Ramadhan

Kultum Ramadhan: Menjaga Keharmonisan di Era Digital

Sen, 18 Maret 2024 | 03:00 WIB

Kultum Ramadhan: Menjaga Keharmonisan di Era Digital

Ilustrasi pengguna media sosial. (Foto: NU Online/Freepik)

Era digital membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kehidupan sosial. Kehadiran internet dan media sosial seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, Tiktok, Twitter [X] memungkinkan interaksi antar individu dengan mudah dan cepat. Namun, di sisi lain, era digital juga menghadirkan tantangan baru dalam menjaga keharmonisan sosial.

 

Salah satu tantangan terbesar dalam menjaga keharmonisan sosial di era digital adalah penyebaran informasi yang tidak akurat dan hoaks. Melalui media sosial dan platform digital lainnya, hoaks bisa dengan mudah menyebar dan memicu perselisihan serta perpecahan di masyarakat.

 

Hoaks, informasi palsu yang disebarkan dengan sengaja, bagaikan racun yang menggerogoti fondasi kehidupan masyarakat. Dampak negatifnya merentang luas, mulai dari perpecahan antar individu dan kelompok, hingga kerusuhan, yang berujung pada kekerasan.

 

Imam Al-Mawardi dalam kitab Adabud Dunya wad Din menyebutkan bahwa kebohongan atau berita bohong adalah sumber segala kejahatan. Pernyataan ini bukan tanpa alasan, karena kebohongan dapat menimbulkan berbagai masalah dan dampak negatif bagi individu maupun masyarakat.

 

وَالْكَذِبُ جِمَاعُ كُلِّ شَرٍّ، وَأَصْلُ كُلِّ ذَمٍّ لِسُوْءِ عَوَاقِبِهِ، وَخُبْثِ نَتَائِجِهِ؛ لِأَنَّهُ يُنْتِجُ النَّمِيْمَةَ، وَالنَّمِيْمَةُ تُنْتِجُ الْبَغْضَاءَ، وَالْبَغْضَاءُ تَئُوْلُ إِلَى الْعَدَاوَةِ، وَلَيْسَ مَعَ الْعَدَاوَةِ أَمْنٌ وَلاَ رَاحَةٌ    

 

Artinya: "Bohong adalah kumpulan segala keburukan dan sumber segala celaan karena akibatnya yang buruk dan hasil yang jahat. Bohong menghasilkan fitnah, fitnah menghasilkan kebencian, dan kebencian berujung pada permusuhan. Dan tidak ada rasa aman dan damai dengan permusuhan."

 

Selanjutnya, dampak buruk dari era digital, sekalipun membawa banyak kemudahan dan kemajuan, namun di balik kecanggihannya, terdapat pula sisi kelam yang perlu diwaspadai, yaitu cyberbullying. Perilaku intimidasi dan pelecehan yang dilakukan di dunia maya ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan hubungan sosial.

 

Dampak cyberbullying tidak boleh dianggap remeh. Korban dapat mengalami berbagai masalah seperti depresi, kecemasan, stres, hingga rasa tidak berharga. Cyberbullying juga dapat merusak hubungan sosial korban dengan teman, keluarga, dan bahkan dengan masyarakat lain.

 

Dalam Islam, secara tegas melarang tindakan bullying. Seyogianya setiap menjauhi perilaku yang merendahkan dan menghina orang lain. Islam mengajarkan saling menghormati dan menghargai satu sama lain, serta menjauhi segala bentuk perilaku yang merugikan atau menyakiti sesama. Allah berfirman dalam Surat al-Hujurat ayat 11:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ 

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)

 

Ayat ini menjadi dalil tentang haramnya melakukan tindakan cyberbullying. Imam At-Thabari dalam kitab Jami'ul Bayan menegaskan bahwa saling mencemooh, baik karena perbedaan status sosial, ekonomi, maupun lainnya, adalah perbuatan tercela.

 

Seorang fakir yang meminta kepada orang kaya, atau kepada fakir lainnya, tidak pantas dicemooh. Begitu pula, seorang yang memberi kelebihan kepada orang lain tidak pantas dihina.

 

Ayat ini juga menekankan pentingnya sikap saling menghargai dan menghormati antar sesama manusia, tanpa memandang perbedaan. Sikap saling mencemooh hanya akan menimbulkan perpecahan dan kebencian dalam masyarakat. Simak penjelasan berikut:   

 

  عن مجاهد (لا يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ) قال: لا يهزأ قوم بقوم أن يسأل رجل فقير غنيا، أو فقيرا، وإن تفضل رجل عليه بشيء فلا يستهزئ به   

Artinya, "Dari Mujahid: (Janganlah suatu kaum mencemooh kaum lainnya). Beliau berkata: "Tidaklah suatu kaum mencemooh kaum lain karena seorang fakir meminta kepada orang kaya, atau kepada fakir lainnya. Dan jika seorang laki-laki memberi kelebihan kepada orang lain, maka janganlah dia mencemoohnya." (At-Thabari, Jami'ul Bayan, [Makkah: Darul Tarbiyah wat Turats], jilid XXII, halaman 298). 

 

Puasa Ramadhan momentum yang tepat untuk menjalin silaturrahim dan mempererat persaudaraan. Era digital juga dapat menjadi ajang untuk mempererat silaturahim. Meskipun tidak dapat bertemu langsung, kita bisa memanfaatkan teknologi untuk berbagi ucapan selamat berpuasa dan berbuka puasa secara virtual.  

 

Selain itu, kita bisa menggunakan media sosial untuk berbagi amalan dan pengalaman Ramadhan bersama.  Dengan demikian, puasa Ramadhan dapat menjadi perekat hubungan antar umat muslim di era yang serba digital ini. Rasulullah bersabda;

 

مَنِ اتَّقَى رَبَّهُ، وَوَصَلَ رَحِمَهُ، نُسّىءَ فِي أَجَلِه وَثَرَى مَالَهُ، وَأَحَبَّهُ أَهْلُهُ

 

Artinya; “Barangsiapa yang bertakwa kepada Tuhannya dan menyambung tali persaudaraan, niscaya dipanjangkan umurnya, diluaskan rezekinya, dan dicintai oleh keluarganya,"(HR. Bukhari)

 

Mari gunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif, saling mendoakan, dan berbagi cerita inspiratif selama berpuasa. Hindari menyebarkan ujaran kebencian atau hal-hal yang dapat memancing perselisihan.

 

Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat