Syariah

Mengapa Sasaran Program Makan Bergizi Gratis Tidak Termasuk Mustahiq Zakat?

Sabtu, 25 Januari 2025 | 17:00 WIB

Mengapa Sasaran Program Makan Bergizi Gratis Tidak Termasuk Mustahiq Zakat?

Ilustrasi program makan bergizi gratis. Sumber: Suwitno

Zakat memiliki aturan yang ketat terkait alokasi penerimanya, sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Taubah: 60. Ayat ini menjelaskan tentang delapan golongan mustahiq zakat, termasuk fi sabilillah, yang sering menjadi topik perdebatan di kalangan ulama mengenai cakupannya.

 

Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai pengertian fi sabilillah baik secara khusus maupun umum, program pemerintah seperti "makan bergizi gratis" tidak termasuk dalam kategori mustahiq zakat.

 

Makna Khusus: Fi Sabilillah untuk Jihad Fisik

Menurut pandangan ulama yang membatasi makna fi sabilillah hanya pada jihad fisik, dana zakat hanya boleh digunakan untuk mendukung perjuangan di medan perang, seperti menyediakan senjata, logistik, atau perlengkapan perang. Ibnu Qadhi Syuhbah mengatakan:


وإنّما فسَّر سبيلَ اللهِ بالغُزاةِ؛ لأنّ استعمالَه في الجهادِ أغلَبُ عُرفًا وشرعًا، بدليلِ قولِه تعالى في غيرِ موضِعٍ: يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ


Artinya, penafsiran fi sabilillah sebagai para pejuang perang diberikan karena penggunaannya dalam konteks jihad lebih dominan baik secara adat maupun syariat. Hal ini didukung oleh firman Allah Ta'ala dalam beberapa ayat Al-Qur'an: "Mereka berperang di jalan Allah." (Bidayatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj, [Jeddah: Darul Minhaj, cetakan pertama, 1432 H/2011 M], jilid II, hlm. 683). 


Oleh karena itu, program "makan bergizi gratis" jelas tidak memenuhi kriteria ini karena tidak berkaitan dengan jihad fisik atau kebutuhan perang.


Makna Umum: Fi Sabilillah sebagai Maslahat Umat

Pendapat lain memperluas makna fi sabilillah menjadi mencakup seluruh kepentingan umum yang bersifat maslahat bagi umat Islam. Contohnya adalah pembangunan masjid, jembatan, atau fasilitas kesehatan. Pendekatan ini menekankan pentingnya memanfaatkan dana zakat untuk kesejahteraan umat secara luas, asalkan sesuai dengan prinsip syariat Islam. Ar-Razi mengatakan:

 

واعلمْ أنَّ ظاهرَ اللفظِ في قولِه: ﴿وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ﴾ لا يُوجِبُ القصرَ على كلِّ الغُزاةِ؛ فلِهذا المعنى نقلَ القَفَّالُ في "تفسيرِه" عن بعضِ الفُقهاءِ أنَّهم أجازوا صرفَ الصدقاتِ إلى جميعِ وجوهِ الخيرِ من تَكفينِ الموتى وبناءِ الحصونِ وعمارةِ المساجدِ؛ لأنَّ قولَه ﴿وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ﴾ عامٌّ في الكلِّ


Artinya, "Ketahuilah bahwa makna lahiriah dari lafaz firman-Nya: وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ tidak mewajibkan pembatasan hanya kepada seluruh mujahidin. Oleh karena itu, al-Qaffal dalam tafsirnya meriwayatkan dari sebagian ahli fikih bahwa mereka membolehkan pengalokasian zakat untuk semua bentuk kebaikan, seperti mengafani jenazah, membangun benteng, dan merawat masjid. Hal ini karena firman-Nya وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ bersifat umum dan mencakup semuanya." (Mafatihul Ghaib, [Beirut: Dar Ihya’ at-Turats al-Arabi, cetakan ketiga, 1420 H], jilid XVI, hlm. 87).


Hanya saja, program makan bergizi gratis tidak dapat dimasukkan karena:

 

1. MBG Bersifat Individual

Prinsip zakat mengutamakan manfaat kolektif yang dirasakan masyarakat luas, seperti pembangunan fasilitas umum yang inklusif. Mahmud Syaltut mengatakan:


المصالحُ العامّةُ التي لا مِلكَ فيها لأحدٍ، والتي لا يختصُّ بالانتفاعِ بها أحدٌ، فمِلكُها للهِ، ومنفعتُها لخلقِ اللهِ


Artinya, "Kemaslahatan umum yang tidak dimiliki oleh siapa pun, dan yang pemanfaatannya tidak khusus untuk siapa pun, maka kepemilikannya adalah milik Allah, dan manfaatnya untuk makhluk Allah." (Al-Islam ‘Aqidah wasy Syari’ah, [Kairo: Darusy Syuruq, t.t.], hlm. 104–105). 


Namun, MBG hanya dirasakan oleh individu tertentu, yaitu pelajar yang terdaftar dalam program tersebut, sementara masyarakat lain tidak mendapatkan manfaat langsung. Sifat individual ini tidak sejalan dengan esensi zakat sebagai instrumen yang mendukung kemaslahatan bersama.


وكذا فسَّرَ الشيخُ محمود شلتوت "سبيلَ اللهِ" بأنَّه المصالِحُ العامَّةُ التي لا مِلكَ فيها لأحدٍ والتي لا يختصُّ بالانتفاعِ بها أحدٌ، فمِلكُها للهِ، ومنفعتُها لخلقِ اللهِ


Artinya, demikian pula Syekh Mahmud Syaltut menafsirkan "Sabilillah" sebagai kemaslahatan umum yang tidak dimiliki oleh siapa pun dan pemanfaatannya tidak dikhususkan untuk siapa pun. Kepemilikannya adalah milik Allah, dan manfaatnya diperuntukkan bagi makhluk Allah. (Organisasi Konferensi Islam (OKI), Majalah Majma’ al-Fiqh al-Islami, Jeddah: Organisasi Konferensi Islam, jilid IV, hlm. 393)


2. MBG: Produk Janji Politik

Sebagian ulama membolehkan individu menerima jatah zakat melalui jalur fi sabilillah, namun dengan syarat bahwa orang tersebut harus berjuang dalam ketaatan kepada Allah dan berada dalam kondisi membutuhkan.

 

Dalam praktiknya, program MBG (Makan Bergizi Gratis) mendistribusikan bantuan secara merata kepada semua siswa tanpa mempertimbangkan tingkat kebutuhan masing-masing.


Selain itu, faktanya tidak ada regulasi strategis yang bisa menjamin para siswa yang menerima bantuan memang memenuhi unsur pertama, yaitu berjuang dalam ketaatan kepada Allah, maupun unsur kedua, yaitu berada dalam kondisi membutuhkan.

 

Dengan demikian, penggunaan dana zakat untuk program ini tidak memenuhi aturan syariat, karena tidak sesuai dengan prinsip utama penyaluran zakat yang mensyaratkan ketaatan dan kebutuhan sebagai prioritas. Abu Bakr bin Mas‘ud Kasyani:


وَأَمَّا قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ﴾ فَعِبَارَةٌ عَنْ جَمِيعِ الْقُرَبِ؛ فَيَدْخُلُ فِيهِ كُلُّ مَنْ سَعَى فِي طَاعَةِ اللَّهِ وَسَبِيلِ الْخَيْرَاتِ إِذَا كَانَ مُحْتَاجًا


Artinya, "Adapun firman Allah Ta'ala: "Dan di jalan Allah" (QS. At-Taubah: 60), maksudnya mencakup seluruh bentuk pendekatan diri (kepada Allah). Maka termasuk dalam kategori ini setiap orang yang berjuang dalam ketaatan kepada Allah dan jalan-jalan kebaikan, selama dia berada dalam keadaan membutuhkan. (Bada`i' Shana'i fi Tartibisy Syara'i, [Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1327–1328 H], jilid II, hlm. 45)


Fakta menunjukkan bahwa program Makan Bergizi Gratis lebih merupakan produk politik daripada upaya tulus untuk mencapai kemaslahatan umum (maslahah 'ammah). Program ini dirancang dengan motif populis untuk meraih simpati publik dan mendulang suara, alih-alih didasarkan pada analisis kebutuhan masyarakat secara objektif. 


Walhasil, program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak dapat masuk dalam kategori mustahiq zakat karena tidak memenuhi kriteria fi sabilillah baik dalam makna khusus maupun umum.

 

Selain itu, sifat program ini yang sementara, individual, dan mengandung dimensi politis semakin memperkuat alasan bahwa zakat tidak boleh dialokasikan untuk program seperti ini. 


Pemerintah perlu mencari sumber pendanaan lain, seperti pajak atau donasi sukarela, untuk membiayai MBG. Zakat, sebagai instrumen ibadah yang suci, harus diprioritaskan untuk kebutuhan yang memberikan manfaat luas, berkelanjutan, dan murni demi kepentingan umat tanpa terkontaminasi kepentingan politik tertentu.

 

Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.