Sirah Nabawiyah

Piagam Madinah dan Semangat Kebangsaan Nabi Muhammad

Kam, 21 Oktober 2021 | 12:30 WIB

Piagam Madinah dan Semangat Kebangsaan Nabi Muhammad

Piagam Madinah dan semangat kebangsaan Nabi Muhammad saw.

 

Dalam sejarah Islam, kita mengenal Piagam Madinah yang dibuat pada 622 M. Piagam Madinah dikenal dengan sebutan Mitsaqul Madinah, Shahifah Madinah, Perjanjian Madinah, Konstitusi Madinah, atau Dusturul Madinah. Semuanya merujuk pada pada kontrak sosial-politik Piagam Madinah.


Piagam Madinah yang dikonsep oleh Nabi Muhammad saw dan pemuka-pemuka masyarakat Madinah memuat sekira 47 poin perjanjian yang mengatur masalah sosial-politik-ekonomi antara Nabi Muhammad saw dan komunitas-komunitas sosial yang berjumlah 10.000 warga di Madinah (Kota Yatsrib).


Melalui Piagam Madinah, Nabi Muhammad saw ingin menciptakan tatanan masyarakat yang berlandaskan pada keadilan, kesejahteraan, keharmonisan, dan toleransi. Dengan Piagam Madinah yang ditandatangani oleh semua komunitas sosial di Madinah, Nabi Muhammad saw berhasil membuat dasar legal formal atau konstitusi yang menjadi acuan bermasyarakat di Madinah.


Michael H Hart memasukkan nama Nabi Muhammad saw ke dalam deretan nama 100 tokoh berpengaruh dunia. Hart bahkan menempatkan nama Nabi Muhammad saw pada urutan pertama sebagai pemimpin yang sangat berpengaruh di zamannya dan terasa pengaruhnya hingga saat ini. (Michael H Hart, 100 Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, [Jakarta, Pustaka Jaya: 2003 M], halaman 27-34).


Melalui Piagam Madinah yang adil, mempersatukan, dan menjamin kebebasan masing-masing komunitas yang beragam di Madinah, Nabi Muhammad saw tampil bukan hanya pemimpin agama, tetapi juga pemimpin ulung sosial-politik yang piawai menyatukan 10.000 warga Madinah yang terfragmentasi ke dalam tiga umat beragama dan beberapa kelompok sosial. 


Awalnya populasi Muslim berjumlah 1.500 orang yang terdiri atas kaum imigran (Muhajirin) dan pribumi Madinah (kelompok Ansor). Sedangkan populasi Yahudi Madinah dari berbagai suku berjumlah 4.000 orang. Adapun 4.500 warga Madinah lainnya adalah penganut pagan penyembah berhala dan kepercayaan adat.


Dengan realitas sosial-politik yang beragam itu, Nabi Muhammad saw menyusun Piagam Madinah sebagai konstitusi berbasis ukhuwah wathaniyah (semangat kebangsaan) untuk menyatukan dan mempersatukan semua entitas masyarakat Madinah yang plural.


Nabi Muhammad saw mempersaudarakan kaum imigran asal Makkah (golongan Muhajirin) dan pribumi muslim Madinah (kaum Ansor). Demikian juga jaminan atas hak-hak sipil masyarakat Yahudi Madinah. Semua entitas sosial di Madinah memiliki hak dan kewajiban yang sama.


“Dialah Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi… Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif.” (Hart, 2003 M: 27).


Piagam Madinah merupakan konstitusi yang memuat norma-norma demokrasi yang meliputi kesetaraan di mata hukum, solidaritas sosial atas dasar kebangsaan, kebebasan menjalankan agama masing-masing, hak-hak sipil, musyawarah, toleransi, pertahanan, dan antidiskriminasi. Piagam Madinah menjadi landasan konstitusi yang mempertemukan masyarakat Madinah.


Piagam Madinah merupakan dokumen sejarah penting peradaban dalam konteks bermasyarakat, beragama, dan bernegara hari ini. Semangat dan kandungan Piagam Madinah menjadi model penataan sebuah wilayah yang didiami oleh masyarakat yang heterogen. Tanpa konstitusi yang adil dan demokratis, sebuah keharmonisan dari masyarakat yang majemuk tidak akan tercapai. (Alhafiz Kurniawan)

 

*Konten ini hasil kerja sama NU Online dan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI