Gaji Suami Tak Mencukupi Kebutuhan Keluarga, Bolehkah Istri Gugat Cerai?
NU Online · Kamis, 19 Juni 2025 | 07:00 WIB
Muqoffi
Kolomnis
Tidak semua suami memiliki gaji atau penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan keluarga, terlebih di era sekarang yang kondisi ekonomi nasional dan global sedang tidak baik baik saja. Dalam kondisi seperti ini, apakah istri boleh menggugat cerai suami?
Sebenarnya, menggugat cerai suami dalam kondisi tersebut boleh dilakukan, namun seorang istri perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang telah digariskan dalam Islam karena tidak semua kasus gaji sedikit dan tidak cukup menafkahi istri menjadi landasan untuk menggugat cerai suami. Terkait hal ini, Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menjelaskan:
أنه إذا أعسر الزوج مالاً وكسباً لائقاً بأقل نفقة أو كسوة أو مهر وجب قبل وطء ولم تصبر زوجته فلها الفسخ
Artinya, “Jika suami tidak mampu dalam harta dan pekerjaan yang layak dengan nafkah paling minimal, pakaian, atau mas kawin yang disyaratkan sebelum berhubungan badan, dan istri tidak sabar, maka ia boleh menggugat cerai.” (Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Hasyiah I’anah Ath-Thalibin, [Lebanon, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1971], jilid IV, halaman 138).
Berdasarkan keterangan tersebut, suami yang memiliki pekerjaan dengan gaji minim sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, maka seorang istri boleh menggugat cerai. Hal ini tentu saja jika keadaannya memenuhi ketentuan berikut:
Pertama, gaji suami tidak cukup memenuhi salah satu dari tiga hal, yaitu nafkah, pakaian, atau mas kawin, sebagaimana keterangan di atas. Hal ini tidak berlaku untuk kebutuhan yang lain, seperti lauk-pauk makanan dan pelayan. Meskipun seorang istri tidak merasakan makanan yang enak tanpa lauk-pauk dan juga tidak ada pelayan yang bisa menyelesaikan tugas rumah tangga, maka istri tidak punya hak untuk menggugat cerai suaminya.
Hal demikian karena istri masih bisa bertahan hidup meskipun makan tanpa lauk-pauk, sebagaimana uraian berikut:
وإن أعسر بالأدم لم يثبت لها الفسخ لأن البدن يقوم بالطعام من غير أدم، وإن أعسر بنفقة الخادم لم يثبت لها الفسخ لأن النفس تقوم بغير خادم
Artinya: "Jika suami tidak mampu menyediakan lauk-pauk, maka istri tidak berhak mengajukan fasakh, karena tubuh masih bisa berdiri dengan makanan tanpa lauk-pauk. Jika suami tidak mampu nafkah pelayan, maka istri tidak berhak mengajukan fasakh, karena jiwa bisa bertahan tanpanya." (Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhaddzab fi Fiqhil Imam Asy-Syafi’i, Jilid II, halaman 54)
Kedua, gaji suami sangat minim sehingga tidak mampu menafkahi istri dalam ukuran nafkahnya orang miskin, yaitu satu mud (ukuran yang setara dengan bobot 675 gram/6,75 ons beras). Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi menjelaskan:
وإن أعسر ببعض نفقة المعسر ثبت لها الخيار
Artinya, “Jika suami tidak mampu memenuhi sebagian nafkah orang miskin, maka istri berhak memilih untuk merusak pernikahan.” (Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhaddzab..., Jilid II, halaman 54).
Gugat cerai ini diperbolehkan, karena satu mud dianggap sebagai batas minimal kebutuhan pangan harian yang memungkinkan seseorang bertahan hidup secara fisik, sehingga jika gaji suami tidak cukup memberi nafkah sebesar satu mud, maka dapat mengancam kehidupan istri. Sejalan dengan argumentasi Asy-Syirazi berikut:
لأن البدن لا يقوم بما دون المد
Artinya, ”Karena badan tidak bisa bertahan hidup dengan nafkah yang kurang dari satu mud." (Imam Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Muhaddzab..., Jilid II, halaman 54).
Begitu juga pernyataan Ibnu Hajar Al-Haitami:
وهو من جهة المقدار (مد على معسر) إذ النفس لا تقوم بدونه غالباً
Artinya, ”Itu dari sisi ukuran (yaitu satu mud bagi orang miskin), karena pada umumnya nyawa tidak akan bertahan tanpa satu mud.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj Bisyarhil Minhaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1971], jilid III, halaman 503)
Ketiga, status gaji tidak cukup itu harus melalui ketetapan dari hakim atau muhakkam, dengan adanya pengakuan dari suami atau dengan keberadaan saksi. Istri tidak cukup sendirian dalam memastikan kondisi ekonomi suami.
Dengan demikian, melaporkan kepada hakim atau muhakkam merupakan langkah wajib yang harus ditempuh istri dalam menggugat cerai suami. Tidak boleh menjatuhkan sendiri secara langsung sebagaimana praktik suami menceraikan istri.
Syekh Burhanuddin Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan:
وطريق الفسخ ان ترفع الأمر إلى القاضي او المحكم بشرطه و يثبت عنده اعسار الزوج باقراره او ببينة
Artinya, “Cara gugat cerai adalah dengan mengajukan perkara kepada hakim atau muhakkam dengan syaratnya, dan terbukti di hadapannya bahwa suami dalam keadaan tidak mampu, baik dengan pengakuan suami sendiri ataupun dengan bukti.” (Syekh Burhanuddin Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiah Syekh Ibrahim Al-Baijuri Ala Fathil Qarib Al-Mujib, [Lebanon, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1971], jilid II, halaman 361).
Demikian ini jika istri tidak sabar dengan kondisi ekonomi suami. Adapun jika sabar dan siap menerima apa adanya, maka istri dapat memilih langkah bertahan untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. Setia mendampingi suami untuk terus berjuang mencari solusi dalam persoalan finansial.
Untuk kebutuhan nafkah sahari-hari dapat dilakukan dengan cara meminjam yang tanggungjawab membayarnya ada pada suami. Alangkah sangat baik juga jika istri merelakan hartanya sendiri untuk menfasilitasi kebutuhan nafkah. Sebagaimana penjelasan Syekh Sulaiman Al-Bujairami berikut:
وإن (أعسر) الزوج (بنفقتها) المستقبلة لتلف ماله مثلاً فإن صبرت بها وأنفقت على نفسها من مالها أو مما اقترضته صار ديناً عليه
Artinya, “Bila suami tidak mampu mencukupi kebutuhan istrinya di masa mendatang akibat rusaknya harta, misalnya, dan istrinya bersabar dan membelanjakan hartanya sendiri atau dari hasil pinjamannya, maka hal itu menjadi utang atas suaminya.” (Syekh Sulaiman Al-Bujairami, Hasyiyah Al-Bujairami 'alal Khatib, [Lebanon, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 1996], jilid IV, halaman 470).
Walhasil, dapat disimpulkan bahwa istri boleh menggugat cerai suami jika gajinya tidak cukup memenuhi nafkah namun harus memenuhi ketentuan-ketentuan, yaitu tidak cukup memenuhi nafkah makan, pakaian atau mas kawin, gaji suami sangat minim sehingga tidak sampai satu mud, dan sudah ditetapkan oleh hakim atau muhakkam tentang tidak cukupnya suami menafkahi.
Namun demikian, alangkah baiknya jika istri memilih untuk tetap bersabar dan tetap hidup bersama suami di mana kebutuhan nafkah difasilitasi dari harta istri atau melakukan pinjaman di mana tanggung jawab melunasi ada di tangan suami. Bisa jadi, beberapa waktu ke depan datang rezeki tak terduga dan gaji atau penghasilan suami lebih meningkat. Wallahu a’lam.
Ustadz Muqoffi, Guru di Pesantren Gedangan dan Dosen IAI NATA Sampang Madura.
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
3
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
4
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
5
Terima Dubes Afghanistan, PBNU Siap Beri Beasiswa bagi Mahasiswa yang Ingin Studi di Indonesia
6
Eskalasi Konflik Iran-Israel, Saling Serang Titik Vital di Berbagai Wilayah
Terkini
Lihat Semua