Syariah

Imam Bukhari, Ahli Hadits yang Pernah Menderita Kebutaan

Sab, 14 Oktober 2023 | 18:00 WIB

Imam Bukhari, Ahli Hadits yang Pernah Menderita Kebutaan

Foto ilustrasi (NU Online/Freepik)

Siapa yang tidak kenal dengan Imam Bukhari, salah satu ulama tersohor dan paling masyhur dalam sejarah ilmu hadits. Bahkan kitab hadits yang ditulis olehnya memiliki nilai yang paling tinggi melebihi kitab-kitab hadits yang lain.


Imam Bukhari bernama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Bukhari al-Ji’fi. Ia dilahirkan di desa Bukhara pada hari Jumat 11 Syawal tahun 194 Hijriah. Ia tumbuh besar sebagai seorang anak yatim. Ayahnya wafat ketika ia masih balita, sehingga ia tumbuh besar tanpa senyum dan semangat dari seorang ayah.


Tidak sebatas tumbuh besar sebagai anak yatim, Bukhari kecil juga mendapatkan ujian pernah buta kedua matanya. Saat masih kecil, ia menderita sakit mata yang sangat perih melebihi sakit mata pada umumnya, hingga pada akhirnya menjadikan al-Bukhari buta.


Setelah kejadian itu, ibunda Imam al-Bukhari selalu bersedih atas derita yang dialami oleh putranya itu. Ia selalu menangis tak henti-henti dan berdoa kepada Allah swt untuk kesembuhan anak semata wayangnya itu. Hingga kemudian Allah swt mengabulkan doa ibunya itu dan mengembalikan penglihatan al-Bukhari.


Dikisahkan, bahwa suatu malam ibunda Imam al-Bukhari bermimpi melihat Nabi Ibrahim as. Dalam mimpinya itu, Nabi Ibrahim berkata kepadanya bahwa Allah swt telah mengembalikan penglihatan Bukhari seperti sedia kala. Kisah ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Mukhtashar Shahihil Bukhari, Imam Syihabuddin az-Zabidi mengisahkan:


نَشَأَ يَتِيْمًا حَيْثُ توفَى أَبُوْهُ وَهُوَ صَغِيْرٌ، وَأُصِيْبَ بِبَصَرِهِ مُنْذُ نَعُوْمَةِ أَظْفَارِهِ فَرَأَتْ أُمُّهُ اِبْرَاهِيْمَ الْخَلِيْلَ فِي الْمَنَامِ قَائِلاً لَهَا: يَا هَذِهِ قَدْ رَدَّ اللهُ عَلىَ وَلَدِكِ بَصَرَهُ بِكَثْرَةِ دُعَائِكِ


Artinya, “(Imam Bukhari) tumbuh menjadi anak yatim karena ayahnya wafat sejak usianya masih balita. Ia juga menderita buta mata sejak usia mudanya, kemudian ibunya bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim al-Khalis as dalam tidurnya, seraya berkata kepadanya: “Wahai wanita! Sungguh Allah telah mengembalikan penglihatan putramu, karena banyaknya doa yang kamu panjatkan.” (Imam Syihabuddin, Mikhtasharul Bukhari al-Musamma at-Tajridis Sharih li Ahaditsis Shahih, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], juz I, halaman 3).


Setelah mengalami mimpi itu, ibunda Imam al-Bukhari terbangun dan langsung melihat putranya, ternyata atas izin Allah, buta yang diderita oleh Bukhari sudah sembuh, dan pandangannya sudah kembali bisa melihat sebagaimana biasanya.


Rihlah Keilmuan Imam al-Bukhari

Kendati tumbuh sebagai anak yatim dan pernah mengalami derita buta mata, hal itu sama sekali tidak menjadikan semangat al-Bukhari pupus untuk menjadi seorang yang memiliki ilmu yang luas. Ia merupakan tipikal anak yang sangat semangat dan giat. Semua waktunya ia gunakan untuk mempelajari ilmu agama dan mengahafalnya.


Ia berkelana ke mana-mana untuk berguru kepada para ulama tersohor pada masanya, di antara gurunya adalah Imam Ahmad bin Hanbal (pencetus mazhab Hanabilah), Imam Ali al-Madini, Imam Yahya bin Mu’in, Imam Ishaq bin Rahawaih dan ulama-ulama lainnya.


Di bawah bimbingan para ulama yang sangat alim itu, al-Bukhari tumbuh menjadi sosok yang sangat giat, semangat, cerdas dan tangkas. Ilmu-ilmu yang diajarkan oleh guru-gurunya berhasil ia lahap dengan sempurna. Tidak hanya sekadar memahami saja, namun ia juga berhasil menghafal semua pelajaran tersebut.


Ia juga merupakan ulama yang sangat kuat hafalannya. Dikisahkan bahwa suatu hari, Imam al-Bukhari pergi bersama koleganya untuk belajar ilmu hadits kepada para ulama yang ada di Bashrah. Waktu itu ia masih sangat muda. Setiap hadir di majlis-majlis pelajaran hadits, ia tidak pernah terlihat menulis hadits yang disampaikan oleh gurunya. Hal itu terus berulang selama berhari-hari. Hingga suatu hari, temannya bertanya mengenai hal itu, “Kamu bersama kami mendengarkan hadits tapi tidak pernah mencatatnya, sebetulnya apa yang sedang kamu kerjakan?”


Mendengar pertanyaan temannya tersebut, ia memilih diam dan tidak menjawabnya, hingga setelah berhari-hari dari kejadian itu kembali ditanyakan lagi dengan pertanyaan yang sama. Mendengar pertanyaan itu kembali, lantas Imam al-Bukhari berkata:


Sungguh kalian berdua sering bertanya dan mendesakku, sekarang coba tunjukkan apa yang telah kalian tulis?”


Kemudian teman al-Bukhari itu mengeluarkan hasil catatan yang berhasil mereka tulis. Jika ditotal, semua berjumlah lebih dari 15.000 hadits. Setelah itu, al-Bukhari mulai menyebutkan semua hadits tersebut melalui hafalan yang ia miliki. Bahkan sembari mendengarkan hafalan hadits yang dibaca oleh al-Bukhari, teman-temannya membenahi dan membenarkan tulisan-tulisan hadits yang ia tulis.


Lantas kemudian ia berkata:


أَتَرَوْنَ أَنِّي أَخْتَلِفُ هَدْرًا، وَأُضَيِّعُ أَيَّامِي؟ فَعَرَفْنَا أَنَّهُ لَا يَتَقَدَّمَهُ أَحَدٌ


Artinya, “Apakah kalian mengira bahwa selama ini aku hanya bermain-main dan hanya menyia-nyiakan hari-hariku?’ Kami (teman al-Bukhari) pun sadar bahwa tidak ada seorang pun yang bisa melebihi kemampuan (hafalan)nya.” (Imam Tajuddin as-Subki, Thabaqatusy Syafi’iyah al-Kubra, [Maktabah Syamilah: 1413], juz II, halaman 217).


Demikian penjelasan perihal kisah Imam Abu Abdillah al-Bukhari yang pernah menderita buta mata, sekaligus biografi singkatnya selama menuntut ilmu dan kekuatan hafalannya yang sangat kuat. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.