Syariah

Maulid Nabi menurut Imam Syamsuddin Ibnu al-Jazari

Sen, 2 Oktober 2023 | 16:00 WIB

Maulid Nabi menurut Imam Syamsuddin Ibnu al-Jazari

Maulid Nabi menurut Imam Syamsuddin Ibnu al-Jazari. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Maulid Nabi Muhammad saw menjadi sejarah istimewa bagi umat Islam yang akan terus diperingati dalam setiap tahunnya. Maulid adalah momentum kelahiran manusia termulia dan teragung yang bisa membawa manusia dari sebuah kehinaan dan jauh dari moralitas, menjadi makhluk yang mulia dan menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan.


Dalam setiap tahunnya, perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad akan terus dikenang dan dirayakan di mana-mana, dan pada acara itu pula menjadi momentum terbaik untuk mengenalkan sosok seorang rasul terakhir yang sangat mulia, menceritakan semua kisah dan keteladanannya selama hidup di dunia untuk dicontoh oleh semua umatnya.


Perayaan maulid nabi sebagaimana lumrah adanya adalah berkumpulnya umat Islam di satu tempat, baik di masjid, mushala, atau rumah masing-masing setiap orang, kemudian di tempat itu dibacakan shalawat, sirah nabawiyah dan hal-hal lain yang berkaitan dengan nabi. tak jarang ditempat maulid diberikan jamuan kepada semua jamaah untuk dimakan bersama-sama di tempat tersebut.

 
Dari tulisan ini, lantas bagaimana sebenarnya perspektif ulama ahlussunnah perihal perayaan maulid nabi sebagaimana yang sudah terjadi di mana-mana? Berikut ini penulis akan menjelaskan maulid nabi menurut Imam Syamsuddin al-Jazari sekaligus biografi singkatnya..
 


Maulid Nabi Menurut Imam Syamsuddin al-Jazari

Imam Syamsuddin al-Jazari dalam salah satu karyanya menjelaskan, bahwa salah satu penyebab keselamatan seseorang di akhirat adalah apabila ia bangga dan senang dengan hari kelahiran Nabi Muhammad. Orang-orang yang berbahagia atas lahirnya nabi, akan Allah berikan keselamatan di akhirat.


Salah satu contohnya adalah sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat, bahwa ketika Nabi Muhammad lahir, salah seseorang yang sangat bahagia atas kelahiran tersebut adalah Abu Lahab. Bahkan saking bahagianya, ia segera mengundang tetangga, kerabat dan teman-temannya untuk merayakan hari kelahiran keponakan barunya itu.


Tidak hanya itu, di depan khalayak yang mendatangi undangannya tersebut, Abu Lahab memerdekakan budaknya yang bernama Tsuwaibah. Saat itu ia berkata kepadanya di hadapan banyak orang, “Wahai Tsuwaibah, sebagai tanda syukurku atas kelahiran keponakanku, anak dari saudara laki-lakiku Abdullah, maka dengan ini kamu adalah orang yang merdeka mulai hari ini.”


Dengan perantara memerdekakan seorang budak karena bahagia atas kelahiran Nabi Muhammad, Allah swt meringankan siksa Abu Lahab setiap hari Senin. Kisah ini sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, ia berkata:


Ketika Abu Lahab mati, setahun kemudian aku (Ibu Abbas) bermimpi bertemu dengannya dalam kondisi yang buruk. Ia berkata: aku setelah meninggalkan kalian tidak pernah merasakan jeda istirahat dari siksa, melainkan siksa diringankan setiap hari Senin. Kemudian Abu Lahab menjelaskan: Semua itu karena ketika Nabi Muhammad dilahirkan pada hari Senin, dan aku mendengar kabar kelahirannya itu dari Tsuwaibah, maka aku memerdekakannya (Tsuwaibah) karena bahagia atas kelahirannya.”


Melihat kisah ini, kemudian Imam Syamsuddin Ibnu al-Jazari berkomentar, jika orang yang tidak percaya pada ajaran Nabi Muhammad saja Allah ringankan siksanya karena bahagia atas kelahiran nabi, lantas bagaimana dengan umat Islam yang beriman kepadanya dan berbahagia atas kelahirannya? Tentu balasannya adalah masuk ke dalam surga,


قَالَ ابْنُ الْجَزَرِيُّ: فَإِذَا كَانَ أَبُوْ لَهَبٍ الكَافِرُ الَّذِي نَزَلَ الْقُرْآنُ بِذِمَّةِ جُوْزِي فِي النَّارِ بِفَرْحِهِ لَيْلَةَ مَوْلِدِ النَّبِي بِهِ فَمَا حَالُ الْمُسْلِمِ الْمُوَحّدِ مِنْ أُمَّةِ النَّبِي يَسُرُّ بِمَوْلِدِهِ وَيَبْذُلُ مَا تَصِلُ إِلَيْهِ قُدْرَتُهُ فِي مَحَبَّتِهِ


Artinya: “Telah berkata Imam Ibnul Jazari: Jika Abu Lahab kafir yang disebutkan celanya dalam Al-Qur’an, tetap diberi balasan sekalipun ada di dalam Neraka, karena rasa senangnya pada malam kelahiran nabi, lantas bagaimana dengan keadaan orang Islam yang bertauhid dari umat Nabi Muhammad yang senang dengan kelahirannya dan mengarahkan segenap kemampuannya dalam mencintai nabi?” (Syekh Ali al-Ghazi, al-Kawakibud Durriyah bi Syarhil Jawahiril Barzanjiyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 8).


لَعُمْرِيْ إِنَّمَا يَكُوْنُ جَزَاؤُهُ مِنَ اللهِ الْكَرِيْمِ أَنْ يُدْخِلَهُ بِفَضْلِهِ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ


Artinya, “Sungguh, demi umurku (Ibnul Jazari), pastilah balasannya dari Allah Yang Maha Mulia akan dimasukkan ke dalam surga yang penuh dengan nikmat karena karunia-Nya.” (Syekh Ali al-Ghazi, 8).


Dari penjelasan Imam Ibnu al-Jazari di atas, dapat disimpulkan bahwa balasan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang merayakan maulid nabi karena bahagia atas kelahiran Rasulullah adalah surga. Mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang di dalamnya penuh dengan kenikmatan oleh Allah karena karunia-Nya.


Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi umat Islam untuk menjadikan bulan Rabiul Awal, khususnya pada tanggal ke dua belas sebagai momentum untuk benar-benar bersyukur kepada Allah dan bahagia atas dilahirkannya Nabi Muhammad pada bulan ini.


Biografi Singkat Imam Syamsuddin al-Jazari

Salah satu deretan ulama ahlussunnah yang membolehkan perayaan maulid dan orang yang merayakannya akan mendapatkan balasan yang agung dari Alah swt adalah Imam Syamsuddin Ibn al-Jazari. Ia merupakan ulama yang berqidah Ahlussunnah wal Jamaah dan bermazhab Syafi’iyah yang lahir pada pertengahan abad ketujuh Hijriah, tepatnya pada tanggal 25 Ramadhan 751 H di kota Damaskus. Ia wafat pada tanggal 5 Rabiul Awal 833 H di Syiraz, Iran.


Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Mausu’atul Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Ibnul Jazari bernama lengkap Muhammad bin Muhamad bin Ali Abul Khair al-Ummari ad-Dimisyqi asy-Syirazi asy-Syafi’i, yang lebih masyhur dengan sebutan Ibnul Jazari.


Sejak masih kecil, Ibnul Jazari merupakan sosok seorang anak yang sudah merasakan manisnya ilmu agama. Semua waktunya ia habiskan hanya untuk belajar. Pada mulanya ia belajar kepada para ulama yang ada di negaranya, seperti Imam Burhanuddin al-Qirathi dan lainnya. Kemudian setelah merasa cukup ia berkelana pulang-pergi berkali-kali dari Damaskus ke Mesir hanya untuk belajar tentang ilmu agama.


Karena itu, tidak heran jika pada akhirnya Ibnul Jazari tumbuh menjadi seorang ulama yang menguasai semua disiplin ilmu agama pada masa itu dengan sangat mendalam. Ia merupakan ahli fiqih, ahli tajwid, ahli qira’ah, ahli hadits, ahli sejarah, penghafal Al-Qur’an, ahli tafsir dan disiplin ilmu yang lainnya berhasil ia kuasai.


Tidak hanya itu, Ibnul Jazari merupakan ulama yang sangat produktif. Banyak kitab-kitab karyanya yang berhasil ia tulis, di antaranya adalah (1) an-Nasyr fil Qira’atul ‘Usyr; (2) Ghayatun Nihayah fi Thabqatil Qurra; (3) Taqribun Nasyr fil Qira’atil Usyr; (4) al-Hidayah fi Ilmir Riwayah; (5) Tahbirut Taisir; (6) at-Tamhid fi ‘Ilmit Tajwid; (7) al-I’lam fi Ahkamil Idgham; (8) al-Ihda’ ila Ma’rifatil Waqfi wal Ibtida; (9) at-Taujihat fi Ushulil Qira’at; (10) Nihayatud Dirayat fi Asmai Rijalil Qira’at; dan masih banyak lagi kitab karyanya yang tidak ditulis di sini.


Demikian penjelasan perihal perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad atau maulid perspektif Imam Syamsuddin Ibnul Jazari, sekaligus biografi singkatnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.