Sirah Nabawiyah

Isra' Mi’raj, Hanya Ruh atau Sekaligus Tubuh?

Rab, 7 Februari 2024 | 10:45 WIB

Isra' Mi’raj, Hanya Ruh atau Sekaligus Tubuh?

Ilustrasi: isra' mi'raj (NU Online)

Salah satu peristiwa besar yang terjadi pada Nabi Muhammad saw di masa hidupnya adalah terjadinya Isra' dan Mi’raj. Peristiwa agung yang tidak bisa tergambar dan tidak bisa dijangkau oleh akal manusia perihal bagaimana proses dan kejadiannya. Namun fakta dan benar adanya. Bagaimana tidak, perjalanan panjang dan sangat jauh, bisa ditempuh oleh Rasulullah dengan waktu dan tempo yang sangat singkat.

 

Isra' adalah peristiwa diperjalankannya Nabi Muhammad dari Masjidil Haram Makkah, menuju Masjidil Aqsa di Palestina. Sedangkan yang dimaksud dengan Mi’raj adalah peristiwa dinaikkannya Nabi Muhammad melintasi lapisan-lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau pengetahuan malaikat, manusia dan maupun jin, yang dikenal dengan Sidratul Muntaha. Semua itu terjadi dengan tempo waktu yang sangat singkat di satu malam.

 

Sejarah agung ini kemudian diabadikan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’, yaitu:

 

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

 

Artinya, “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS Al-Isra’: 1).

 

Berdasarkan ayat di atas, ulama sepakat bahwa Isra' dan Mi’raj benar-benar terjadi dan merupakan salah satu mukjizat Rasulullah yang harus diyakini kebenarannya oleh semua umat Islam. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat perihal kejadian diperjalankannya Rasulullah dalam peristiwa tersebut. Nah, dalam kesempatan ini Penulis akan menjelaskan kisah Isra Mi’raj Nabi Muhammad menurut pendapat Sayyidah Aisyah.

 

Isra Mi’raj menurut Sayyidah Aisyah

Salah satu riwayat tentang Isra' dan Mi’raj yang memiliki pandangan berbeda dari riwayat-riwayat yang lain adalah riwayat Sayyidah Aisyah. Dalam riwayatnya, ia menyebutkan bahwa peristiwa tersebut hanya terjadi dengan ruh Rasulullah, sementara jasad atau fisik tubuhnya tidak ikut serta. Riwayat ini sebagaimana ditulis oleh Imam Ibnu Ishaq dalam kitab Sirah-nya:

 

حَدّثَنِي بَعْضُ آلِ أَبِي بَكْرٍ: عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا كَانَتْ تَقُولُ: مَا فُقِدَ جَسَدُ رَسُولِ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ وَلَكِنّ اللّهَ أَسْرَى بِرُوحِهِ

 

Artinya, “Telah bercerita kepadaku sebagian keluarga Abu Bakar, dari Aisyah ra bahwa sesungguhnya ia telah berkata: "Jasad Rasulullah saw tidak diberangkatkan, tetapi Allah swt hanya memperjalankan ruhnya.” (Ibnu Ishaq, Sirah Nabawiyah libn Ishaq, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz I, halaman 274).

 

Selain riwayat Aisyah di atas, dalam riwayat yang lain juga disebutkan bahwa peristiwa Isra' Mi’raj  hanya terjadi dalam mimpi, tanpa melibatkan jasad Rasulullah. Hal ini sebagaimana jawaban sahabat Abu Sufyan ketika ditanya perihal perjalanan Rasulullah ketika Isra':

 

قَالَ ابْنُ إسْحَاقَ: حَدّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ عُتْبَةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ الْأَخْنَسِ: أَنّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ، كَانَ إذَا سُئِلَ عَنْ مَسْرَى رَسُولِ اللّهِ صَلّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ كَانَتْ رُؤْيَا مِنْ اللّهِ تَعَالَى صَادِقَةً

 

Artinya, “Ibnu Ishaq berkata: "Telah bercerita kepadaku Ya’qub bin Utbah bin Mughirah bin Akhnas, sesungguhnya ketika Mu’awiyah bin Abi Sufyan ditanya perihal Isra' Rasulullah saw, ia menjawab bahwa hal itu adalah mimpi dari Allah ta’ala yang benar.” (Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz I, halaman 400).

 

Kendati terdapat dua pendapat yang menjelaskan bahwa perjalanan Isra' Mi’raj Nabi Muhammad sebatas ruhnya tanpa jasadnya, namun yang paling sering dijadikan dalil oleh para ulama yang sepakat dengan pendapat tersebut hanyalah riwayat dari Sayyidah Aisyah tersebut.
 

Lalu, bisakah riwayat tersebut dijadikan pijakan? 

 

Menolak Kesahihan Riwayat Aisyah

Imam Abul Fadl Iyadh bin Musa al-Yahshubi atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Qadhi Iyadh (wafat 544 H) dalam salah satu kitabnya menulis satu bab secara khusus untuk membantah perihal pendapat orang-orang yang mengatakan bahwa Isra' Mi’raj Nabi Muhammad hanya sebatas ruhnya saja tanpa jasadnya, termasuk juga pendapat yang disandarkan kepada Sayyidah Aisyah di atas.

 

Menurut Al-Qadhi Iyadh, pendapat yang disandarkan kepada Sayyidah Aisyah di atas tidak layak untuk dijadikan pedoman, dengan beberapa alasan, di antaranya:

  1. Sayyidah Aisyah tidak melihat secara langsung peristiwa tersebut, karena ketika peristiwa Isra Mi’raj terjadi, Aisyah belum berstatus sebagai istri nabi;
  2. Waktu Isra Mi’raj, Sayyidah Aisyah masih berumur sangat kecil, sehingga perkataannya tidak bisa diterima,
 

وَأَمَّا قَوْلُ عَائِشَةَ: مَا فُقِدَ جَسَدُهُ، فَعَائِشَةُ لَمْ تُحَدِّثْ بِهِ عَنْ مُشَاهَدَةٍ لِأَنَّهَا لَمْ تَكُنْ حِيْنَئِذٍ زَوْجهُ وَلَا فِي سِنِّ مَنْ يَضْبِطُ

 

Artinya, “Adapun perkataan Sayyidah Aisyah, yaitu: “Tidak diberangkatkan jasadnya”, ketahuilah bahwa Aisyah tidak menceritakan nabi berdasarkan persaksiannya, karena saat itu ia bukanlah (belum) istrinya (belum menikah dengannya), juga saat itu ia masih belum baligh.” (Al-Qadhi Iyadh, As-Syifa bi Ta’rifi Huquqil Musthafa, [Darul Qalam: tt], juz I, halaman 168).

 

Lebih lanjut, menurut Imam Al-Qadhi Iyadh, umur Sayyidah Aisyah saat itu masih delapan tahun, jika mengikuti pendapat Az-Zuhri, yang mengatakan bahwa Isra' Mi’raj terjadi satu tahun setengah setelah diangkatnya Nabi Muhammad menjadi nabi.

 

Dengan beberapa alasan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa riwayat yang disandarkan kepada Sayyidah Aisyah di atas jelas bukan berasal darinya, namun dari orang lain yang disandarkan kepadanya.  

 

فَإِذَا لَمْ تُشَاهِدْ ذَلِكَ عَائِشَةُ دَلَّ أَنَّهَا حَدَثَتْ بِذَلِكَ عَنْ غَيْرِهَا فَلَمْ يُرَجَّحْ خَبَرُهَا عَلىَ خَبَرِ غَيْرِهَا وَغَيْرُهَا يَقُوْلُ خِلَافَهَ مِمَّا وَقَعَ نَصًّا فِي حَدِيْثِ أُمِّ هَانِئٍ وَغَيْرِهِ

 

Artinya, “Maka jika Aisyah tidak menyaksikan kejadian tersebut, menunjukkan bahwa riwayat tersebut berasal dari selainnya, maka tentu riwayatnya tidak bisa diunggulkan dari riwayat yang lain, sementara riwayat yang lain bertentangan dengannya, sebagaimana yang sudah menjadi nash dalam hadits yang berasal dari Ummu Hani’ dan lainnya.” (Iyadh, I/169).

 

Dari beberapa uraian di atas, menjadi sangat jelas bahwa berpedoman pada pendapat yang disandarkan kepada Sayyidah Aisyah perihal Isra' dan Mi’raj tidak bisa dibenarkan, selain karena memang saat itu ia belum berstatus sebagai istri Nabi saw dan masih di umur belum baligh, pendapat tersebut juga bertentangan dengan mayoritas pendapat ahli hadits dan mayoritas ulama lainnya.

 

Sedangkan pendapat mayoritas ulama, baik ulama ahli hadits maupun ahli fiqih sepakat bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj terjadi dengan ruh dan jasad Rasulullah saw. Pendapat ini sebagaimana dicatat oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam salah satu kitabnya, yaitu:

 

وَقَدْ اِخْتَلَفَ السَّلَفُ بِحَسَبِ اخْتِلاَفِ الْاَخْبَارِ الْوَارِدَةِ فَمِنْهُمْ مَنْ ذَهَبَ إِلىَ اَنَّ الْإِسْرَاءَ وَالْمِعْرَاجَ وَقَعَا فِي لَيْلَةٍ وَاحِدَةٍ فِي الْيَقْظَةِ بِجَسَدِ النَّبِي وَرُوْحِهِ بَعْدَ الْمَبْعَثِ وَاِلىَ هَذَا ذَهَبَ الْجُمْهُوْرُ مِنْ عُلَمَاءِ الْمُحَدِّثِيْنَ وَالْفُقَهَاءِ وَالْمُتَكَلِّمِيْنَ وَتَوَارَدَتْ عَلَيْهِ ظَوَاهِرُ الْاَخْبَارِ الصَّحِيْحَةِ

 

Artinya, “Para ulama salaf berbeda pendapat (perihal Isra' Mi’raj) tergantung riwayat yang sampai. Sebagian ada yang berpendapat bahwa Isra' dan Mi’raj Rasulullah terjadi pada satu malam di waktu sadar, dengan jasad dan ruhnya setelah diangkat menjadi nabi. Pendapat ini menurut mayoritas ulama ahli hadits, ahli fiqih dan ahli tauhid, serta telah datang hadits-hadits sahih (yang berkaitan dengannya).” (Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, [Beirut, Darul Ma’rifah: 1379], juz VII, halaman 197).

 

Demikian penjelasan perihal Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad menurut pendapat Sayyidah Aisyah serta argumentasi yang menolakperiwayatan tersebut. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.