Ramadhan

Kultum Ramadhan: Di Setiap Kesulitan Pasti Ada Kemudahan

Rabu, 12 Maret 2025 | 04:00 WIB

Kultum Ramadhan: Di Setiap Kesulitan Pasti Ada Kemudahan

Tantangan hidup. (Foto ilustrasi: Freepik/NU Online)

Dalam menjalani kehidupan di pentas bumi ini, manusia kerap kali mendapat berbagai macam tantangan, rintangan, dan kesulitan, baik berupa kesulitan ekonomi, kesehatan, kehilangan, ataupun tekanan mental. Banyaknya ujian yang dihadapi manusia tentu memberi pelajaran berharga bagi setiap individu dalam meningkatkan kualitas dirinya.


Rintangan-rintangan hidup yang dihadapi setiap individu di dunia ini tentunya sangat beragam dan tidak bisa disamaratakan. Agama Islam mengajarkan bahwa setiap ujian yang sudah terjadi, sedang berlangsung, maupun yang akan dihadapi, semuanya berasal dari Allah, dan ujian-ujian tersebut selalu sesuai dengan kapasitas pribadi masing-masing.


Penggalan ayat yang menjelaskan hal tersebut termaktub dalam firman Allah:


لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ 


Artinya: “Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya....” (QS. Al-Baqarah: 286).


Melalui ayat tersebut, Allah menenangkan dan memotivasi manusia yang menghadapi musibah. Allah tidak ingin hamba-Nya terjebak dalam kesedihan, kecemasan, atau kegelisahan akibat ujian yang dihadapi, karena Dia tidak akan menguji seseorang di luar kemampuan dan kesanggupannya.


Ujian dan tantangan yang datang bukanlah hukuman, melainkan bentuk kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa tidak ada ujian yang terlalu berat untuk dipikul. Allah menjamin bahwa setiap individu yang menghadapi ujian pasti mampu menyelesaikannya. Di balik setiap ujian, terdapat rahmat dan hikmah yang dapat membawa manusia menuju kebaikan yang lebih besar.


Di antara hikmah yang dapat diambil dari adanya ujian seseorang adalah:


1. Naiknya Derajat Seorang Hamba


Ujian merupakan sarana bagi seseorang untuk meningkatkan kualitas dirinya di sisi Allah. Semakin besar cobaan yang dihadapi dengan sabar dan ikhlas, semakin tinggi derajatnya di hadapan-Nya. Rasulullah SAW bersabda: 


إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا سَبَقَتْ لَهُ مِن اللَّهِ مَنْزِلَةٌ لَمْ يَبْلُغْهَا بِعَمَلِهِ ابْتَلَاهُ اللَّهُ فِي جَسَدِهِ أَوْ فِي مَالِهِ أَوْ فِي وَلَدِهِ. قَالَ أَبُو دَاوُد زَادَ ابْنُ نُفَيْلٍ: ثُمَّ صَبَّرَهُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ اتَّفَقَا حَتَّى يُبْلِغَهُ الْمَنْزِلَةَ الَّتِي سَبَقَتْ لَهُ مِنْ اللَّهِ تَعَالَى


Artinya: "Sesungguhnya seorang hamba, apabila pernah memiliki kedudukan dari Allah yang tidak ia peroleh dengan amalannya maka Allah mengujinya pada jasadnya, hartanya, atau pada anaknya." Abu Daud berkata, kemudian Ibnu Nufail menambahkan; kemudian Allah memberikan kesabaran atas hal tersebut. -kemudian keduanya lafadz nya sama (dalam periwayatan)-: "Hingga Allah menyampaikannya kepada kedudukan yang dahulu ia peroleh dari Allah Ta'ala." (HR. Abu Daud, No. 3090)


2. Penghapus Dosa dan Kesalahan


Ujian juga dapat menjadi penghapus dosa dan kesalahan seseorang, Rasulullah SAW bersabda:


مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ


Artinya: “Tidaklah seorang Muslim yang tertimpa musibah berupa keletihan, penyakit, keresahan, kesedihan, gangguan dan kegundahan bahkan duri yang melukainya sekalipun, melainkan Allah akan hapus kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari, No. 5641/5642)


3. Mengajarkan Kesabaran dan Adanya Janji Allah


Ujian mengajarkan manusia untuk bersabar dan menerima takdir dengan dada yang lapang. Allah berjanji bahwa orang-orang yang bersabar akan mendapatkan balasan yang besar. Dalam hal ini, Rasulullah SAW pernah bersabda dan mengajarkan doa dalam menghadapi musibah.


مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَاخْلُفْنِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَخَلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا


Artinya: “Tidaklah seorang hamba yang tertimpa oleh musibah, lantas ia berdoa: Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Raji'un Allahumma Ajurni fii Mushibati Wakhlufni Khairan Minha (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala pada musibahku, dan gantilah darinya dengan yang lebih baik), kecuali Allah akan memberinya pahala pada musibah yang menimpanya dan menggantikan untuknya dengan yang lebih baik darinya.” (HR. Ahmad)


4. Menguatkan Keimanan dan Ketakwaan Seorang Hamba


Seseorang yang diuji akan lebih dekat kepada Allah jika ia berserah diri dan mencari pertolongan-Nya. Melalui adanya ujian, Allah menghendaki manusia untuk segera kembali dan mendekatkan diri kepada Allah. Ada kalanya ujian tersebut merupakan teguran bahwa diri kita sudah terlalu jauh dari Allah. Sehingga dengan adanya ujian tersebut, dapat kita jadikan sebagai momen untuk lebih mendekat lagi kepada Allah.


Demikianlah beberapa hikmah dari adanya ujian dan rintangan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT. sudah sepatutnya bagi kita untuk lebih banyak berprasangka baik atas segala hal yang ditakdirkan Allah kepada kita. Kita harus yakin bahwa setiap ujian pasti ada jalan keluar dan solusinya. 


Allah sudah menjamin bahwa setiap sakit ada obatnya. Allah tidak akan memberikan ujian tanpa ada solusinya. Hal ini sejalan dengan firman Allah:


فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ


Artinya: “Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan [5]. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan [6].” (QS. Al-Insyirah: 5-6)


Dalam kaidah tafsir, dijelaskan bahwa penggunaan lafadz al-‘usr dengan bentuk ma’rifat (definite/memakai alif lam) yang diulang dalam dua ayat tersebut, sebetulnya menunjukkan bahwa kesulitannya sama, yakni dalam kedua ayat tersebut kesulitannya hanya satu. Sedangkan penggunaan lafadz yusran dengan bentuk nakirah (indefinite/memakai tanwin) yang diulang, maka nakirah yang pertama bukanlah nakirah yang kedua. Maka dari itu, kemudahan pada kedua ayat ini adalah dua kemudahan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa dalam setiap satu kesulitan akan disusul atau dibarengi dengan dua kemudahan. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, [Tangerang Selatan: Pusat Studi Al-Qur'an, 2023], Aplikasi Tafsir Al-Mishbah versi 12.3 dan Tafsir Bayani: Paradigma Bahasa dalam Kosakata Al-Qur’an, [Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2024], h.83-84) Demikianlah janji Allah yang sangat menenangkan hamba-Nya.


Oleh karena itu, kita tidak perlu khawatir memikul beban terlalu berat karena Allah sudah menjamin banyak hal sebelum menciptakan ujian bagi kita semua. Tugas kita adalah terus yakin bahwa ada hikmah dan balasan yang besar, yang menanti kita, ketika kita menghadapi ujian dan rintangan tersebut dengan kesabaran, keikhlasan, dan penuh tawakal. Kita juga harus terus mengingat bahwa setiap amal kita, baik dan buruknya, pasti kelak akan dibalas oleh Allah SWT di Hari Pembalasan. Demikian. Wallahu A’lam. 


Ustadzah Arny Nur Fitri, Mahasiswi UIN Jakarta dan Mahasantri Pesantren Darus-Sunnah IIHS