Ramadhan

Kultum Ramadhan: Mudik, Tradisi yang Bernilai Ibadah

Jum, 5 April 2024 | 03:00 WIB

Kultum Ramadhan: Mudik, Tradisi yang Bernilai Ibadah

Ilustrasi mudik. (Foto: NU Online/Suwitno)

Bangsa Indonesia terkenal dengan kekayaan budayanya, termasuk berbagai macam tradisi yang diwariskan turun-temurun. Salah satu tradisi tahunan yang paling dinanti-nantikan oleh masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam, adalah mudik atau Pulang Kampung. Tradisi ini biasanya dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri.

 

Bagi para perantau yang bekerja, begitu pula orang yang tengah menempuh pendidikan di luar kota kelahirannya, momentum mudik menjadi kesempatan istimewa untuk kembali ke kampung halaman. Berbondong-bondong, menempuh perjalanan jauh, tak segan berdesakan di berbagai moda transportasi, demi berkumpul dengan keluarga tercinta dan sanak saudara. 

 

Tradisi mudik merupakan salah satu bentuk budaya yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, seperti gotong royong, kekeluargaan, dan saling menghormati. Momen ini menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa, di mana perbedaan terlupakan dan rasa cinta kasih antar sesama semakin kuat.

 

Rindu kampung halaman atau tanah kelahiran merupakan perasaan yang wajar dan manusiawi. Hal ini juga berlaku bagi umat Islam. Rasa rindu ini muncul karena adanya ikatan emosional yang kuat dengan tempat di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan. Di kampung halaman, terdapat kenangan indah bersama keluarga, sahabat, dan lingkungan yang familiar.

 

Bahkan, Rasulullah SAW sebagai manusia terbaik pun pernah merasakan rindu pada Makkah, kota kelahiran beliau. Hal ini terungkap dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, di mana Rasulullah SAW bersabda,

 

اللَّهُمَّ حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ

 

Artinya; "Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Mekah, atau bahkan lebih."

 

Pada hadits lain, terdapat secuplik hadits yang diriwayatkan Imam At-Tirmizi ini melukiskan dengan indah jalinan cinta yang kuat antara Rasulullah SAW dengan Makkah, tanah kelahiran beliau. Di sana tertuliskan ungkapan rindu dan kasih sayang yang mendalam, 

 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

 

Artinya: "Dari Ibnu Abbas; ia berkata; Nabi bersabda: Betapa indahnya engkau wahai negeriku (Makkah). Betapa saya sangat cinta kepadamu. Sekiranya kaumku tidak mengusirku darimu, niscaya aku tidak akan tinggal di tempat lain selainmu.

 

Ucapan ini dilontarkan saat beliau harus meninggalkan kota kelahirannya, Makkah, dengan berlinangan air mata. Beliau terpaksa hijrah ke Madinah karena tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy. Hadits ini menggambarkan betapa dalam cinta Rasulullah SAW kepada tanah kelahirannya.

 

Profesor Quraish Shihab, dalam kultum Mudik Silaturrahim mengatakan bahwa mudik bukan sekadar pulang kampung, mudik adalah sebuah perjalanan spiritual yang penuh kelezatan rohani. Mudik adalah kelezatan rohani yang tiada tara. Itulah alasan orang-orang rela menempuh perjalanan jauh, menghabiskan waktu dan biaya, demi merasakan kembali kehangatan keluarga dan kampung halaman.

 

Kelezatan rohani mudik terletak pada silaturahim. Berkumpul bersama keluarga, handai taulan, dan kerabat tercinta, menjalin kembali hubungan yang mungkin renggang karena jarak, dan menciptakan momen-momen indah yang tak terlupakan. Silaturahmi ini bagaikan perekat yang memperkuat tali persaudaraan dan kasih sayang.

 

Kelezatan rohani mudik tak hanya terbatas pada momen kebersamaan. Di balik itu, terdapat makna spiritual yang mendalam. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa silaturahmi dapat memperpanjang umur, melapangkan rezeki, dan mendatangkan pahala. Silaturahmi juga menjadi sarana untuk saling memaafkan dan membersihkan hati dari rasa dendam dan iri hati.

 

Mudik momen istimewa untuk merekatkan hubungan antar manusia, mendekatkan diri kepada Tuhan, dan merasakan kedamaian batin. Kelezatan rohani mudik tak tertandingi oleh apapun, menjadikannya sebuah tradisi yang selalu dirindukan oleh para perantau.

 

Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat.