Ramadhan

Kultum Ramadhan: Cara Memaksimalkan Ibadah dan Keutamaannya

Sel, 12 Maret 2024 | 06:00 WIB

Kultum Ramadhan: Cara Memaksimalkan Ibadah dan Keutamaannya

Keutamaan ibadah Ramadhan. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Ramadhan datang dengan segala keutamaan dan kemuliaannya. Mulai dari dilipatgandakannya pahala di dalamnya, dibukakannya pintu surga, sampai ditutupnya pintu neraka, dan lain sebagainya.


Oleh karena keutamaan dan kemuliaannya, kita sebagai umat Islam, dianjurkan untuk lebih mengoptimalkan ibadah di bulan Ramadhan. Lalu, bagaimanakah cara untuk memaksimalkan pahala di bulan Ramadhan?


1. Lebih memikirkan hikmah yang terkandung dalam puasa Ramadhan

Syekh Hasan Muhammad Masyath dalam kitabnya Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan saat memberikan catatan kaki atas ayat kewajiban berpuasa, yakni surat al-Baqarah ayat 183: 


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ 


Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 183)


Ia berpendapat bahwasanya ayat  لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ merupakan penjelasan Allah swt mengenai hikmah dan rahasia (sirr) ibadah puasa.


Lebih jauh, ia juga mengatakan bahwasanya alasan Allah swt mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk berpuasa adalah agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa kepada-Nya (yakni menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya).


Harapannya, dengan bertakwa kepada Allah swt, hamba tersebut akan masuk ke dalam golongan orang-orang yang beruntung, baik di dunia maupun di akhirat. (Syekh Hasan Muhammad al-Masyath, Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan, hal. 5)


Pelaksanaan ibadah puasa merupakan salah satu upaya agar orang-orang beriman dapat naik derajatnya menjadi orang-orang yang bertakwa (orang-orang yang selalu menjaga dirinya dari bahaya dunia dan akhirat, dengan cara menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya).


Dengan lebih memikirkan hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa di bulan Ramadhan, seseorang pasti akan lebih mengoptimalkan ibadah yang dilakukannya di bulan Ramadhan.


2.    Lebih memikirkan pahala yang akan didapatkan bagi orang yang beribadah ikhlas karena Allah

Syekh Hasan Muhammad al-Masyath dalam kitabnya Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan memaparkan pembahasan yang diberi judul, al-hits ‘ala shiyami Ramadhan ihtisaban wa qiyami lailihi wama ja’a fi fadhlihi (motivasi agar seseorang melaksanakan puasa Ramadhan dan qiyamul lail ikhlas karena Allah swt dan keutamaan-keutamaan bulan suci Ramadhan).


Pada pembahasan tersebut, ia memaparkan suatu hadits:


عن أبي هريرة قال: كَانَ رسولُ اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يُرَغِّبُ في قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ، فيقولُ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ». رواه الشيخان


Artinya: "Dari Abu Hurairah ra, katanya: "Rasulullah saw itu menganjurkan supaya senang mengerjakan shalat pada malamnya bulan Ramadhan, tanpa menyuruh orang-orang dengan kekerasan yakni bukan kewajiban. Beliau saw bersabda: "Barangsiapa yang melakukan qiyamu Ramadhan (yakni melakukan shalat di bulan Ramadhan) karena didorong keimanan dan keinginan memperoleh keridhaan Allah, maka diampunkanlah untuknya dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Bukhari dan Muslim)


Menurutnya, redaksi hadits مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ mengisyaratkan bahwa Nabi Muhammad saw hanya sekadar memberi anjuran, dengan tanpa mewajibkan. Akan tetapi, meski hanya sekadar anjuran, namun anjuran ini bersifat anjuran yang akan mendapatkan suatu kebahagiaan.


Adapun yang dimaksud dari redaksi مَنْ قَامَ رَمَضَانَ adalah menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan melaksanakan shalat. Adapun menurut Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, yang dimaksud dengan qiyamu lail adalah menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan berbagai ibadah.


Sedangkan menurut Imam An-Nawawi, yang dimaksud dengan qiyam dalam redaksi hadits tersebut adalah melaksanakan shalat Tarawih. Namun shalat Tarawih ini hanya sebatas contoh dari qiyam saja. Bukan berarti bahwa qiyam yang dimaksud hanya bisa terlaksana dengan melaksanakan shalat Tarawih tersebut.


Lebih jauh, yang dimaksud dari redaksi, إيمَانًا adalah dengan mengimani Allah swt secara benar. Sedangkan yang dimaksud dengan redaksi وَاحْتِسَابًا adalah melakukan ibadah hanya karena mengharapkan ridha Allah swt, bukan karena ingin dilihat oleh manusia.


Kemudian yang dimaksud dari redaksi, غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ seperti yang dikutip dari pendapat Imam an-Nawawi adalah dihapuskannya dosa-dosa kecil bagi orang-orang yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan di atas. (Syekh Hasan Muhammad al-Masyath, Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan, hal. 78-79)


Dengan lebih memikirkan pahala yang akan didapatkan bagi orang yang beribadah ikhlas karena Allah, seseorang pasti akan lebih mengoptimalkan ibadah yang dilakukannya di bulan Ramadhan.


Ustadz M. Ryan Romadhon, Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo