Saat Makan Sahur atau Jimak lalu Tiba Waktu Subuh
NU Online · Selasa, 29 Mei 2018 | 09:37 WIB
Orang yang telat bangun dianjurkan untuk tetap menyantap sahur meski waktu imsak telah masuk. Ia cukup menyantap sahur dengan tenang seperti biasa. Tetapi ia harus menghentikan santapan dan mengeluarkan apa yang ada di mulutnya ketika masuk waktu subuh seperti keterangan Fathul Mu'in berikut ini.
Artinya, “Seandainya fajar terbit, sementara di mulut seseorang masih terdapat makanan, lalu ia mengeluarkannya sebelum masuk ke dalam rongga perutnya, maka puasanya sah,” (Lihat Syakh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 266).
Tetapi sesuatu dapat terjadi. Misalnya, orang yang terkejut masuknya waktu subuh lalu air atau makanan yang ada di mulutnya tertelan tanpa sengaja. Kalau sesuatu tertelan tanpa sengaja di saat masuknya waktu subuh, maka puasanya tetap sah sebagaimana keterangan I‘anatut Thalibin berikut ini.
Artinya, “(Dengan sengaja atau pilihan sadarnya) hal ini meniscayakan bila sesuatu tertelan tanpa sengaja ke dalam perutnya, maka puasanya tidak batal karena air atau makanan (asap rokok misalnya),” (Lihat Syakh Bakri Dimyathi Syatha, I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 266).
Hal ini berlaku juga bagi mereka sedang berjimak lalu masuk waktu subuh. Orang ini harus menghentikan aktivitas hubungan seksual dengan cara mencabut penisnya kemaluan pasangan. Hal ini dimaksudkan agar puasanya tetap sah.
Artinya, “Sama halnya (tetap sah puasa) saat seseorang sedang berjimak lalu tiba waktu terbit fajar, kemudian ia mencabutnya seketika maksudnya setelah fajar terbit, maka puasanya tidak batal sekalipun ia mengalami ejakulasi. Pasalnya, pencabutan penis itu sama dengan meninggalkan jimak,” (Lihat Syakh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in pada hamisy I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425 H-1426 H], juz II, halaman 266).
I‘anatut Thalibin mensyaratkan pencabutan kemaluannya itu harus berdasarkan niat untuk mencabutnya. Kalau seseorang tetap melanjutkan aktivitas seksualnya sementara waktu fajar telah tiba, maka puasanya batal. Ia wajib menggantinya di hari lain dan wajib membayar kaffarah.
Kami menyarankan sebaiknya ketika waktu imsak masuk kita sudah bersiap-siap membersihkan diri dan menyudahi aktivitas makan dan minum, kecuali mereka yang telat bangun. Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)
Terpopuler
1
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
2
Mendesak! Orientasi Akhlak Jalan Raya di Pesantren
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
LD PBNU Ungkap Fungsi Masjid dalam Membina Umat yang Ramah Lingkungan
5
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
6
Orang-Orang yang Terhormat, Novel Sastrawan NU yang Dianggap Berbahaya Rezim Soeharto
Terkini
Lihat Semua