Syariah

Merdeka dari Polusi Udara Perspektif Kajian Tafsir

Sel, 15 Agustus 2023 | 21:00 WIB

Merdeka dari Polusi Udara Perspektif Kajian Tafsir

Ilustrasi: bencana (freepik)

“Sudah dua hari saya seperti kesulitan bernapas”, begitu pesan WhatsApp seorang teman, beberapa hari lalu. MI sudah terbaring sakit. Dadanya kesulitan bernapas. Seperti ada ganjalan. 
 

“Apalagi yang kamu rasakan?,” balas saya menjawab keluhan sakit teman tadi. “Kemarin tenggorokan saya sakit, tiba-tiba dari hidung saya keluar darah, mimisan” jawabnya.
 

Dari cerita panjangnya, MI sering merasa sesak napas dan batuk-batuk setiap kali keluar rumah. Dokter yang ditemuinya mengonfirmasi bahwa gejala-gejala ini disebabkan oleh paparan polusi udara yang tinggi. MI diberikan obat, dipesankan juga untuk memakai masker khusus untuk membantunya mengatasi udara yang tercemar, namun sulit bagi Maya untuk menghindari polusi sepenuhnya karena ia harus bekerja di kota Jakarta ini.
 

Di tengah kondisi MI tengah tidak baik-baik saja, sakitnya butuh penanganan serius dari dokter, bila tidak ingin lebih parah lagi. Toh, siapa yang peduli dengan nasib buruh kecil, yang saban hari menyusuri macet dan padatnya lintasan Banten-Jakarta. Negeri ini tidak akan berkabung dengan kematian seorang rakyat kecil. Apalagi, MI tidak masyhur bagi khalayak ramai. Ia hanya seorang perantau yang mengadu nasib ke ibu kota.
 

MI bukan satu-satunya yang mengalami dampak negatif dari polusi udara. Di berbagai sudut kota, banyak orang yang juga merasakan gejala-gejala serupa. Dihempas dan disiram polusi udara yang kian buruk. Saban hari langit terlihat kelam dan mengerikan, bak film Kiamat 2012. Rumah sakit penuh dengan pasien yang mengalami masalah pernapasan dan penyakit terkait polusi udara. 
 

Lihat saja laporan dari Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2022, yang menyebut Indonesia dan global tengah menghadapi tiga tantangan; perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Lebih lanjut, diperkirakan 50-75 persen penduduk dunia berpotensi terdampak kondisi iklim yang mengancam jiwa. Perubahan iklim juga menimbulkan korban jiwa karena polusi udara yang kotor. 
 

Polusi udara mengancam keberlangsungan hidup dan hajat orang banyak. Data Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), polusi udara menyebabkan penyakit dan kematian dini bagi 4,2 juta penduduk dunia setiap tahunnya. Itu angka yang banyak, dan bencana kemanusian yang memilukan. 
 

Sementara di sisi lain, polusi udara di Jabodetabek, dari beberapa kota lainnya di Indonesia tengah dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Terlebih dalam musim kemarau seperti sekarang. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara, IQAir, selama sepekan terakhir ini kualitas udara Jakarta terburuk dan sekitarnya kian memburuk, dengan kisaran angka rata-rata 164 poin. Angka tersebut, menurut IQAir, berada klasifikasi udara yang tidak sehat dan bertengger di zona merah.
 

 

Sampai Kapan Diteror Udara Buruk?

Udara adalah unsur penting bagi kehidupan di Bumi. Manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung pada kualitas udara yang baik untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup. Namun, selama beberapa dekade terakhir, fenomena pencemaran udara telah menjadi salah satu tantangan lingkungan utama di seluruh dunia. 
 

Pencemaran udara terutama disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, transportasi, dan pembakaran bahan bakar fosil. Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dan lingkungan semakin diperhatikan, dan pertanyaan muncul: sampai kapan kita akan terus diteror oleh udara buruk?

 

Dalam laporan Air Quality Life Index yang berjudul Polusi Udara Indonesia dan Dampaknya Terhadap Usia Harapan Hidup, bahwa Rata-rata orang Indonesia diperkirakan dapat kehilangan 2,5 tahun dari usia harapan hidupnya akibat polusi udara yang kotor. Berkurangnya harapan hidup tersebut disebabkan kualitas udara tidak memenuhi ambang aman sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk konsentrasi partikel halus (PM2.5). 
 

Saat ini, lebih dari 93 persen dari 262 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah di mana tingkat PM2.5 rata-rata tahunan melebihi ambang pedoman WHO. Artinya, polusi udara menjadi teror yang menakutkan untuk kehidupan warga yang berada di zona merah, seperti beberapa daerah di Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, dan beberapa kota lain. 
 

Polusi udara kian parah karena ditambah dengan perubahan iklim. Dalam laporan Air Quality Life Indeks, saat ini bumi menjadi lebih panas, kondisi tanah dan vegetasi yang lebih kering akan membuat lebih banyak wilayah semakin berisiko kebakaran hutan, yang banyak di antaranya dipicu oleh aktivitas manusia. Dan memang kebakaran hutan yang semakin besar dan lama telah kita saksikan di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir. Di Indonesia, California, Thailand, dan beberapa negara lain. Kebakaran hutan memang memberikan sumbangan besar pada polusi udara melalui pengaruhnya terhadap perubahan iklim.  
 

Di sisi lain, penyebab utama polusi partikulat termasuk emisi dari kendaraan dan pembangkit listrik tenaga batu bara. Dari data yang tersodor, di Jakarta, kendaraan bermotor menyumbang 31,5 persen PM2.5 pada 2008-2009 dan 70 persen PM10— polusi partikulat di mana diameter setiap partikel adalah 10 mikrometer atau lebih kecil. 
 

Terkait penggunaan batu bara, di Indonesia meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 2005 secara absolut di mana porsinya dalam total pembangkit listrik meningkat menjadi 54 persen pada 2016. Masalahnya adalah sebagian besar pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia menggunakan teknologi di bawah standar yang tidak efisien dan sangat mencemar. [AQLI, Polusi Udara Indonesia dan Dampaknya Terhadap Usia Harapan Hidup, hal. 8].


 

Saatnya Merdeka dari Polusi Udara

Di tengah gempuran udara kotor ini, sudah selayaknya diambil langkah konkret. Agar masalah laten ini tidak berulang kembali, dan menjadi momok yang menyeramkan. 
 

Pertama, mengendalikan polusi udara penetapan standar emisi kendaraan. Tak bisa dipungkiri, penyumbang polusi partikulat terbesar salah satunya adalah emisi dari kendaraan bermotor. Langkah untuk meningkatkan standar emisi kendaraan yang lebih ketat, diharapkan jumlah partikel-partikel berbahaya yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar akan berkurang, mengurangi dampak negatif terhadap kualitas udara.
 

Kedua, penggunaan energi bersih. Saat ini dunia telah menuju pada pemakaian energi bersih. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya pengendalian polusi dan perubahan iklim. seyogianya pemanfaatan energi bersih dan terbarukan juga merupakan langkah penting dalam mengurangi polusi partikulat. Kita menghargai, langkah yang diambil pemerintah untuk mengembangkan sumber energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan hidroelektrik. Kebijakan mengurangi ketergantungan pada energi fosil, diharapkan dapat mengurangi emisi partikulat yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil.
 

Ketiga, peningkatan kesadaran masyarakat. Harus diakui bahwa persoalan polusi udara tidak akan mempan bila hanya melibatkan satu pihak, dalam persoalan ini harus ada kolaborasi antar pihak. Guna, mengatasi polusi partikulat, penting adanya edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatifnya.  
 

Kampanye edukasi untuk memahamkan masyarakat tentang risiko polusi udara dan bagaimana mereka dapat berkontribusi dalam mengurangi polusi, seperti dengan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi atau menggunakan kendaraan ramah lingkungan. Misalnya, menggunakan infrastruktur dan transportasi publik. Sejatinya, pengembangan infrastruktur publik yang mendukung transportasi ramah lingkungan, seperti pengembangan jaringan transportasi umum yang efisien dan nyaman, dapat membantu mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan.


 

Islam Anjurkan Merawat Bumi

Islam, Islam adalah agama yang mengajarkan ajaran-ajaran moral dan etika dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam merawat lingkungan dan alam semesta. Konsep pemeliharaan bumi dalam Islam bukan hanya sebatas kewajiban moral, tetapi juga merupakan bagian integral dari prinsip-prinsip agama. 
 

Dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 10-11, dijelaskan bahwa bumi diciptakan Allah untuk kebutuhan manusia. Dalamnya Allah anugerahkan buah-buahan, tumbuhan, binatang yang bisa dimanfaatkan untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Ini semua bentuk cinta dan kasih sayang Allah pada umat manusia. Untuk itu, seyogianya dirawat dan jaga dengan baik. Allah berfirman:
 

وَالْأَرْضَ وَضَعَها لِلْأَنامِ٠فِيهَا فَاكِهَةٌ وَالنَّخْلُ ذَاتُ الْأَكْمَامِ
 

Artinya; “Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk(-Nya), di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.” 
 

Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir Al-Qurthubi mengatakan bahwa ayat di atas bermaksud menjelaskan bahwa bumi ini diciptakan untuk jin dan manusia. Lebih jauh lagi, bumi ini diciptakan untuk segala makhluk Tuhan yang melata di atasnya. Seyogianya dirawat dengan baik:
 

الأَنَامُ النَّاسُ عَنِ ابْنِ عَبَّاس. الْحَسَنُ : الجِنُّ وَالْإِنْسُ. الضَّحَّاكُ : كُلُّ مَا دَبَّ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ ، وَهَذَا عَامٌّ
 

Artinya, “Al-anam adalah manusia menurut Ibnu Abas. Menurut pandangan Al-Hasan ialah jin dan manusia. Ad-Dhahak berpendapat segala sesuatu yang melata di atas bumi (manusia, jin dan binatang) dan pemahaman ini lebih umum.”
 

Di sisi lain, Al Baghawi menjelaskan, bahwa segala isi bumi yang Allah ciptakan merupakan anugerah pada manusia. Sebagai pengelola, manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan memelihara alam semesta serta semua makhluk di dalamnya. 
 

لِلْخَلْقِ الَّذِينَ بَثَّهُمْ فِيهَا
 

Artinya, “Untuk makhluk yang ia sebarkan di dalamnya.” (Abu Muhammad Al-Baghawi, Tafsir Al-Baghawi jilid IV, [Beirut, Dar Ihya At- Turats Al-Arabi, 1420 H], halaman 331).
 

Dengan demikian, ayat ini menggambarkan bahwa Allah telah menciptakan bumi dengan penuh kebijaksanaan dan kemurahan-Nya. Dia menyebar luaskan bumi dengan segala keindahan dan keberagaman, memberikan tempat tinggal bagi manusia dan berbagai makhluk ciptaan Tuhan. 
 

Seyogianya, manusia dan seluruh makhluk yang ada di atasnya seharusnya merenungkan betapa agungnya kekuasaan Allah sebagai Pencipta. Pun tanah tempat berpijak ini tidak hanya diciptakan untuk tujuan kosong, tetapi dengan maksud memberikan tempat tinggal dan keberlangsungan bagi manusia. Dari bumi tumbuh sumber daya alam, lingkungan, dan nutrisi yang diperlukan manusia untuk hidup dan berkembang biak dan beranak pinak.


Di sisi lain, Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan yang terbesar di dunia, lewat keputusan Muktamar ke-29, di Cipasung Tasikmalaya tahun 1994 mendukung langkah untuk mewujudkan lingkungan hidup yang lebih baik. Dalam Muktamar 1994 tersebut telah diputuskan bahwa pencemaran lingkungan, [udara, air dan tanah] jika menimbulkan kerusakan yang fatal, maka hukumnya haram dan termasuk perbuatan kriminal (jinayat).
 

Seyogianya, ke depan diperlukan fatwa-fatwa keagamaan dalam membentuk pandangan umat terhadap isu lingkungan hidup. Dengan mengeluarkan panduan-panduan ini, pemimpin agama, ulama, organisasi masyarakat dan cendekiawan dapat mengedukasi umat tentang hubungan antara spiritualitas dan pelestarian lingkungan. Fatwa tersebut bukan hanya sekadar perintah, tetapi juga sarana untuk mengintegrasikan nilai-nilai agama dengan tindakan nyata dalam menjaga alam. Wallahu a’lam.

 


Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Tafsir, Tinggal di Ciputat