Ramadhan

Kultum Ramadhan: Keutamaan Menahan Nafsu saat Puasa

Jum, 22 Maret 2024 | 16:00 WIB

Kultum Ramadhan: Keutamaan Menahan Nafsu saat Puasa

Ilustrasi puasa. (Foto: NU Online)

Puasa merupakan ibadah melatih diri dan penyucian jiwa (riyadhatun nafsi wa tazkiyatun nafsi). Tidak ada makhluk yang menyembah-Nya dengan rasa lapar dan haus selain manusia. Karena itu, Allah swt akan membalas sendiri pahala orang berpuasa. Sebagaimana yang tertuang dalam hadits qudsi:

 

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَهُوَ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ إِنَّمَا يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ مِنْ أَجْلِي

Artinya, “Semua amal ibadah manusia adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa hanya untuk-Ku (Allah), dan Aku-lah yang akan langsung membalasnya. Ia meninggalkan makan dan minumnya semata untuk-Ku.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad)

 

Salah satu hikmah dari ibadah puasa adalah menahan hawa nafsu. Artinya, sejatinya orang puasa adalah sedang melatih jiwa dan mengekang hawa nafsunya agar terhindar dari perbuatan maksiat. Hal ini sebagaimana yang disebutkan Rasulullah saw dalam sebuah hadits:

 

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ لَنَا رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم: يَا مَعْشَرَ ‏اَلشَّبَابِ! مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اَلْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ, فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ, وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ لَمْ ‏يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ ; فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.(مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ‎

Artinya, ‎“Abdullah Ibnu Mas'ud ra. berkata: ‘Rasulullah saw bersabda ‎pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu ‎telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat ‎menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. ‎Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia ‎dapat mengendalikanmu." (Muttafaq 'Alaih)‎

 

Dari hadits tersebut, Syekh Izzuddin bin Abdissalam mengatakan bahwa rasa lapar dan haus dapat mengalahkan syahwat yang dapat menjerumuskan seseorang ke lubang kemaksiatan. (Syekh  Izzuddin bin Abdissalam, Maqâshid al-Shaum, [Suriah, Darul Fikr:1992], halaman 15).

 

Nafsu atau syahwat merupakan pintu masuknya setan. Sementara bahan bakar utama syahwat adalah makan dan minum. Sehingga, bila perut merasakan lapar dan haus maka nafsu atau syahwat dalam diri kita akan mudah dikendalikan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda:

 

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنَ ابْنِ آدَمَ مَجْرَى الدَّمِ ، فَضَيِّقُوا مَجَارِيَهُ بِالْجُوع

 

Artinya, “Sesungguhnya setan itu menyusup dalam aliran darah anak Adam, maka persempitlah jalan masuknya dengan lapar (puasa).” (HR. Bukhari) 

 

Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menyebutkan bahwa tujuan puasa adalah penyucian jiwa dari hawa nafsu (syahwat). Orang yang berhasil mengekang hawa nafsunya maka akan diangkat derajatnya melebihi para malaikat. Mengapa demikian? karena manusia diberi hawa nafsu yang bisa memalingkan diri dari ketaatan, sementara malaikat tidak dibekali hawa nafsu. Karena itu, manusia akan lebih tinggi daripada malaikat bila berhasil menahan hawa nafsunya.

 

Al-Ghazali mengatakan dalam kitabnya:

 

 أن المقصود من الصوم التخلق بخلق من أخلاق الله عز وجل وهو الصمدية، والاقتداء بالملائكة في الكف عن الشهوات بحسب الإمكان فإنهم منزهون عن الشهوات. والإنسان رتبته فوق رتبة البهائم لقدرته بنور العقل على كسر شهوته ودون رتبة الملائكة لاستيلاء الشهوات عليه وكونه مبتلى بمجاهدتها، فكلما انهمك في الشهوات انحط إلى أسفل السافلين والتحق بغمار البهائم، وكلما قمع الشهوات ارتفع إلى أعلى عليين والتحق بأفق الملائكة. 

 

Artinya: Tujuan berpuasa adalah supaya bisa berakhlak sebagaimana sifat as-Shamad bagi Allah, juga agar manusia bisa mengikuti sifat-sifat malaikat, yaitu mengekang syahwat sebisa mungkin. Malaikat adalah makhluk yang terbebas dari syahwat. Level manusia sendiri berada di atas hewan karena dengan cahaya akal yang dimilikinya mampu menaklukkan syahwat. Akan tetapi di bawah level malaikat karena memiliki syahwat dan diuji untuk menaklukannya. Jika ia terbuai oleh syahwatnya, levelnya akan turun setara dengan hewan. Sebaliknya, jika mampu menghancurkan syahwatnya, makan levelnya akan naik setinggi-tingginya bersama golongan para malaikat." (Imam al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Bairut, Darul Kutub Ilmiyah: 2016], juz II, halaman 236)

 

Selain itu, rasa lapar juga dapat membuat pikiran tenang dan melembutkan hati. Imam al-Ghazali dalam kitab yang sama menukil satu hadits nabi saw:

 

من أجاع بطنه عظمت فكرته وفطن قلبه

Artinya, “Barang siapa yang membuat lapar perutnya, maka akan fokus pikirannya dan cerdas hatinya”. (Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin..., Juz III, halaman: 105)

 

Dari penjelasan di atas, kita menjadi tahu bahwa puasa memiliki peran penting bagi pengendalian diri dan penyucian jiwa. Dengan berpuasa, seorang hamba akan dituntun oleh keimanannya, bukan dikendalikan oleh hawa nafsunya. Wallahu a’lam

 

Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil