Syariah

Hadratussyekh KH Hasyim Asyari: Tahlilan dan Amaliah Warga NU

Sel, 21 Februari 2023 | 16:00 WIB

Hadratussyekh KH Hasyim Asyari: Tahlilan dan Amaliah Warga NU

Ilustrasi: Tahlilan Istimewa (NU Online)

Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa amaliah warga NU dan masyarakat Ahlussunnah wal Jamaah pada umumnya sudah sesuai dengan Al-Qur’an dan pandangan ulama salaf. Amaliah warga NU seperti tahlilan, zikir secara umum, doa, ziarah, istighfar, dan amalan lain yang dihadiahkan untuk ahli kubur didasarkan pada sumber-sumber hukum Islam.


Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari mengatakan, ahli kubur menerima manfaat dari doa dan amal orang-orang yang masih hidup karena amaliah orang yang hidup tersampaikan kepada mereka. Ahli kubur menerima aliran pahala amal ibadah dari orang yang hidup dan dari amal jariyah yang pernah dilakukan oleh mereka semasa hidup.


وإن اهل السنة والجماعة اتفقوا على أن الأموات ينتفعون من سعي الإحياء بأمرين: احدهما ما تسبب إليه الميت في حياته، والثاني دعاء المسلمين واستغفارهم له والصدقة والحج عنه. واختلفوا في العبادات البدنية كالصوم والصلاة وقراءة القرآن والذكر فذهب جمهور السلف إلى وصولها وذهب أهل البدع إلى عدم وصول شيئ البتة لا الدعاء ولا غيره وقوله مردود بالكتاب والسنة


Artinya, “Kelompok Ahlussunnah wal Jamaah bersepakat bahwa orang yang sudah meninggal (ahli kubur) menerima manfaat dari amal orang yang hidup karena dua hal: pertama, amal jariyah yang ditinggalkan ahli kubur saat masa hidupnya. Kedua, doa umat Islam, permohonan ampunan, sedekah, dan haji untuk ahli kubur. Mereka berbeda pendapat perihal ibadah fisik atau jasmani seperti puasa, shalat, bacaan Al-Qur’an, dan zikir. Mayoritas ulama salaf berpendapat, semua amal itu pahalanya tersampaikan kepada ahli kubur. Sementara kelompok ahli bid’ah berpendapat, amal itu tidak akan sampai sama sekali kepada ahli kubur, baik itu doa maupun amalan lainnya. Tetapi pandangan ahli bid’ah ini tertolak oleh AL-Qur’an dan hadits,” (KH Hasyim Asy’ari, Risalatu Ahlissunnah wal Jamaah, [Jombang, Maktabah At-Turats Al-Islami: 1418 H], halaman 39-40).


Pandangan kelompok tertentu yang menjadikan Surat An-Najm ayat 39 runtuh dengan sendirinya karena Allah tidak menafikan penerimaan manfaat ahli kubur dari amal orang yang hidup. Dengan demikian, kata Hadratussyekh Hasyim Asyari, ahli kubur menerima aliran pahala amal ibadah yang sengaja dihadiahkan oleh orang yang masih hidup.


واستدلاله بقوله وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ مدفوع بانه سبحانه وتعالى لم ينف انتفاع الرجل بسعي غيره، وإنما نفى ملك غير سيعه. وأما سعي غيره فهو ملك لساعيه: فإن شاء أن يبذله لغيره، وإن شاء أن يبقيه لنفسه، وهو سبحانه وتعالى لم يقل أنه لا ينتفع إلا بما سعى


Artinya, “Argumentasi ahli bid’ah dengan Surat An-Najm ayat 39 ‘Bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diamalkannya’ tertolak karena Allah tidak menafikan penerimaan manfaat ahli kubur atas amal orang lain yang hidup. Adapun amal ibadah orang lain merupakan milik orang yang mengamalkannya; yang jika berkenan, ia dapat berbagi kepada orang lain dan jika tidak berkenan, ia dapat mempertahankan pahala itu untuk dirinya sendiri. Tetapi yang jelas, Allah dalam Surat An-Najm ayat 39 tidak mengatakan bahwa seseorang hanya menerima manfaat dari amalnya sendiri,” (KH Hasyim Asy’ari, 1418 H: 40).


Imam Al-Ghazali menyebutkan secara lugas aspek manfaat yang diterima ahli kubur yang diziarahi oleh doa dan amal ibadah dari peziarah.


فالمقصود من زيارة القبور للزائر الاعتبار بها وللمزور الانتفاع بدعائه فلا ينبغي أن يغفل الزائر عن الدعاء لنفسه وللميت ولا عن الاعتبار به


Artinya, “Tujuan ziarah kubur bagi peziarah adalah mengambil hikmah atau pelajaran dari ziarah itu sendiri; dan bagi ahli kubur yang diziarahi adalah mengambil manfaat atas doa peziarah. Oleh karena itu, peziarah tidak seharusnya melalaikan doa untuk dirinya sendiri dan bagi almarhum yang diziarahi; dan juga seharusnya tidak mengabaikan mengambil hikmah atau pelajaran dari ahli kubur,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz IV, halaman 509).


Tahlilan, zikir, doa, dan amal ibadah orang yang hidup atau amal peziarah merupakan amal yang mustajab karena termasuk doa secara ghaib atau doa untuk orang lain (keluarga, tetangga, sahabat, kolega, dan siapapun) dari kejauhan atau tidak tampak sebagaimana keterangan hadits riwayat Imam Muslim dari sahabat Abu Darda ra:


عَنْ أُمِّ الدَّرْدَاءِ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ رواه مسلم وفي رواية لمسلم مَنْ دَعَا لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ


Artinya, “ Dari Umi Darda ra, dari Abu Darda ra, Rasulullah saw bersabda, ‘Tiada seorang hamba muslim mendoakan saudaranya secara sembunyi (ghaib) melainkan ada malaikat yang mendoakannya, ‘Untukmu semisal itu.’ (HR Muslim). Riwayat Muslim lainnya, Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa saja yang mendoakan saudaranya secara ghaib, malaikat yang diutus untuknya mengaminkan doanya, ‘Amin, untukmu pun demikian.’’”


Menurut Imam An-Nawawi, “Pada hadits ini terdapat keutamaan mendoakan orang lain secara ghaib. Kalau seseorang mendoakan sekelompok umat Islam secara ghaib, niscaya keutamaan itu sudah hasil. Demikian juga hasil keutamaan bila ia mendoakan hanya beberapa orang saudaranya. Sebagian ulama salaf–bila ingin mendoakan dirinya–mendoakan saudaranya secara ghaib karena doa secara ghaib itu mustajab dan doa mereka untuk saudaranya juga (kembali) hasil pada mereka sendiri,” (Imam An-Nawawi, Al-Minhaj bi Syarhi Shahih Muslim ibnil Hajjaj, [Kairo, Al-Mathba’ah Al-Mishriyyah bil Azhar: 1930 M/1349 H], juz XVII, halaman 49).


Demikian keterangan Hadratussyekh Hasyim Asyari perihal tahlilan, zikir, doa, ziarah, dan amaliah warga NU lainnya dengan lampiran keterangan hadits riwayat Imam Muslim dan keterangan ulama terdahulu, yaitu Imam Al-Ghazali dan Imam An-Nawawi. Wallahu a’lam.
 


Ustadz Alhafiz Kurniawan, Wakil Sekretaris LBM PBNU