Syariah

Apakah Syahadat Termasuk Rukun Khutbah Jumat? Ini Penjelasan Ulama Mazhab Empat

Rab, 31 Januari 2024 | 20:00 WIB

Apakah Syahadat Termasuk Rukun Khutbah Jumat? Ini Penjelasan Ulama Mazhab Empat

Ilustrasi: khutbah (NU Online, Mahbib) 2.

Dalam buku Ayo Memahami Fikih dijelaskan bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat di kedua khotbah termasuk rukun khotbah Jum’at. (H. Jamhari dan H. Tasimin, Ayo Memahami Fikih Untuk Kelas VII Jilid I [Jakarta: Penerbit Erlangga, 2023], halaman 113).

 

Ketetapan hukum fikih ini berbeda dengan mazhab empat (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Ibnu Hanbal). Menurut mereka, syahadat bukan rukun Khutbah Jumat, baik di khutbah pertama maupun di khutbah kedua.

 

Menurut ulama Hanafiyah khutbah Jumat memiliki satu rukun saja, yaitu dzikirmeliputi dzikir yang sedikit ataupun banyak. Mereka tidak menyebutkan syahadat sebagai rukun khutbah Jumat.  Abdurrahmân Al-Jazîrî menguraikan:
 

 

اَلْحَنَفِيَّةُ قَالُوْا : اَلْخُطْبَةُ لَهَا رُكْنٌ وَاحِدٌ، وَهُوَ مَطْلَقُ الذِّكْرِ الشَّامِلِ لِلْقَلِيْلِ وَالْكَثِيْرِ.  فَيَكْفِيْ لِتَحَقُّقَ الخُطْبَةِ الْمَفْرُوْضَةِ تَحْمِيدةٌ أوتَسْبِيْحَةٌ أوتهليلةٌ، نَعَمْ يُكْرَهُ تنزيهاً الاقتصارُ على ذلك
 

Artinya, “Hanafiyah berpendapat bahwa Khutbah Jumat hanya memiliki satu rukun saja, yaitu dzikir yang umum, baik sedikit atau banyak. Maka untuk melaksanakan Khotbah yang wajib maka cukup dengan membaca tahmid atau tasbih atau tahlil. Namun menurut mereka mencukupkan khutbah hanya dengan membaca tahmid, atau tasbih atau tahlil hukumnya makruh tanzih.” (AbdurRahmân Al-Jazîrî, Al-Fiqh 'alal Madzahib Al-Arb`ah, [Kairo, Darul Hadîts: 2004], juz. I, halaman 305).

 

Menurut ulama Malikiyah Khutbah Jumat memiliki satu rukun saja, yaitu peringatan atau kabar gembira. Tidak menyebutkan syahadat sebagai rukun Khutbah Jumat. Abdurrahmân Al-Jazîrî menguraikan:
 

اَلْمَالِكيَّةُ قَالُوا: الخُطْبَةُ لها رُكْن ٌوَاحِد وَهُوَ أن تَكونَ مُشْتَمِلةً على تحذيرٍ أو تبشيرٍ، ولايشترط السَّجْعُ فيهما على الأصَحِّ فلو أَتي بها نظماً أونثراً صَحَّ 


Artinya, “Malikiyah berpendapat bahwa Khotbah Jum`at hanya memiliki satu rukun saja, Yaitu, Khotbah yang berisi peringatan atau kabar gembira. Menurut qaul ashah tidak disyaratkan melakukan sajak. Namun jika berKhotbah dengan menggunakan nazdam atau natsar hukumnya sah.” (Al-Jazîrî, Al-Fiqh, juz 1, halaman 305).

 

Menurut ulam Syafi`iyah Khutbah Jumat memiliki lima rukun, yaitu

  1. Hamdalah, pada khutbah pertama dan kedua.
  2. Shalawat Nabi, pada khutbah pertama dan kedua.
  3. Wasiyat takut kepada Allah, pada khutbah pertama dan kedua.
  4. Membaca satu ayat al-Qur`an, pada salah satu khutbah .
  5. Mendoakan kebaikan untuk mukminin dan mukminat dalam perkara akhirat, pada khutbah kedua.


Abdurrahmân Al-Jazîrî menguraikan:
 

الشافعية قالوا:  أَرْكَانُ الخُطبةِ خمسةٌ:  أحدُها:  حَمْدُ اللهِ –الى ان قال- والثانية، ثانيها: اَلصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم في كُلًّ من الخطبتينِ، –الى ان قال-  ثالثها: اَلْوَصِيَةُ بِالتَّقْوَى في كلٍ من الخطبتينِ، –الى ان قال-  رابعها: قراءةُ آيةٍ من القرآنِ في إحداهما، وكونُها في الأُوْلى أَوْلَى، –الى ان قال-. خامسها : الدُّعَاءُ للمؤمنينَ والمؤمناتِ في خصوصِ الثَّانِيَةِ، ويشترط أن يكون الدعاء بأمرأخروي، كالغفران إن حفظه، وإلا كفى الدعاءُ بالأمر الدنيويِّ 


Artinya, “Kata Syâfi`iyah rukun Khutbah Jum`at ada lima. Pertama, memuji kepada Allah swt. Kedua, membaca shalawat kepada Nabi saw di kedua khutbah. Ketiga, berwasiyat takut kepada Allah swt di kedua khutbah. Keempat, membaca satu ayat dari Al-Quran di salah satu khutbah, namun di khutbah pertama lebih utama. Kelima, mendoakan orang-orang mukmin baik laki-laki atau perempuan pada khotbah yang kedua, dan disyaratkan doanya harus yang berhubungan dengan urusan akhirat jika hafal, namun jika tidak, maka cukup berdoa dengan urusan dunia.” (Al-Jazîrî, Al-Fiqh, juz I, halaman 305).

 

Menurut ulam Hanabilah Khutbah Jumat memiliki empat rukun, yaitu:

  1. Hamdalah, pada awal khutbah pertama dan kedua.
  2. Bershalawat kepada Nabi saw.
  3. Membaca satu ayat Al-Quran.
  4. Wasiyat takut kepada Allah swt.


Al-Jazîrî menjesakan:

 

الحنابلة قالوا:  أَرْكَانُ الْخُطْبتينِ أربعةٌ : الأول : الحمدُ لله في أولِ كلٍّ منهما بهذا اللفظِ، فلا يكفي أحمد الله مثلاً؛ الثاني:  الصلاةُ على رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، ويتعينُ لفظُ الصلاةِ، الثالث : قراءةُ آيةٍ من كتابِ اللهِ تعالى، ويلزم أن تكون مُسْتَقِلَّةً بمعنىً أوحكمٍ، فنحوُ قولِه تعالى:  ( مُدْهَامَّتَان ) لايكفي في ذلك؛ الرابع : الوصيةُ بتقوى الله تعالى

 

Artinya, “Kata Hanâbilah rukun Khutbah Jumat ada empat: pertama membaca lafal al-hamdulillah di setiap khutbah , maka tidak cukup lafal ahmadullah misalnya. Kedua, membaca shalawat. Ketiga, membaca satu ayat dari Al-Quran. Keempat, berwasiyat takut kepada Allah.” (Al-Jazîrî, Al-Fiqh, juz I, halaman 305).

 

Konklusi hukum fikih dalam buku Ayo Memahami Fikih ini sejalan dengan produk hukum dari Ibnu Taimiyah yang dengan jelas mengemukakan bahwa syahadat adalah rukun Khutbah Jumat. Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al-Fatawa mengemukakan:

 

فإنَّ الشَّهَادَةَ بِهَا يَصَيْرُ مُسلِما وَهُوَ الأصْلُ وَالأسَاسُ وَلهذَا جُعِلَت رُكْنا فِي الخطَبِ: في خطبِ الصَّلاةِ وَهِيَ التَّشَهدُ يَخْتِمُ بقوله اشهد ان لا اله الا الله وأشهد ان محمدا عبده ورسوله وَفي الْخطَبِ خَارِجَ الصّلاةِ كخُطبَةِ الْحَاجَةِ خُطبَةِ ابنِ مَسْعُودٍ والخطبِ الْمَشْرُوعَةِ خطبةِ الْجُمعةِ وَغَيْرِهَا

 

Artinya, “Dengan syahadat orang menjadi Islam, dan itu adalah asal dan dasar utama. Karena itu, syahadat menjadi rukun khutbah-khutbah, yaitu dalam khotbah shalat dengan diakhiri syahadat اشهد ان لا اله الا الله وأشهد ان محمدا عبده ورسوله. Juga khutbah di luar shalat, seperti khutbah hâjah yaitu khutbah Ibnu Mas’ud, dan khutbah yang disyariatkan yaitu khutbah Jumat dan lain sebagainya.” (Ibnu Taimiyah, Majmu’ Al-Fatawa, [Lebanon, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1971], halaman 391-392).
 

Satu buku ajar ketentuan hukum syahadat sebagai rukun khutbah berdasarkan hadits:
 

كُلُّ خُطبةٍ ليس فيها تَشَهُّدٌ فهي كَالْيَدِ الْجَذْمَاءِ 
 

Artinya, "Setiap khutbah yang tidak dibacakan syahadat, maka bagaikan tangan yang terpotong)." (Mashuri, Fiqih MTs Kelas VII [Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2020], halaman 31.
 

Namun argumentasi ini tidak relevan, karena tidak sesuai dengan makna yang benar.
 

Menurut Abdurraa`ûf Al-Munâwî makna hadits itu adalah “setiap khutbah yang tidak dibacakan tasyahhud di dalamnya (dalam riwayat lain menggunakan lafal syahadat), maka bagaikan tangan yang terpotong. Maksudnya, "Setiap khutbah yang di dalamnya tidak ada pujian dan sanjungan kepadaku, maka khutbahnya seperti tangan yang terputus yang tidak ada faidahnya bagi pemiliknya." (Abdurra`ûf Al-Munâwî, Faidlhul Qadîr  Syarhul Jâmi' As-Shaghîr,  [Lebanon, Darul Ma`rifah: 1972], halaman 18).
 

Dari sini dapat dipahami bahwa hadits ini tidak membicarakan tentang keabsahan Khutbah Jumat, melainkan keutamaannya. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muqoffi, Dosen IAI NATA Sampang Madura