapatkan buah dari puasa. Allah berfirman di dalam surat al-Baqarah ayat 183:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Ibadah puasa Ramadhan yang sudah kita laksanakan bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih kesabaran, kepedulian, dan ketaatan kepada Allah. Selama sebulan penuh, kita berusaha menahan diri dari segala perbuatan yang dapat mengurangi pahala ibadah, sekaligus meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah. Ramadhan menjadi ajang pembelajaran bagi kita untuk memperbaiki diri dalam aspek spiritual maupun sosial.

 

Kemudian di penghujung Ramadhan, kita diwajibkan menunaikan zakat fitrah sebagai bentuk pembersihan jiwa dan penyempurna ibadah puasa. Zakat ini menjadi simbol kepedulian sosial dengan membantu mereka yang kurang mampu agar turut merasakan kebahagiaan di hari kemenangan. 

 

Namun, semangat ibadah dan kepedulian sosial ini tidak boleh berhenti di sini. Ramadhan seharusnya menjadi titik awal untuk terus menebar manfaat setelahnya. Setelah menjalankan ibadah puasa dan menunaikan zakat, saatnya umat Islam bertransformasi menjadi pribadi yang lebih dermawan dan peduli serta peka terhadap lingkungan sekitar. 

 

Tidak hanya dalam bentuk zakat, tetapi juga melalui sedekah, infaq, serta berbagai aksi sosial yang bermanfaat bagi sesama. Inilah makna sejati dari Ramadhan, yakni membentuk insan yang lebih baik dan memberikan manfaat bagi orang lain.

 

Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Jabir berikut:  

 

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

 

Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (lainnya).” 

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Perlu kita sadari bahwa keberkahan hidup tidak hanya diukur dari ibadah ritual, tetapi juga dari seberapa besar kita bisa memberi manfaat kepada orang lain. Puasa Ramadan mengajarkan kita tentang kesabaran, keikhlasan, dan empati terhadap sesama, serta mengingatkan kita untuk terus berbagi setelahnya.

 

Puasa di bulan Ramadhan dapat diibaratkan seperti metamorfosis ulat yang berubah menjadi kupu-kupu. Ulat, dalam fase awal kehidupannya, dikenal sebagai makhluk perusak. Saat berada di daun, ia memakan dan merusak dedaunan. Ketika berada di buah, ia menyebabkan kebusukan. Bahkan, jika berada di dalam kayu pohon, ia dapat melemahkan dan menumbangkan pohon tersebut. Kehidupan ulat penuh dengan kerakusan dan kerusakan, tanpa kendali dan tanpa batas.

 

Namun, ketika tiba waktunya, ulat memasuki fase kepompong, sebuah proses "meditasi" alami di mana ia menghentikan semua aktivitasnya, tidak makan, tidak minum, dan diam dalam waktu tertentu. Dalam fase ini, ulat seolah-olah sedang menjalani latihan penyucian diri, meninggalkan sifat merusaknya dan mengalami perubahan besar dari dalam.

 

Hasil dari proses ini sungguh menakjubkan. Setelah keluar dari kepompong, ia berubah menjadi kupu-kupu yang indah, yang setiap orang akan merasa senang melihatnya. Kupu-kupu tidak lagi rakus seperti ulat; ia terbang tinggi menunjukkan keagungannya dan hanya memilih makanan yang baik, seperti nektar bunga, tidak lagi memakan segala sesuatu yang ada di hadapannya.

 

Begitu pula dengan puasa. Kita manusia memiliki kebiasaan buruk —rakus, merusak, atau tidak terkendali— belajar untuk menahan diri, berpuasa bukan hanya dari makanan dan minuman, tetapi juga dari sifat-sifat buruk. Puasa menjadi momen refleksi dan penyucian diri, agar setelahnya seseorang bisa lahir kembali sebagai pribadi yang lebih baik, lebih bersih, lebih terarah, dan lebih bermanfaat bagi sekitarnya. 

 

Seperti kupu-kupu yang akhirnya bisa terbang bebas dengan keindahan dan kebijaksanaannya, manusia yang berpuasa dengan penuh kesungguhan pun akan mencapai derajat yang lebih tinggi di sisi Allah dan di mata sesama manusia.

 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Oleh karena itu mari kita senantiasa memaksimalkan hasil puasa dalam wujud peningkatan ibadah dan kepedulian kepada sesama dengan terus menebar manfaat. Jangan sampai semangat ibadah kita hanya ada di bulan Ramadhan saja. Tingkatkan terus amal ibadah, seperti shalat berjamaah, membaca Al-Qur'an, dan berinfaq.

 

Mari perbanyak juga kepedulian kepada sesama dan saling membantu meringankan masalah orang lain dengan kemampuan yang kita miliki masing-masing. Dalam Sunan At-Tirmidzi Jilid 2 Rasulullah SAW yang bersabda:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: مَنْ نَفْسَ عَنْ مُؤْمِن كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ سَتَرَهُ اللهُ في الدُّنْيَا وَالْآخِرَة وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ

 

Artinya: "Barangsiapa menghilangkan satu kesulitan dari seorang mukmin ketika di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi keburukan seorang muslim, Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya." (HR Muslim).

 

Semoga Allah senantiasa menjadikan kita seperti seekor kupu-kupu yang mampu memberikan manfaat kebaikan kepada orang lain bukan seperti ulat yang selalu merusak apa yang ada di sekitarnya. Amin

 

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ

 

Khutbah II

 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا اَمَرَ، اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ اِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَ كَفَرَ، وَ اَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَاِئِقِ وَالْبَشَرِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْراً۰ اَمَّابَعْدُ، فَيَاعِبَادَ ﷲ اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَاتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ

 

إِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَائِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ، وَأَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ مِنْ جِنِّهِ وَإِنْسِهِ، فَقَالَ قَوْلًا كَرِيْمًا: اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّ، يٰۤـاَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيمًا

 

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأْهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ،  اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ، اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

 

عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

H. Muhammad Faizin, Sekretaris MUI Provinsi Lampung