Sirah Nabawiyah

Surat Thaha dan Fatimah, Jalan Hidayah Umar bin Khattab

Sab, 22 Januari 2022 | 08:45 WIB

Surat Thaha dan Fatimah, Jalan Hidayah Umar bin Khattab

Ilustrasi Umar bin Khattab. (Foto: NU Online)

Kisah Umar bin khattab masuk Islam merupakan peristiwa yang menarik. Pada suatu hari dengan pedang terhunus, Umar bin Khattab menuju Darul Arqam tempat dimana baginda Nabi Muhammad biasa berkumpul dengan para sahabat. Melihat mukanya yang beringas, matanya yang nanar, orang sudah menyangka dan mengerti, ini tentu akan terjadi pembunuhan. 

 

Dalam perjalanan menuju Darul Arqam, Umar bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah. Nu’aim bertanya, “Ya Umar, mau kemana engkau?” (baca Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab, 2007)


Umar bilang, “Mau membunuh itu, si murtad itu.”


“Si murtad yang mana?”


“Yang mana lagi? Itu. Yang memecah belah kita. Yang menghina berhala-berhala kita. Yang menjelek-jelekkan nenek moyang dan keturunan kita. Siapa lagi kalau bukan Muhammad.”


Kata Nu’aim, “Umar, tidak salah engkau?”


“Tidak salah lagi.”


“Salah Umar.”


“Salah kenapa?”


“Apa kamu tidak malu? Kamu mau pergi membunuh Muhammad, sementara adikmu sendiri Fatimah, dia sudah termasuk salah seorang pengikut Muhammad.”


Mendengar ini, muka yang memang tadinya sudah marah dan merah, tambah jadi kelam. Bukan main mangkelnya Umar bin Khattab. Orang lain dia musuhi, orang lain dia kejar-kejar, ini malah adiknya sendiri menjadi pengikut dari Baginda Nabi. Tidak jadi menuju Darul Arqam, dia berangkat ke rumah adiknya Fatimah.


Di rumah Fatimah sedang berkumpul, Fatimah, suaminya Sa’id bin Zaid dan seorang sahabat Habab Ibnul Arats. Mereka sedang membaca Quran.


Diketuk pintu oleh Umar, dan dijawab dari dalam, “Siapa di luar?” “Umar!” mendengar suaranya saja, sahabat Habab Ibnul Arats sudah lari ke belakang pintu. Adapun Fatimah yang sedang memegang suhuf, lembaran tulisan Al-Quran itu, menyembunyikan suhuf itu di belakang bajunya.


Saat Umar masuk, tidak sengaja suhuf lembaran yang tersembunyi di belakang baju Fatimah tersembul, Umar pun bertanya, “Apa yang kau sembunyikan di balik bajumu itu?” Fatimah berkata “Suhuf” “Apa suhuf itu?” “Lembaran Al-Qur’an”


Maka dibacalah lembaran tersebut:


طه . مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآَنَ لِتَشْقَى


“Thaha, Tidaklah Aku turunkan Al-Qur’an ini untuk bikin sukar manusia. Melainkan merupakan pengingat bagi orang-orang yang takut kepada Allah.”


إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي . إِنَّ السَّاعَةَ آَتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى


“Sesungguhnya Akulah Allah. Tidak ada tuhan melainkan Aku. Maka hendaknya hanya kepada-Ku lah kamu menyembah. Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang, yang sengaja waktunya tidak kami beritahukan kepada kamu semua, untuk kami balas segala setiap orang, tentang apa saja yang telah mereka lakukan dalam kehidupan dunia ini.”


Setelah membaca ayat ini gemetar tangannya. Dalam hati Umar ini tidak main-main. Belum pernah saya baca ajaran yang semacam ini. Tidak patut orang yang mempunyai kitab suci semacam ini dimusuhi. Ini sesuatu yang benar. Tergetar jiwanya.


“Hai, Fatimah beritahu aku dimana keberadaan Muhammad?” “Saya tidak akan memberitahu kamu.” “Dimana?” kata Umar lagi. “Saya tidak akan memberi tahu,” kata Fatimah. “Lebih baik kamu bunuh saya kalau memang maksudmu mau mencelakakan Muhammad,” kata Fatimah lagi. “Sama sekali saya tidak akan mencelakakan dia, Fatimah. Kasih tau saja dimana dia?” ujar Umar. “Darul Arqam,” kata Fatimah. Bergegas umar menuju Darul Arqam.


Saat di dalam Darul Arqam, Nabi Muhammad memang sedang berkumpul dengan para sahabat. Termasuk ada Sayidina Hamzah yang juga terkenal sebagai jawara juga. Diketuklah pintu. “Siapa di luar?” “Umar”.


Di dalam Darul Arqam ini geger sebagian sahabat, Umar datang ini pasti sebagai bencana. Tapi baginda Nabi menenangkan mereka, “Tenang, mudah-mudahan ada hikmahnya.” Sayidina Hamzah tampil, “Bukakan dia pintu. Kalau niatnya baik kita terima, kalau niatnya tidak baik, saya paling depan”. 


Dibukakan pintu. Begitu dibukakan pintu, Umar masuk merangkul baginda Nabi Muhammad. Kemudian dengan tersendat, Umar mengucapkan dua kalimat syahadat, memeluk Islam.


Kegembiraan meliputi suasana ketika itu karena sebelumnya dikala Umar belum masuk Islam, dia merupakan ganjalan yang paling dikhawatirkan oleh umat Islam. Namun, setelah dia masuk Islam, jelas merupakan suatu keuntungan yang sangat besar.


Umar memeluk Islam bukan karena bujuk rayu orang, tidak karena diberikan harta, tidak karena diiming-imingi oleh kedudukan tinggi. Tetapi karena kebenaran, hidayah menembus hatinya melalui wasilah ayat dalam surat Thaha yang dibacanya melalui suhuf yang dipegang oleh adiknya sendiri, Fatimah. (Fathoni)