Sirah Nabawiyah

Sikap Sahabat Abu Bakar pada Peristiwa Isra’ Mi’raj

Rab, 2 Maret 2022 | 08:30 WIB

Sikap Sahabat Abu Bakar pada Peristiwa Isra’ Mi’raj

Orang-orang kafir Quraisy terus mendebat dan mengatakan bahwa Abu Bakar tidak waras karena telah percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal

Isra' dan Mi'raj merupakan salah satu peristiwa yang sangat bersejarah dalam Islam. Di dalamnya banyak kejadian luar biasa yang tidak bisa dinalar oleh akal, misalnya, perjalanan yang sangat jauh dan panjang hanya dilalui oleh Nabi Muhammad dengan tempo waktu yang sangat singkat.


Jika tidak berdasarkan keimanan, mustahil seseorang bisa percaya dan iman kepada Rasulullah, termasuk setiap sesuatu yang disampaikannya dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj. Contohnya, orang-orang kafir Quraisy, mereka selalu mencemooh dan menganggap bahwa semua itu hanyalah dongeng belaka yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.


Benar memang, bahwa peristiwa itu tidak bisa diterima akal sehat, namun iman yang kuat akan selalu percaya dan membenarkannya. Dari sinilah kisah sahabat Abu Bakar mendapatkan gelar as-Siddiq (orang yang paling benar).


Kisah ini berawal ketika orang-orang kafir Quraisy hendak mencemooh dan mengolok-olok Nabi Muhammad kepadanya. Mereka bertujuan agar Abu Bakar merasa malu telah percaya dan iman kepada ajaran yang dibawa olehnya. Sesampainya di rumah Abu Bakar, mereka sampaikan kisah perjalanan Rasulullah dari Makkah ke Baitul Maqdis dengan tempo waktu yang sangat singkat.


Mendengar berita itu, Abu Bakar tidak langsung membenarkan dan tidak pula mengingkari, ia justru bertanya, “Apakah Rasulullah benar berkata demikian?”


“Iya,” Jawab mereka. Orang-orang kafir Quraisy terus mendebat dan mengatakan bahwa Abu Bakar tidak waras karena telah percaya pada sesuatu yang tidak masuk akal. Akan tetapi, dengan tegas dan penuh keyakinan, ia langsung mengatakan kepada mereka,


أَنَا صَدَقْتُهُ فِي خَبَرِ السَّمَاءِ فَكَيْفَ أُكَذِّبُهُ فِي ذَلِكَ، مَادَامَ قَالَ فَقَدْ صَدَقَ


Artinya, “Sungguh saya telah membenarkannya perihal khabar langit (Mi’raj), maka bagaimana mungkin saya mengingkarinya dalam peristiwa itu (Isra’). Selama (Rasulullah) berkata, maka sungguh dia benar.”


Jawaban sahabat Abu Bakar di atas dijadikan gambaran oleh para ulama tafsir, bahwa iman yang benar adalah iman yang tidak mempertanyakan apa yang dilakukan oleh pembawa risalah, semua percaya dan iman padanya, sekalipun tidak masuk akal. (Syekh Mutawalli, Tafsir wa Khawathirul Umam lisy Sya’rawi, [Darul Imam, 1997), juz I, halaman 2707).


Demikian gambaran keimanan Sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq. Ia menjadi orang pertama yang iman akan adanya Isra’. Bahkan sebelum khabar tentang Mi’raj diceritakan kepadanya, ia langsung percaya, sebagaimana jawabannya di atas.


Keimanan Sayyidina Abu Bakar

Sayyidina Abu Bakar memang menjadi satu-satunya sahabat Rasulullah yang selalu mendampingi perjuangan dakwah Rasulullah sejak ia diangkat menjadi nabi. Bahkan ketika orang kafir Quraisy hendak membunuhnya, Abu Bakar adalah satu-satunya sahabat yang pergi mendampinginya.


Tidak hanya itu, keimanan Sayyidina Abu Bakar melebihi keimanan para sahabat yang lain, bahkan melebih semua umat Nabi Muhammad. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits, riwayat at-Tirmidzi dari sahabat Umar bin Khattab,


لَوْ وُزِنَ إِيْمَانُ أَبِي بَكْرٍ بِإِيْمَانِ أَهْلِ الْأَرْضِ لَرَجَحَ إِيْمَانُ أَبِي بَكْرٍ


Artinya, “Seandainya keimanan Abu Bakar ditimbang dengan keimanan penduduk bumi, maka keimanan Abu Bakar akan unggul.” (Imam Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur, [Beirut, Darul Fikr: 1993], juz IV, halaman 12).


Imam Abu Abdillah Muhammad bin Umar at-Taimi yang lebih populer (populer) dengan sebutan Imam Fakhruddin ar-Razi (wafat 606 H), dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa keimanan yang ada dalam diri sahabat Abu Bakar merupakan representasi dari firman Allah swt dalam surat Al-Anfal, yaitu:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آياتُهُ زادَتْهُمْ إِيماناً وَعَلى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ


Artinya, “Sungguh orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (Surat Al-Anfal ayat 2).


Menurut Imam Fakhruddin ar-Razi, Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu ayat-ayat Allah. Oleh karenanya, ketika Abu Bakar mendengar peristiwa itu, ia langsung membenarkan, keimanannya bertambah serta akan hilang keraguan dalam dirinya. (Imam ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’ at-Turats: 1420], juz XV, halaman 451).


Demikian gambaran betapa kuatnya keimanan Sayyidina Abu Bakar. Dengan mengetahui kisah ini, semoga kita bisa meneladani keimanannya yang kuat, Amin.


Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.