Sirah Nabawiyah

Kenaikan BBM dan Kampanye Hemat Energi di Masa Nabi

Kam, 1 September 2022 | 16:00 WIB

Kenaikan BBM dan Kampanye Hemat Energi di Masa Nabi

Kenaikan BBM dan kampanye hemat energi

Isu rencana kenaikan harga BBM beberapa hari terakhir ramai diperbincangkan. Alasannya, langkah ini bertujuan untuk mengurangi beban subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak (BBM) yang besar di tengah tingginya harga minyak dunia. Belum lagi Indonesia merupakan net importir minyak mentah. 

 

Sebagai salah satu energi tak terbarukan atau diperoleh dari sumber daya alam yang pembentukannya sampai jutaan tahun, dan jika sumber daya tersebut sudah digunakan akan memerlukan waktu cukup lama untuk menggantinya, maka kemunculan isu kenaikan BBM sering dihadapkan dengan kampanye hemat energi. Dengan sosialisasi penggunaan kendaraan listrik, misalkan. 

 

Sejak kurang lebih 14 abad yang lalu, kampanye hemat energi sebenarnya sudah dilakukan oleh Nabi saw. Salah satunya dengan sering berpesan kepada para sahabat agar mematikan lampu saat tidur di malam hari. Pesan tersebut di antaranya beliau sampaikan dalam hadits riwayat Jabir bin Abdullah berikut:

 

عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِذَا اسْتَجْنَحَ  اللَّيْلُ أَوْ كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ فَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإِنَّ الشَّيَاطِينَ تَنْتَشِرُ حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ الْعِشَاءِ فَحُلُّوهُمْ وَأَغْلِقْ بَابَكَ، وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَأَطْفِئْ مِصْبَاحَكَ، وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَأَوْكِ سِقَاءَكَ، وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَخَمِّرْ إِنَاءَكَ، وَاذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ، وَلَوْ تَعْرُضُ عَلَيْهِ شَيْئًا

 

Artinya, “Dari Nabi saw, beliau bersabda: ‘Bila malam telah tiba maka tahanlah anak-anak kecil kalian (agar tidak keluar rumah) karena setan saat itu sedang berkeliaran. Bila telah berlalu waktu Isya maka silakan lepaskan mereka, tutuplah pintumu dan bacalah nama Allah, matikan lampu dan bacalah nama Allah, tutuplah tempat airmu dan bacalah nama Allah, tutuplah bejanamu meski engkau hanya lintangkan sesuatu di atasnya dan bacalah nama Allah.’” (HR al-Bukhari dan Muslim) 

 

Salah satu pesan yang Nabi saw sampaikan melalui hadits di atas adalah untuk mematikan lampu kala malam hari, tepatnya ketika hendak tidur. Dalam redaksi yang berbeda, pesan Nabi saw seperti demikian disampaikan dalam banyak hadits. Ini menunjukkan bahwa beliau tidak sepintas lalu menyampaikannya, melainkan benar-benar dikampanyekan saat itu. 

 

Jika melihat asbabul wurud-nya, pesan Nabi untuk mematikan lampu saat malam hari berangkat dari kebiasaan orang Arab yang membiarkan lampu tetap menyala saat tidur. Zaman itu alat penerangan masih menggunakan api, jelas karena belum ada listrik. Akibatnya, pernah terjadi kebakaran karena kelalaian tersebut. Terkait hal ini juga pernah disampaikan Nabi saw dalam sabdanya:

 

احْتَرَقَ بَيْتٌ بِالْمَدِينَةِ عَلَى أَهْلِهِ مِنْ اللَّيْلِ فَحُدِّثَ بِشَأْنِهِمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ هَذِهِ النَّارَ إِنَّمَا هِيَ عَدُوٌّ لَكُمْ فَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوهَا عَنْكُم 

 

Artinya, “Pada suatu malam terjadi kebakaran di satu tempat tinggal penduduk pada Madinah (saat penghuninya tertidur). Lalu hal itu diceritakan pada Nabi saw. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya api ini merupakan musuh kalian, karena itu apabila kalian hendak tidur, maka padamkanlah lebih dulu.’” (HR al-Bukhari)

 

Pada hari ini, mematikan lampu jika sedang tidak diperlukan juga sering dikampanyekan demi menghemat energi tak terbarukan. Memang, konteks zaman Nabi saw langkah ini dilakukan untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan, yaitu kebakaran. Akan tetapi, faktor pendorongnya sama, yaitu untuk kemaslahatan di dunia sebagaimana dengan konteks menghemat energi saat ini. 

 

Baik listrik maupun bahan bakar kendaraan, keduanya memiliki korelasi, yaitu sama-sama energi tak terbarukan. Dalam konteks yang lebih luas, prinsip hemat energi juga disampaikan Nabi agar kita tidak boros dalam melakukan sesuatu sehingga menimbulkan kerugian. Hal ini di antaranya didasari firman Allah swt:

 

اِنَّ الۡمُبَذِّرِيۡنَ كَانُوۡۤا اِخۡوَانَ الشَّيٰطِيۡنِ‌ ؕ وَكَانَ الشَّيۡطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوۡرًا

 

Artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra [17]: 27). 

 

Melalui ayat di atas, Allah swt melarang kita untuk berbuat mubadzir, yaitu menggunakan kekayaan secara berlebihan. Penyebutan pelaku mubadzir sebagai teman setan memiliki beberapa alasan. Yaitu karena (1) ia melakukan kerusakan sebagaimana kelakuan setan, (2) melakukan sesuatu atas dorongan hawa nafsu, atau (3) kelak akan dimasukkan ke dalam neraka bersama para setan. (Imam al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 2019: juz V, halaman 181).

 

Prinsip berhemat ini kemudian juga Nabi saw terapkan kepada energi yang terbarukan seperti dalam penggunaan air agar tidak berlebihan saat berwudhu. Banyaknya redaksi hadits yang memiliki pesan serupa menjadi bukti keseriusan beliau dalam pengelolaan dan pelestarian energi. Berkaitan dengan hal ini, ada kisah menarik untuk kita simak. 


Kisah Abyadh bin Hammal

Sekali waktu seorang sahabat bernama Abyadh bin Hammal mendatangi Nabi saw untuk meminta tambang garam yang terdapat di salah satu tanah tak bertuan. Hal ini wajar karena posisi Nabi saw saat itu sebagai kepala negara Madinah, sehingga siapa saja berhak memiliki tanah tak bertuan asalkan bisa memanfaatkannya dengan syarat mendapat izin dari beliau. 

 

Hanya saja, begitu Nabi saw tahu tanah tersebut memiliki sumber air yang melimpah, beliau cabut kepemilikan Abyadh dan digunakan untuk kepentingan umum. Langkah Nabi ini dilakukan agar sumber daya alam tidak dimiliki oleh segelintir orang, melainkan untuk kepentingan umum. Kisah ini disampaikan dalam salah satu hadits riwayat Imam At-Tirmidzi.

 

Melaui penjelasan di atas, kita bisa simpulkan bahwa sejak dulu Islam mengampanyekan hemat energi. Selain itu, orientasi maslahat juga selalu menjadi acuan dalam membina umat. Dalam konteks pengelolaan pengelolaan dan pelestarian energi, Nabi saw mengaturnya dengan seadil mungkin seperti agar kekayaan alam tidak dikuasai oleh segelintir orang. Walllahu a’lam.

 

Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta