Sirah Nabawiyah

Mengenang Wafatnya Ibrahim Putra Rasulullah di Bulan Syawal

Sab, 21 Mei 2022 | 07:00 WIB

Mengenang Wafatnya Ibrahim Putra Rasulullah di Bulan Syawal

Ilustrasi Nabi Muhammad saw. (Foto: NU Online)

Syawal menjadi bulan duka bagi Rasulullah saw. Sebab, putra kecil yang sangat beliau sayangi, Sayyid Ibrahim, menghembuskan napas terakhir. Air mata beliau deras membasahi dan hati beliau dirundung kesedihan yang teramat mendalam. Para sahabat menyaksikan sendiri betapa Nabi merasa sangat kehilangan atas kepergian putra tercintanya itu. Dalam satu hadits dijelaskan,


إنَّ العَيْنَ تَدْمَعُ، والقَلْبَ يَحْزَنُ، ولَا نَقُولُ إلَّا ما يَرْضَى رَبُّنَا، وإنَّا بفِرَاقِكَ يا إبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ.


Artinya, “Sungguh mata ini meneteskan air mata dan hati ini sedang dirundung duka. Namun, kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rabb kami. Sungguh, kami bersedih atas kepergianmu, wahai Ibrahim.” (HR Bukhari)


Peristiwa duka ini terjadi pada tanggal 29 Syawal 10 H, atau bertepatan dengan 27 Maret 632 M. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Maumud Basya dalam kitab Natâijul Afhâm. Kendati ada versi lain yang berpendapat dengan tanggal dan bulan yang berbeda, akan tetapi para sejarawan sepakat bahwa Sayyid Ibrahim wafat pada tahun 10 H ketika usianya yang baru dua tahun. (Mahmud Khitab as-Subki, Ad-Dinul Khalish, t.t: juz III, h. 77)


Sayyid Ibrahim merupakan salah satu dari tiga putra Rasulullah yang semuanya wafat dalam usia dini. Mereka adalah Sayyid Ibrahim, Sayyid Qasim, dan Sayyid ‘Abdullah yang dijuluki Ath-Thayyib (yang baik) dan Ath-Thahir (yang suci). Total putra-putri beliau ada tujuh, yang putri ada empat yaitu Sayyidah Fathimah, Sayyidah Zainab, Sayyidah Ruqayyah, dan Sayyida Ummu Kultsum. Semuanya lahir dari rahim Sayyidah Khadijah, kecuali Ibrahim lahir dari Sayyidah Mariyatul Qibthiyah.


Syekh Ahmad Marzuqi menggubahnya dalam bait-bait syair dalam kitab ‘Aqîdatul ‘Awwâm berikut,


وَسَـبْـعَةٌ أَوْلاَدُهُ فَمِـنْـهُمُ * ثَلاثَـةٌ مِـنَ الذُّكـُوْرِ تُـفْهَمُ


قَاسِـمْ وَعَبْدُ اللهِ وَهْوَ الطَّيِّبُ * وَطَاهِـرٌ بِذَيْـنِ ذَا يُـلَـقَّبُ


أَتَاهُ إبْرَاهِـيْـمُ مِنْ سُـرِّيـَّهْ * فَأُمُّـهُ مَارِيَّةُ الْـقِـبْـطِـيَّـهْ


وَغَيْـرُ إِبْرَاهِيْمَ مِنْ خَـدِيْجَهْ * هُمْ سِتَـةٌ فَخُـذْ بِهِمْ وَلِـيْجَهْ


وَأَرْبَعٌ مِـنَ اْلإِنَاثِ تُـذْكَـرُ * رِضْـوَانُ رَبِّي لِلْجَمِـيْعِ يُذْكَرُ


فَاطِـمَـةُ الزَّهْرَاءُ بَعْلُهَا عَلِيْ * وَابْنَاهُمَا السِّـبْطَانِ فَضْلُهُمُ جَلِيْ


فَزَيْـنَبٌ وَبَعْـدَهَـا رُقَـيَّهْ * وَأُمُّ كُـلْـثُـومٍ زَكَـتْ رَضِيَّهْ


Artinya, “Ada tujuh orang putra-putri Nabi Muhammad, di antara mereka adalah tiga orang laki-laki, maka bisa dipahami.”


“Sayyid Qasim dan Sayyid Abdullah yang mempunyai gelar (julukan) At-Thayyib dan At-Thahir. Melalui sebutan inilah (At-Thayyib dan At-Thahir ) Sayyid Abdullah diberi gelar.”


“Anak yang ketiga bernama Sayyid Ibrahim dari hamba sahaya perempuan dan ibunya bernama Mariyyatul Qibthiyyah.”


“Selain Sayyid Ibrahim, Ibu dari putra putri Nabi Muhammad berasal dari Khadijah, mereka semua enam orang (selain Sayyid Ibrahim). Maka kenalilah dengan penuh kasih sayang lahir dan batin.


“Dan empat orang anak perempuan Nabi yang akan disebutkan, semoga Allah meridhai mereka semua.”


“Fatimah Az-Zahra yang memiliki suami Ali Bin Abi Thalib dan kedua putra mereka (Hasan dan Husein) adalah cucu Nabi Muhammad yang sudah jelas keutamaannya.”


“Kemudian Zainab, selanjutnya Ruqayyah dan Umu Kultsum yang suci dan diridhai.”


Bertepatan dengan wafatnya Sayyid Ibrahim, terjadi gerhana matahari. Hal ini kemudian menghebohkan para sahabat, bahkan mereka sampai mengira peristiwa ini ada hubungannya dengan kewafatan putra Nabi. Namun akhirnya Rasulullah menjelaskan kepada mereka bahwa peristiwa tersebut murni fenomena alam yang menjadi tanda-tanda kekuasaan Allah swt. Dalam satu hadits dijelaskan,


إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا


Artinya, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari)


Hadits di atas menjelaskan bahwa baik gerhana matahari atau pun gerhana bulan adalah murni fenomena alam yang menjadi tanda kekuasaan Allah, tidak ada kaitannya dengan kelahiran atau kematian seseorang. Saat peristiwa tersebut terjadi, umat Muslim dianjurkan untuk beribadah dengan shalat gerhana, berdoa, dan memperbanyak sedekah. 


Alasan umat Muslim dianjurkan untuk berdoa pada saat terjadi gerhana adalah karena ketika terjadi sesuatu yang di luar kebiasaan (dalam hal ini gerhana) maka biasanya manusia akan lebih fokus mengingat Allah dan tidak sibuk memikirkan dunia. Dengan begitu doa mereka akan lebih mudah dikabulkan. (Syekh Ali Muhammad al-Qari, Mirqâtul Mafâtîḫ, 2001: juz III, h. 533)


Hikmah wafatnya putra Nabi

Semua putra-putra Nabi Muhammad wafat saat masih balita. Artinya, mereka semua meninggal sebelum Nabi wafat. Hikmah di balik ketetapan Allah ini adalah supaya setelah Rasulllah wafat, tidak ada orang dari keturunan beliau yang “dikultuskan” sebagai pewaris kenabian, dan hal ini sangat mungkin akan dialami putra-putra Nabi jika mereka masih hidup. Sementara sudah jelas bahwa Rasulullah adalah Nabi terakhir. (Muhammad Faraj, Al-‘Abqariyyatul ‘Askariyyah, 1958: 65)


Terkait status Nabi Muhammad sebagai nabi terakhir sudah banyak dijelaskan dalam teks-teks agama, salah satunya adalah nash Al-Qur’an berikut,


مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٖ مِّن رِّجَالِكُمۡ وَلَٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا  


Artinya, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab [33]: 40) (Muhamad Abror)