Syariah

6 Rukun Haji yang Tidak Boleh Ditinggalkan

Sen, 15 April 2024 | 19:00 WIB

6 Rukun Haji yang Tidak Boleh Ditinggalkan

6 rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan dan tidak bisa diganti dengan kompensasi dam. (freepik).

Ibadah haji sebagaimana ibadah lainnya memiliki rukun atau bagian-bagian yang pelaksanaannya tidak dapat ditinggalkan. Ibadah haji disebut sebagai ibadah yang agung bilamana semua rukunnya dikerjakan tanpa kecuali.
 

Bila salah satu tidak dilaksanakan, maka ibadah hajinya tidak sah dan tidak gugur kewajiban haji bagi jamaah tersebut. Adapun berikut ini enam rukun haji yang harus dilaksanakan oleh jamaah haji dalam kondisi apapun.

 

1. Ihram

Ihram dalam haji sejenis dengan takbiratul ihram dalam shalat. Ihram menandai masuknya seseorang dalam rangkaian manasik haji dengan niat haji di dalam hati. Jamaah dianjurkan melafalkan niat ihram haji dengan lisannya.

Sebelum niat tentu saja, jamaah haji harus menyiapkan diri atas konsekuensi ihram. Jamaah haji dianjurkan mandi dan sudah mengenakan pakaian ihram terlebih dahulu sebelum niat ihram. Jamaah haji sudah harus segera meninggalkan larangan haji setelah niat ihram.

 

2. Wukuf

Wukuf adalah kehadiran seseorang di Arafah meski sejenak sekalipun tertidur atau hanya melewati area wukuf. Waktu wukuf berlangsung dari zuhur tanggal 9 Dzulhijjah sampai Subuh tanggal 10 Dzulhijjah.
 

Jamaah haji dianjurkan untuk memperbanyak zikir tasbih, tahmid, tabir, tahlil, dan doa ketika wukuf. Jamaah haji juga tidak perlu mengeraskan lafal zikir dan doanya ketika wukuf.
 

الحَجُّ عَرَفَةُ

Artinya, “Haji itu [wukuf di] Arafah,” (HR At-Tirmidzi).
 

3. Tawaf

Tawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali dalam keadaan suci yang diawali dari arah Hajar Aswad. Tawaf rukun ini disebut juga tawaf ifadhah. Jamaah dianjurkan untuk membaca talbiyah.
 

Jamaah haji sudah boleh melakukan tawaf ifadhah mulai dari tengah malam 10 Dzulhijjah. Kalau sebelumnya, maka tawaf ifadhahnya tidak sah. 
 

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

 

Artinya, “Hendaklah mereka mengelilingi rumah lama (Ka’bah),” (QS Al-Haji: 29).
 

4. Sa’i

Sa’i adalah jalan kaki antara Shafa dan Marwah. Sa’i dilakukan sebanyak 7 kali dengan perhitungan yaitu: jalan dari Shafa ke Marwah dihitung sekali dan jalan dari Marwah ke Shafa dihitung sekali.
 

Jalan pertama wajib dimulai dari Shafa ke Marwah. Jika sa’i dimulai dari Marwah ke Shafa, maka jalan pertama tidak dihitung. Sa’i harus dilaksanakan dengan 7 kali dengan hitungan yang meyakinkan. Sa’i tidak boleh kurang dari 7 kali.
 

Sa’i dapat dilaksanakan dengan jalan kaki. Tetapi bagi lansia dan mereka yang memiliki uzur, sa’i dapat dilaksanakan dengan bantuan kursi roda.
 

اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا 
 

Artinya, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya.” (QS Al-Baqarah: 158).

 

5. Tahallul

Tahallul dilakukan dengan cara mencukur atau menggunting rambut. Minimal mencukur 3 lembar rambut. Sedangkan afdalnya, jamaah haji mencukur secara merata rambutnya.
 

مُحَلِّقِيْنَ رُءُوْسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَۙ 
 

Artinya, “(Jika Allah menghendaki dalam keadaan aman), dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya,” (QS Al-Fatah: 26). 
 

 

6. Tertib

Rukun haji ini harus dilaksanakan secara berurutan. Hal ini ditarik dari tata cara dan anjuran dari praktik haji Nabi Muhammad saw.
 

خُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
 

Artinya, “Ambillah dariku perihal tata cara manasik haji kamu.” (HR Muslim, An-Nasai, dan Ahmad).
 

Enam rukun haji ini harus dilaksanakan tanpa kecuali. Rukun haji ini tidak dapat ditinggalkan sebagiannya dan digantikan dengan dam.
 

قوله: ولا تجبر أي الأركان أي لا دخل للجبر فيها، وذلك لانعدام الماهية بانعدامها، فلو جبرت بالدم مع عدم فعلها للزم عليه وجود الماهية بدون أركانها، وهو محال بجيرمي
 

Artinya, “Rukun-rukun atau bagian ini tidak dapat ditambal [substitusi atau kompensasi]. Maksudnya tidak masuk pada rukun-rukun itu penambalan karena tidak ada substansi haji tanpa pelaksanaan rukun-rukun tersebut. Seandainya rukun itu dapat diganti dengan dam tanpa mengerjakan rukun tersebut, niscaya akan wujud suatu substansi (hakikat) tanpa rukun-rukunnya, dan hal itu mustahil. Demikian penjelasan Al-Bujairimi.” (Sayyid Bakri Syatha Ad-Dimyathi, I‘anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr:], juz II, halaman 331).

 

Demikian keterangan yang dapat kami sampaikan. Semoga keterangan ini dapat dipahami dengan baik. Wallahu a’lam.
 

 

Ustadz Alhafiz Kurniawan, Redaktur Keislaman NU Online