Ramadhan

Detail Solusi Lupa Niat Puasa, Catat Selengkapnya!

Sab, 16 Maret 2024 | 08:00 WIB

Detail Solusi Lupa Niat Puasa, Catat Selengkapnya!

Ilustrasi detail solusi lupa niat puasa. (freepik).

Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap muslim yang sudah mencukupi syaratnya. Keabsahan puasa Ramadhan tidak luput dari niat di malam hari, mulai tenggelamnya matahari hingga sebelum terbitnya fajar. Keterangan ini selaras dengan sabda Nabi saw yang berbunyi:
 

مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
 

Artinya, “Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya.” (HR Abu Dawud).
 

Menilik hadist tersebut, orang yang tidak melakukan niat puasa fardhu pada malam hari maka puasanya tidak sah. Lantas, apakah orang lupa niat saat malam hari puasanya dapat dihukumi sah? Bagaimana solusinya?
 

Kalangan ulama fiqih mazhab Syafi’i menawarkan langkah solutif bagi orang yang lupa belum berniat puasa Ramadhan di malam hari, agar puasanya tetap sah. Yaitu dengan cara melakukan niat puasa di pagi hari hingga pertengahan siang hari seraya bertaqlid atau mengikuti Imam Abu Hanifah. Syekh Dr Muhammad bin Ali Ba’athiyah dalam kitabnya Ghayatul Muna menjelaskan:
 

وَلَوْ نَوَى مِنْ طُلُوْعِ الْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ لِلْحَدِيْثِ السَّابِقِ. وَقِيْلَ يَصِحُّ كَمَا فِي سَائِرِ الْعِبَادَاتِ حَيْثُ أَنَّ زَمَنَهَا أَوَّلُ الْعِبَادَةِ وَهُوَ أَيْضًا هُنَا، نَعَمْ لَهُ أَنْ يَنْوِيَ فِي أَوَّلِ الْيَوْمِ الَّذِيْ نَسِيَ تَبْيِيْتَ النِّيَّةِ لَيْلًا فِيْهِ وَيَصِحُّ صِيَامُهُ عِنْدَ الْاِمَامِ أَبِي حَنِيْفَةَ إِنْ قَلَّدَهُ
 

Artinya: “Apabila seseorang berniat dari terbitnya fajar maka puasanya tidak sah karena hadis yang telah lewat. Menurut satu pendapat hukumnya tetap sah, sebagaimana pelaksanaan ibadah lainnya sekira waktunya merupakan permulaan ibadah. Dan ini juga demikian, ya diperbolehkan bagi seseorang tersebut untuk berniat di awal masuknya hari dimana ia lupa berniat di malam harinya. Dan puasanya tetap dihukumi sah menurut pendapat Imam Abu Hanifah jika ia bertaqlid kepadanya.” (Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba’athiyah Ad-Dau’ani, Ghayah Al-Muna Syarh Safinah An-Naja, [Hadramaut: Maktabah Tarim Al-Haditsah], halaman 571).
 

Lebih detail mengenai pendapat mazhab Hanafi ini, Syekh Abdurrahman Al-Jaziri (wafat 1360 H) dalam ensiklopedi fiqih empat mazhabnya menyatakan: 
 

ثَانِيْهِمَا: النِّيَّةُ... فَلَوْ لَمْ يُبَيِّتْ النِّيَّةَ بَعْدَ غُرُوْبِ الشَّمْسِ حَتَّى أَصْبَحَ بِدُوْنِ نِيَّةٍ مُمْسِكًا، فَلَهُ أَنْ يَنْوِيَ إِلَى مَا قَبْلَ نِصْفِ النَّهَارِ
 

Artinya, “Kedua, berniat ... Apabila seseorang tidak niat di malam harinya setelah terbenamnya matahari hingga masuknya waktu subuh ia berpuasa tanpa niat, maka ia boleh niat di saat itu juga hingga sebelum masuknya separuh siang.” (Abdurrahman bin Muhammad Al-Jaziri, Al-Fiqhu ala Madzahibil Arba’ah, [Beirut: Dar Al-Kutub Ilmiyah], juz I, halaman 496).
 

Merujuk referensi ini, orang yang lupa belum niat puasa Ramadhan di malam hari, maka ia masih memiliki kesempatan untuk berniat di pagi harinya hingga sebelum masuknya separuh siang, dengan catatan bertaqlid kepada Imam Abu Hanifah.
 

Niatan taqlid demikian dirasa perlu, sebab mayoritas umat muslim Indonesia merupakan pengikut mazhab Syafi’i yang mana secara ketentuan mengharuskan untuk melakukan praktik niat di malam hari.
 

Jika orang berniat puasa di pagi hari tanpa melakukan taqlid kepada Imam Abu Hanifah, maka ia sama saja dengan mencampuradukkan ibadah yang rusak. Ini sebagaimana disinggung oleh Syekh Sulaiman Al-Jamal (wafat 1204 H) dalam kitab Futuhatul Wahhab:
 

كَمَا يُسَنُّ لَهُ أَنْ يَنْوِيَ أَوَّلَ الْيَوْمِ الَّذِيْ نَسِيَهَا فِيْهِ لِيَحْصُلَ لَهُ صَوْمُهُ عِنْدَ الْإِمَامِ أَبِيْ حَنِيفَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَوَاضِحٌ أَنَّ مَحَلَّهُ إذَا قَلَّدَ وَإِلَّا كَانَ مُتَلَبِّسًا بِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ فِيْ اعْتِقَادِهِ وَهُوَ حَرَامٌ
 

Artinya: “Sebagaimana disunahkan bagi seseorang yang lupa niat di malam harinya untuk berniat pada permulaan hari dimana ia lupa, agar puasanya tetap sah menurut pendapat Imam Abu Hanifah Ra. hal ini jelas, dan berlaku jika ia bertaklid kepadanya. Jika tidak maka ia telah mencampurkan satu ibadah yang rusak dalam keyakinannya dan hal itu haram hukumnya.” (Sulaiman bin Umar bin Manshur Al-Jamal, Futuhatul Wahhab bi Taudihi Syarhi Minhajit Thulab [Beirut: Dar Al-Fikr], juz II, halaman 311).
 

Dengan demikian dapat disimpulkan, orang yang lupa berniat puasa pada malam hari maka ia masih memiliki kesempatan untuk berniat di pagi hari hingga sebelum masuk separuh siang, dengan harus bertaqlid kepada Imam Abu Hanifah agar tidak terjadi talfiq dalam beribadah. 
 

Jika ia tidak bertaqlid, maka kewajiban puasanya tetap harus dilanjutkan pada siang harinya, serta berkewajiban untuk mengqadhanya di kemudian hari. Meski begitu perlu ditegaskan, langkah solutif ini hanya berlaku bagi mereka yang lupa tidak berniat, bukan karena faktor sengaja tidak berniat di malam hari. Wallahu a’lam bisshawab.
 

Ustad A Zaeini Misbaahuddin Asyuari, Alumni Ma’had Aly Lirboyo Kediri dan pegiat literasi pesantren.