Ramadhan

Kultum Ramadhan: 3 Hadits Shahih tentang Dosa yang Menghilangkan Pahala Puasa 

Ahad, 26 Maret 2023 | 15:30 WIB

Kultum Ramadhan: 3 Hadits Shahih tentang Dosa yang Menghilangkan Pahala Puasa 

Ilustrasi: gosip (freepik).

Dalam menjalankan ibadah puasa selain harus memperhatikan keabsahannya secara fiqih, harus juga diperhatikan hal-hal yang dapat menghilangkan pahala puasa, agar puasa yang dikerjakan berkualitas. Berkaitan hal ini ada tiga hadits shahih tentang dosa yang menghilangkan pahala puasa. 
 

Al-Imam Nawawi mengatakan dalam kitabnya Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab bahwa kesempurnaan dan keutamaan puasa hanya akan diperoleh dengan menjaga dari perkataan yang tidak berfaidah dan perkataan yang buruk, bukan oleh sebabnya puasa menjadi batal. Berikut ini tiga hadits yang menjadi landasannya:
 

Pertama, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ 
 

Artinya, "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak peduli dia telah meninggalkan makanan dan minumannya.” 
 

Kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai dan Ibnu Majah dalam Sunannya, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak—ia berkata: “Hadits ini shahih sesuai syarat keshahihan hadits menurut standar Imam Al-Bukhari”. Hadits ini diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda:
 

رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إلَّا السَّهَرُ 
 

Artinya, "Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapat pahala puasa kecuali hanya lapar dan hausnya saja. Berapa banyak orang yang bangun malam, tidak mendapat pahala kecuali hanya bangun malamnya saja.”
 

Ketiga, hadits riwayat Al-Baihaqi dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak—ia berkata: “Hadits ini shahih sesuai standar keshahihan hadits menurut Imam Muslim”. Hadits ini diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad saw bersabda:
 

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنْ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ فَقَطْ الصِّيَامُ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ 
 

Artinya, "Puasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum saja, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan keji".
 

Sebenarnya ada​ hadits lain, yaitu: 

خَمْسٌ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْغِيبَةُ وَالنَّمِيمَةُ وَالْكَذِبُ وَالْقُبْلَةُ وَالْيَمِينُ الْفَاجِرَةُ
 

Artinya, “Lima hal yang menyebabkan batalnya puasa, yaitu: ghibah, mengadu domba, berdusta, ciuman, dan sumpah palsu.”
 

Namun Imam Anb​​​​​​-Nawawi menilai hadits ini adalah hadits yang batil dan tidak dapat dijadikan hujah. (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, [Beirut, Darul Fikr], juz VI, halaman 356). 
 

Sederhannya, kesimpulan sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya Fathul Mu'in, bahwa orang berpuasa perlu ditekankan untuk menjaga lisannya dari segala yang haram, semisal berbohong, mengunjing dan mencaci maki. Karena hal tersebut dapat menghilangkan pahala puasanya. Pendapat ini berdasarkan hadits-hadits shahih di atas dan pendapat ini merupakan pendapat Ashabus Syafi'i. Berbeda dengan Ashab Syafi'i, Imam Al-Adzra'i mengatkan bahwa seseorang yang melakukan hal tersebut ia tetap mendapatkan pahala puasanya dan baginya dosa kemaksiatannya itu. Sedangkan menurut Imam Auza'i hal tersebut dapat membatalkan puasanya, pendapat beliau ini mengqiyaskan pendapat mazhab Imam Ahmad tentang tidak sahnya shalat di tempat ghasab.
 

Dari penjelasan di atas tidak bisa dipahami bahwa kewajiban menjaga lisan dari segala yang haram seperti berbohong, mengunjing dan mencaci maki hanya saat seseorang sedang berpuasa saja. Berikut penjelasan lengkapnya oleh As-Sayyid Al-Bakri Syatha dalam Kitab​​I'anatut Thalibin:

 

 
(قوله: ومما يتأكد للصائم الخ) أي من حيث الصوم، فلا ينافي ذلك وجوب الكف عن ذلك من حيثية أخرى، فإذا كف لسانه عن ذلك يثاب عليه ثوابين: واجبا - من حيث وجوب صون اللسان عن المحرمات - ومندوبا - من حيث الصوم - وإذا لم يكف لسانه عن ذلك - بأن اغتاب مثلا - حصل الإثم المرتب على الغيبة في نفسها، للوعيد الشديد عليها، وحصل بمخالفته أمر الندب بتنزيه الصوم عن ذلك إحباط ثواب الصوم زيادة على ذلك الإثم


Artinya, "Perkataan Mushanif: "Dan sesuatu yang ditekankan bagi orang yang berpuasa," yakni dari segi puasa. Hal itu tidak menafikan kewajiban untuk menjaga lisan dari sisi yang lain. Maka jika seseorang menjaga lisannya dari sesuatu yang haram, ia mendapat dua pahala. Pertama, pahala wajib dari sisi kewajiban menjaga lisan dari hal yang diharamkan; dan kedua, adalah pahala sunah dari segi puasanya. Sebaliknya jika orang tidak menjaga lisannya dari yang hal diharamkan, dengan semisal mengumpat, maka ia mendapatkan dosa yang berlipat, yakni dosa ghibah itu sendiri karena adanya ancaman keras atas perbuatan itu; dan hilangnya pahala puasa yang melebihi dari dosanya ghibah karena menyelisihi kesunahan untuk membersihkan puasa dari ucapan-ucapan yang diharamkan." (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari dan Abu Bakar bin Ustman bin Muhammad Syatha Ad-Dimyati, Fathul Mu'in dan Hasyiyah I'anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr], juz II, halaman 282). Wallahu a'lam bisshawab.
 

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo