Syariah

Belum Pernah Haji Tapi Membadalkan Orang Lain, Bolehkah?

Jum, 9 Juni 2023 | 15:00 WIB

Belum Pernah Haji Tapi Membadalkan Orang Lain, Bolehkah?

Belum Pernah Haji Tapi Membadalkan Orang Lain, Bolehkah?. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Salah satu rukun Islam yang harus dilakukan oleh semua umat Islam adalah haji ketika sudah mampu. Rukun Islam yang kelima ini selain menjadi pilar kesempurnaan beragama seseorang, juga menjadi bukti bahwa seseorang sudah benar-benar totalitas dalam beragama. Dalil tentang kewajiban haji ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:


وَللَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ


Artinya, “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam". (QS Ali ‘Imran [3]: 97).


Berdasarkan ayat ini, para ulama menghukumi wajib menunaikan ibadah haji. Hanya saja, kewajiban ini apabila seseorang sudah mampu dalam semuanya; mental, spiritual, fisik, perjalanan yang aman, dan lainnya. Jika semua ini tidak terpenuhi, maka tidak wajib untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.


Karena itu, dalam Islam ada salah satu istilah yang disebut badal haji, yaitu ibadah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang sudah meninggal atau tidak mampu berangkat sendiri karena faktor usia yang sudah lanjut dan kesehatan yang sudah tidak lagi memungkinkan.


Dalam hal ini, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak, di antaranya adalah benar-benar tidak mampu untuk berangkat bagi orang yang dibadali, dan sudah pernah menunaikan ibadah haji bagi orang yang membadali. Lantas, bagaimana jika belum pernah haji tapi membadalkan orang lain, apakah sah? Mari kita bahas.


Membadali Orang Padahal Belum Haji

Persoalan tentang syarat bagi orang yang membadali orang lain bagi orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji merupakan persoalan khilafiyah lintas mazhab. Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi persoalan yang satu ini. Sebagian ada yang memperbolehkan dan hukumnya sah, sebagian yang lain ada yang menilai tidak boleh.


Berkaitan dengan hal ini, Imam Abul Hasan al-Mawardi (wafat 450 H) mencatat perbedaan (khilafiyah) para ulama dalam hal ini, di antaranya, (1) menurut Imam al-Mawardi dari kalangan mazhab Syafi’iyah, tidak boleh bagi seseorang untuk menghajikan orang lain, sementara dirinya belum pernah menunaikan ibadah haji. Hal ini berdasarkan salah satu hadits nabi, yaitu:


احْجُجْ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ


Artinya, “Hajilah untuk dirimu sendiri terlebih dahulu, barulah haji atas nama Syubramah.”


Hadits ini bermula dari ucapan salah seorang sahabat nabi yang sedang menghajikan temannya yang bernama Syubramah. Dalam kisahnya, ia mengatakan “labbaikan ‘an syubramah”, yang artinya: "Aku memenuhi panggilan-Mu, ya Allah, atas nama Syubramah". Mendengar ucapan itu, Nabi lantas bertanya, “Sudahkah engkau melakukan haji?” Sahabat itu pun menjawab: "Belum, wahai Rasululah.” Akhirnya Nabi berpesan untuk menunaikan haji terlebih dahulu, kemudian baru menghajikan orang lain.


Berdasarkan hadits ini, Imam al-Mawardi menegaskan bahwa orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji tidak diperbolehkan untuk membadali orang lain. Hal ini sebagaimana ditegaskannya:


وَهَذَا كَمَا قَالَ لَيْسَ لِمَنْ لَمْ يُؤَدِّ فَرْضَ الْحَجِّ عَنْ نَفْسِهِ أَنْ يَحُجَّ عَنْ غَيْرِهِ سَوَاءٌ أَمْكَنَهُ الْحَجُّ أَمْ


Artinya, “Dan ini sebagaimana yang telah dikatakan, bahwa sesungguhnya tidak ada hak bagi orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji bagi dirinya sendiri untuk haji atas nama orang lain, baik memungkinkan baginya untuk menunaikan haji atau pun tidak.” (al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz IV, halaman 45).


Pendapat Imam al-Mawardi ini juga disepakati oleh Ibnu Abbas, Imam al-Auza’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq. Sementara itu, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, boleh hukumnya menunaikan haji atas nama orang lain sekali pun dirinya sendiri belum pernah menunaikan ibadah haji. Sedangkan menurut at-Tsauri, jika memang masih memungkinkan untuk menunaikan haji bagi dirinya, maka tidak boleh menunaikan haji atas nama orang lain, dan jika sudah tidak memungkinkan lagi, maka hukumnya boleh:


وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ وَمَالِكٌ: يَجُوزُ أَنْ يَحُجَّ عَنْ غَيْرِهِ وَإِنْ لَمْ يَحُجَّ عَنْ نَفْسِهِ. وَقَالَ الثَّوْرِيُّ إِنْ أَمْكَنَهُ أَنْ يَحُجَّ عَنْ نَفْسِهِ فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَحُجَّ عَنْ غَيْرِهِ، وَإِنْ لَمْ يُمْكِنْهُ جَازَ


Artinya, “Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berkata: Diperbolehkan bagi seseorang untuk haji atas nama orang lain, sekalipun belum menunaikan haji atas nama dirinya. Dan berkata Imam at-Tsauri: Jika memungkinkan haji atas nama dirinya, maka tidak boleh untuk haji atas nama orang lain, dan jika tidak memungkinkan, maka diperbolehkan.” (al-Mawardi, IV/46).


Simpulan Hukum

Dari beberapa uraian ini, dapat disimpulkan bahwa badal haji bagi orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji hukumnya masih diperselisihkan oleh para ulama. Jika mengikuti pendapat Imam al-Mawardi dari kalangan mazhab Syafi’iyah, Ibnu Abbas, Imam al-Auza’i, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq, maka tidak diperbolehkan.


Sementara itu, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik hukumnya diperbolehkan. Dan menurut Imam Abu Tsaur, jika memang bisa menunaikan haji atas nama dirinya sendiri maka tidak diperbolehkan. Jika tidak bisa, maka tidak diperbolehkan. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.