Syariah

Pandangan Fiqih tentang Menggadai Barang pada Non-Muslim

NU Online  ยท  Ahad, 24 November 2024 | 13:00 WIB

Pandangan Fiqih tentang Menggadai Barang pada Non-Muslim

Ilustrasi gadai emas. Sumber: Canva/NU Online

Dalam menjalani kehidupan, tidak jarang kita dihadapkan pada situasi tak terduga yang menyebabkan ketidakstabilan finansial dan mengacaukan rencana anggaran keuangan. Dalam kondisi seperti ini, banyak orang memilih menggadaikan barang untuk mendapatkan dana cepat, baik melalui lembaga pegadaian resmi maupun individu.


Namun, dalam praktiknya, seorang Muslim terkadang hanya memiliki pilihan untuk menggadaikan barang kepada non-Muslim, entah karena alasan kedekatan, kemudahan, kepercayaan (integritas), atau faktor lainnya.

 

Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk memahami hukum syariat terkait transaksi ini, karena tidak diperbolehkan melakukan suatu akad tanpa mengetahui status legalitasnya menurut syariat Islam.


Imam An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim Jilid XI (Beirut, Dar Ihya'it Turatsil 'Araby: 40) memberikan penjelasan tentang ketentuan umum dalam bertransaksi dengan non-Muslim, sebagai berikut:


ูˆูŽู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽุฌู’ู…ูŽุนูŽ ุงู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ููˆู†ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฌูŽูˆูŽุงุฒู ู…ูุนูŽุงู…ูŽู„ูŽุฉู ุฃูŽู‡ู’ู„ู ุงู„ุฐูู‘ู…ูŽู‘ุฉู ูˆูŽุบูŽูŠู’ุฑูู‡ูู…ู’ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ูƒูููŽู‘ุงุฑู ุฅูุฐูŽุง ู„ู… ูŠุชุญู‚ู‚ ุชุญุฑูŠู… ู…ูŽุง ู…ูŽุนูŽู‡ูุŒ ู„ูŽูƒูู†ู’ ู„ูŽุง ูŠูŽุฌููˆุฒู ู„ูู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ู ุฃูŽู†ู’ ูŠุจูŠุน ุฃู‡ู„ ุงู„ุญุฑุจ ุณู„ุงุญุง ูˆุขู„ุฉ ุญุฑุจ ูˆู„ุง ูŠูŽุณู’ุชูŽุนููŠู†ููˆู†ูŽ ุจูู‡ู ูููŠ ุฅูู‚ูŽุงู…ูŽุฉู ุฏููŠู†ูู‡ูู…ู’ ูˆูŽู„ูŽุง ุจูŽูŠู’ุนูŽ ู…ูุตู’ุญูŽูู


Artinya, "Para ulama telah sepakat mengenai kebolehan melakukan transaksi dengan ahli dzimmah dan selain mereka dari kalangan non-Muslim, selama tidak ada kepastian bahwa barang yang diperjualbelikan adalah sesuatu yang haram. Namun, seorang Muslim tidak diperbolehkan menjual senjata atau alat perang kepada kaum yang memerangi Islam (ahlul harb), tidak pula membantu mereka dalam mendukung agama mereka, dan tidak pula menjual mushaf Al-Qur'an kepada mereka.."


Adapun mengenai transaksi gadai, Rasulullah telah memberikan contoh nyata dengan melakukan transaksi gadai dengan non-Muslim, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim berikut:


ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ูŽ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ุงุดู’ุชูŽุฑูŽู‰ ุทูŽุนูŽุงู…ู‹ุง ู…ูู†ู’ ูŠูŽู‡ููˆุฏููŠู‘ู ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽุฌูŽู„ูุŒ ูˆูŽุฑูŽู‡ูŽู†ูŽู‡ู ุฏูุฑู’ุนู‹ุง ู…ูู†ู’ ุญูŽุฏููŠุฏู


Artinya, "Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran secara tangguh (berjangka waktu), dan beliau menggadaikan baju perang berbahan besi miliknya." (Shahihul Bukhari [Beirut: Dar Thuqin Najah, 2001], jilid III, hlm. 56 dan Shahih Muslim [Beirut: Dar Ihya'it Turatsil 'Arabiy, 1955], jilid III, hlm. 1226).


Dalam penjelasan Imam An-Nawawi terhadap hadis di atas, terdapat beberapa pengecualian dari kebolehan melakukan transaksi dengan non-Muslim. Salah satunya adalah larangan menjual alat perang kepada non-Muslim yang memerangi umat Islam, karena hal tersebut dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap agama. Tidak ada keraguan sama sekali mengenai keharamannya.


Selain itu, menjual sesuatu yang digunakan untuk kepentingan agama mereka secara tidak langsung dapat diartikan sebagai dukungan terhadap keyakinan mereka, yang juga dilarang. Adapun menjual mushaf kepada non-Muslim yang tidak meyakini kesucian dan kehormatan Al-Qur'an memiliki risiko besar terhadap kemungkinan terhinanya kitab suci tersebut.


Namun, semua pengecualian ini berkaitan dengan transaksi jual beli, di mana setelah akad, pembeli memiliki kepemilikan penuh atas barang yang dibeli. Lalu, bagaimana hukum jika transaksi tersebut berupa akad gadai? Mengenai hal ini, Syaikhul Islam Zakariyya al-Anshari dan Imam ar-Ramli memberikan penjelasan sebagaimana dikutip dari Asnal Mathalib Jilid II (Darul Kitabil Islamiy: 145) berikut:


ูŠูŽุตูุญูู‘ ูˆูŽูŠููƒู’ุฑูŽู‡ู ุฑูŽู‡ู’ู†ู ู…ูุตู’ุญูŽูู ูˆูŽ) ุฑูŽู‚ููŠู‚ู (ู…ูุณู’ู„ูู…ู ู…ูู†ู’ ูƒูŽุงููุฑู ูˆูŽุณูู„ูŽุงุญู ู…ูู†ู’ ุญูŽุฑู’ุจููŠูู‘ -ุฅู„ู‰ ุฃู† ู‚ุงู„- ุฅุฐู’ ู„ูŽุง ู…ูŽุงู†ูุนูŽ ู…ูู†ู’ ุตูุญูŽู‘ุชูู‡ู ู„ูŽูƒูู†ูŽู‘ ูููŠู‡ู ู†ูŽูˆู’ุนูŽ ุชูŽุณู’ู„ููŠุทู ู„ูู„ู’ูƒูŽุงููุฑู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ู…ูŽุฐู’ูƒููˆุฑูŽุงุชู ููŽูƒูุฑูู‡ูŽ ู„ูุฐูŽู„ููƒูŽ ูˆูŽูƒูŽุงู„ู’ู…ูุตู’ุญูŽูู ูƒูุชูุจู ุงู„ู’ุญูŽุฏููŠุซูุŒ ูˆูŽูƒูุชูุจู ุงู„ู’ููู‚ู’ู‡ู ุงู„ูŽู‘ุชููŠ ูููŠู‡ูŽุง ุงู„ู’ุฃูŽุฎู’ุจูŽุงุฑูุŒ ูˆูŽุขุซูŽุงุฑู ุงู„ุณูŽู‘ู„ูŽูู -ุฅู„ู‰ ุฃู† ู‚ุงู„- (ูˆูŽุชููˆุถูŽุนู) ู‡ูŽุฐูู‡ู ุงู„ู’ุฃูŽุดู’ูŠูŽุงุกู (ูƒูู„ูู‘ู‡ูŽุง ุนูู†ู’ุฏูŽ ุนูŽุฏู’ู„ู)ย 


Artinya, "Hukumnya sah dan makruh menggadai mushaf dan hamba sahaya muslim kepada non-Muslim, dan menggadai senjata kepada non-Muslim yang memerangi umat Islam, karena tidak ada yang menghalangi keabsahan transaksi tersebut. Namun transaksi ini mengandung unsur pengalihan kuasa terhadap benda-benda tersebut kepada non-Muslim, inilah yang menjadikannya makruh. Kitab-kitab hadits, kitab-kitab fiqih yang mengandung hadits dan atsar ulama salaf hukumnya sama dengan mushaf. Dan benda-benda tersebut disimpan oleh orang yang terpercaya (tidak boleh disimpan oleh non-Muslim selaku penerima gadai)."


ุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุงุฑู’ุชูู‡ูŽุงู†ู ูˆูŽุงุณู’ุชููŠุฏูŽุงุนู ูˆูŽุงุณู’ุชูุนูŽุงุฑูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูุณู’ู„ูู…ู ูˆูŽู†ูŽุญู’ูˆู ุงู„ู’ู…ูุตู’ุญูŽูู ููŽุฌูŽุงุฆูุฒูŒ ู…ูู†ู’ ุบูŽูŠู’ุฑู ูƒูŽุฑูŽุงู‡ูŽุฉู ููŽุฅูู†ู’ ุงุณู’ุชูŽุฃู’ุฌูŽุฑูŽ ุนูŽูŠู’ู†ูŽู‡ู ูƒูุฑูู‡ูŽ. ู†ูŽุนูŽู…ู’ ูŠูุคู’ู…ูŽุฑู ุจููˆูŽุถู’ุนู ุงู„ู’ู…ูŽุฑู’ู‡ููˆู†ู ุนูู†ู’ุฏูŽ ุนูŽุฏู’ู„ู ูˆูŽูŠูŽุณู’ุชูŽู†ููŠุจู ู…ูุณู’ู„ูู…ู‹ุง ูููŠ ู‚ูŽุจู’ุถู ุงู„ู’ู…ูุตู’ุญูŽูู ู„ูุญูŽุฏูŽุซูู‡ู


Artinya, "Adapun non-Muslim menerima gadai, menerima titipan, dan meminjam hamba sahaya muslim dan benda seperti mushaf, hukumnya boleh tanpa disertai makruh (bagi seorang muslim untuk menggadaikannya). Jika ia menyewa hamba atau mushaf tersebut maka maka hukumnya makruh (bagi seorang muslim untuk menyewakannya). Non-Muslim tersebut diperintahkan menyimpan barang gadaian di tempat orang yang terpercaya (tidak boleh menyimpannya sendiri) dan mewakilkan orang muslim untuk menerima mushaf gadaian tersebut, karena ia (non-Muslim) dihukumi berhadats." (Nihayatul Muhtaj [Beirut: Darul Fikr, 1984], juz III, hlm. 391ย 


Ada sedikit perbedaan antara ketiga ulama tersebut, di mana Ar-Ramli dan Ibn Hajar sepakat bahwa menggadaikan mushaf pada non-Muslim hukumnya boleh dan tidak makruh, sedangkan Syekh Zakariyya Al-Anshari berpendapat boleh namun makruh. Namun semuanya sepakat bahwa jika barang tersebut digadaikan, tidak boleh disimpan oleh non-Muslim yang menerima gadai dikarenakan ada potensi kitab suci tersebut tidak diperlakukan dengan mulia karena ia tidak meyakini kesuciannya.


Dengan demikian, menggadaikan barang kepada non-Muslim pada dasarnya diperbolehkan. Namun, jika barang yang digadaikan adalah benda-benda yang memiliki nilai kesucian dalam Islam, seperti mushaf, buku-buku agama, atau sejenisnya, sebaiknya barang-barang tersebut disimpan oleh pihak ketiga yang dipercaya untuk menjaga kehormatannya. Wallahu a'lam.


Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo