Ramadhan

4 Pendapat di Balik Penamaan Lailatul Qadar

Ahad, 9 Mei 2021 | 12:00 WIB

4 Pendapat di Balik Penamaan Lailatul Qadar

Lailatul qadar setara dengan seribu bulan merupakan fasilitas secara khusus bagi umat Nabi Muhammad.

Al-Qur’an dan hadist menyebutkan bahwa pada bulan Ramadhan terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Malam mulia itu disebut lailatul qadar, yaitu malam kemuliaan dan keutamaan (lailatusy syaraf wal fadl). Pada malam tersebut Allah menurunkan Al-Qur’an kepada malaikat Jibril di langit dunia, setelah itu diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam secara berangsur-angsur. Bila umat Islam melakukan kebaikan pada malam itu, maka nilainya lebih baik dari mengerjakan kebaikan selama seribu bulan atau sekitar 84 tahun. Lailatul qadar disebut dengan lailatul qadar tidak lepas dari beberapa kejadian di dalamnya. Ada beberapa pendapat ulama yang memberikan alasan di balik penamaan tersebut.


Imam al-Hafiz al-Faqih al-Qadhi Waliyuddin Abu Zur’ah Ahmad bin ‘Abdurrahim bin Husain al-‘Iraqi (762-826 H)—atau yang biasa disebut dengan nama Al-‘Iraqi. Dalam kitab Syarhus Sadri bi Dzikri Lailatil Qadri mengatakan, ulama kelahiran Mehran, pinggir sungai Nil, Mesir ini mengatakan bahwa ada 4 pendapat ulama di balik penamaan lailatul qadar.


Pertama, karena pada malam tersebut Allah subhanahu wa ta’ala menetapkan rezeki, ajal, dan kejadian alam pada tahun setelahnya. Setelah itu, Allah menyerahkan semua ketetapan itu pada para malaikat. Arti qadr salah satunya adalah takdir. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Ad-Dukhan,


فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ


Artinya, “Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (QS Ad-Dukhan: 4).


Dengan adanya ayat di atas, pada malam mulia itu disebut dengan malam lailatul qadar, yaitu malam yang Allah tampakkan semua kepastian takdir kepada para malaikat.


Kedua, karena sangat agung dan mulianya malam itu, sehingga disebut dengan lailatul qadar. Qadr juga berarti kemuliaan. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Qadr,


اِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (١) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (٢) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (٣)


Artinya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (QS Al-Qadr: 1-3).


Ayat di atas menjadi sebuah bukti bahwa amal kebaikan umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan kalah dengan amal kebaikan umat nabi sebelumnya, meski secara umum umur umat Nabi Muhammad antara 60-70 tahun, sedangkan umat nabi sebelumnya ada yang 500-1000 tahun. Keutamaan dan kemuliaan lailatul qadar hanya Allah khususkan untuk umat Nabi Muhammad. Semua itu tidak lepas dari sebuah kejadian yang dialami Rasulullah, yaitu saat dihadapkan kepadanya semua gambaran amal kebaikan umatnya. Ketika Rasulullah melihat gambaran tersebut, seakan jauh dibanding umat nabi sebelumnya, maka Allah subhanahu wata’ala memberikan lailatul qadar yang mempunyai nilai keutamaan sebanding dengan seribu bulan. (Syekh Muhammab bin ‘Abdul Baqi bin Yusuf az-Zarqani, Syarhuz Zarqani, juz 2, h. 285). 


Ketiga, karena orang-orang yang beribadah pada malam tersebut akan mendapatkan keutamaan luar biasa yang tidak bisa ditemukan selain pada bulan Ramadhan, serta akan menambah kedekatannya dengan Allah subhanahu wata’ala. Keempat, karena setiap kebaikan yang dilakukan pada malam tersebut mempunyai nilai lebih dibanding dengan ibadah pada selain malam qadar, dan ini merupakan pemberian khusus kepada umat Nabi Muhammad. Namun, ulama berbeda pendapat perihal apakah ini merupakan pemberian khusus kepada umat Nabi Muhammad atau tidak. Menurut riwayat Imam Malik (dan ini yang paling disepakati) dalam kitab al-Muwattha’ menyebutkan:
 

قال مالك فيه إنه سمع من يثق به من أهل العلم يقول إن رسول الله ﷺ  أرى أعمار الناس قبله أو ما شاء الله من ذلك فكأنه تقاصر أعمار أمته أن لا يبلغوا من العمل مثل الذي بلغ غيرهم في طول العمر فأعطاه الله ليلة القدر خير من ألف شهر


Artinya, “Berkata Imam Malik dalam (kitab al-Muwattha’) diambil dari ulama yang dipercaya, termasuk ahli ilmu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya (yang sangat panjang) sesuai dengan kehendak Allah dari semua itu, sampai (akhirnya) usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tidak bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelumnya, mereka beramal karena panjangnya usia mereka. Maka Allah memberikan Rasulullah lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan” (HR Malik).


Hadist tersebut menjadi bukti bahwa ditetapkannya lailatul qadar setara dengan seribu bulan merupakan fasilitas secara khusus bagi umat Nabi Muhammad apabila ingin mendapatkan banyak pahala. Karena bagaimanapun, jika dibandingkan dengan usia umat sebelumnya, usia mereka jauh panjang dari umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.


Syekh Syamsuddin al-Qurthubi justru menampilkan pendapat lebih banyak dari pendapat Imam al-‘Iraqi di atas. Dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an mengatakan, bahwa ulama berbeda pendapat di balik sebab penamaan lailatul qadar. Di antaranya, pertama, menurut Imam az-Zuhri karena agung dan mulianya malam tersebut. Kedua, karena nilai kebaikan yang dilakukan pada malam lailatul qadar mendapatkan nilai yang sangat berlipat ganda dibanding malam yang lain. Ketiga, menurut Syekh Abu Bakar, karena orang yang tidak mempunyai nilai mulia dan keutamaan, akan menjadi orang mulia dan utama di sisi Allah apabila beribadah pada malam tersebut. Keempat, karena pada malam itu merupakan malam diturunkannya kitab mulia, pada utusan mulia, dan umat yang mulia pula. Kelima, karena menjadi malam turunnya para malaikat yang mempunyai derajat dan kemuliaan. Keenam, karena merupakan malam dimana Allah menurunkan kebaikan, berkah, dan ampunan. Ketujuh, karena pada malam tersebut Allah memastikan rahmat bagi orang mukmin. Kedelapan, karena bumi menjadi sempit sebab dipenuhi oleh para malaikat yang mulia. (Syekh Syamsuddin al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, juz 20, h. 130)

 

Sunnatullah, santri sekaligus pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop Bangkalan Jawa Timur.