Sirah Nabawiyah

Nilai-nilai Kebangsaan dalam Piagam Madinah

Jum, 12 November 2021 | 10:03 WIB

Nilai-nilai Kebangsaan dalam Piagam Madinah

Ilustrasi: Masjid Nabawi di Madinah. (Foto: SPA)

Piagam Madinah (Konstitusi Madinah) yang juga disebut dengan Mitsaq al-Madinah memiliki spirit persatuan dalam pengelolaan negara yang langsung dipimpin oleh Nabi Muhammad. Ketika hijrah ke Yatsrib (Madinah), Nabi Muhammad memang diharapkan oleh masyarakat Madinah agar dapat menyatukan seluruh bangsa yang ratusan tahun dilanda konflik antar-suku.


Nilai-nilai kebangsaan dalam Piagam Madinah dinyatakan jelas dalam konstitusi yang terdiri dari 47 pasal tersebut. Pasal 1 menyebutkan bahwa Sesungguhnya mereka satu umat, lain dari (komunitas) manusia lainnya. (Baca Khamami Zada, dkk, Meluruskan Pandangan Keagamaan Kaum Jihadis, 2018: 23)


Dalam pasal-pasal yang menyangkut hak asasi disebutkan bahwa hak dan kewajiban yang sama antara kaum Muhajirin, Anshar dan suku-suku lain seperti Suku Auf, Bani Saidah, Bani al-Harits, Bani Najar, dan sebagainya.


Seperti yang terdapat dalam Pasal 3: Bani Auf sesuai dengan keadaan (kebiasaan), mereka bahu-membahu membayar diyat di antara mereka seperti semula dan setiap suku membayar tebusan tawanan dengan baik dan adil di antara Mukminin.


Bunyi Pasal 3 tersebut persis sama dari Pasal 2 yang ditujukan pada Kaum Anshar dan Muhajirin hingga Bani Al-‘Alws pada Pasal 10. (Baca Khamami Zada, dkk, Meluruskan Pandangan Keagamaan Kaum Jihadis, 2018: 24)


Dalam Piagam Madinah juga dijelaskan pasal-pasal tentang persatuan seagama, disebutkan segenap orang-orang yang beriman yang bertakwa harus menentang setiap orang yang berbuat kezaliman, melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan, di kalangan masyarakat orang-orang yang beriman.


Di antaranya ialah Pasal 25: Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan Mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum Muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan mereka sendiri, kecuali bagi zalim dan jahat. Hal demikian dapat merusak diri dan keluarga.


Selain membina persaudaraan sesama orang-orang Islam atau ukhuwah Islamiah di kota Madinah, Nabi Muhammad juga membina ukhuwah wathaniyah, sehingga mengarahkan pada penduduk Madinah dari suku apapun dan agama apapun agar menjaga keamaan kota Madinah. Mereka diarahkan agar bersatu mempertahankan kota Madinah, apabila ada serangan dari luar.


Dari substansi Piagam Madinah tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ingin membina persaudaraan antara sesama umat manusia atau ukhuwah insaniah. Di sini, Nabi hanya memberikan inspirasi kepada umat Islam bagaimana membangun sistem pemerintahan Islami berdasarkan kesepakatan bersama warga bangsa. Walau demikian, Islam tetap menjiwai praktik kepemimpinan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad kala itu.


Sistem pemerintahan berkembang pasca Nabi Muhammad wafat. Rasulullah mengembangkan negara berdasarkan kesepakatan dan perjanjian di Madinah. Nabi memimpin umat untuk berkomitmen dalam kebersamaan yang diatur dalam Piagam Madinah. Namun, Nabi sendiri tidak pernah menetapkan aturan baku soal bentuk negara. Tetapi bentuk pemerintahan di Madinah menjadi inspirasi.


Penulis: Fathoni Ahmad

Editor: Muchlishon