Syariah

Penjelasan Kriteria Pakaian Unisex dalam Islam

NU Online  ·  Ahad, 4 Agustus 2024 | 15:00 WIB

Penjelasan Kriteria Pakaian Unisex dalam Islam

Ilustrasi pakaian. Sumber: Freepik

Setiap zaman memiliki model pakaian atau fashion style yang berbeda-beda. Produksi model pakaian yang terbarukan mengikuti tren mayoritas masyarakat.


Pada akhir abad 19, muncul model pakaian yang cukup digemari banyak orang, yaitu pakaian unisex. Model ini mencoba menembus batas kualifikasi gender pada pakaian. Satu pakaian didesain pantas dan layak digunakan oleh pria maupun wanita.


Jika ditarik pada hukum Islam, model pakaian unisex menimbulkan pertanyaan, apakah ia melanggar batasan kriteria pakaian sesuai gendernya atau tidak. Fondasi yang diusung model pakaian unisex menimbulkan potensi tasyabbuh (penyerupaan) antara model pakaian pria dengan wanita. Tasyabbuh dalam hal ini dilarang oleh Islam. 


Hanya saja, apakah model pakaian unisex masuk kepada kriteria tasyabbuh sehingga dilarang pemakaiannya? Mari kita simak penjelasan di bawah


Esensi Berpakaian Dalam Islam

Dalam Islam, berpakaian tidak sekedar menutup bagian-bagian tubuh dan mencapai keindahan estetika semata. Esensi berpakaian menurut Islam adalah menutup aurat yang terlihat. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad saw:


قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: ارْجِعْ إِلَى ثَوْبِكَ فَخُذْهُ، وَلَا تَمْشُوا عُرَاةً 


Artinya, “Rasulullah bersabda, 'Kembali dan ambil lah bajumu, jangan berjalan dalam keadaan terbuka (tersingkap aurat)'.” (HR. Muslim)


Poin utama dalam berpakaian pada hadits di atas ada pada menutup aurat. Oleh karena itu, bagi individu yang tidak berstatus mahram atau ajnabi, diharamkan melihat aurat satu sama lain.
 

Adapun pakaian dalam fungsinya sebagai penutup aurat, bagi seorang pria cukup menggunakan pakaian yang mampu menutup bagian pusar sampai kedua lutut. Sedangkan untuk wanita harus menggunakan pakaian yang dapat menutup seluruh anggota tubuhnya.


Selain untuk keseharian, mengenakan pakaian menjadi penting dalam menutup aurat ketika shalat. Karena aurat yang terlihat akan menjadikan shalat seseorang batal. (Abu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib al-Mujib,[Beirut: Dar Ibnu Hazm, 2005], halaman 84-85)


Model Pakaian dalam Sudut Pandang Islam

Secara eksplisit, Islam tidak merekomendasikan model pakaian tertentu. Karena pakaian menurut Islam cukup menitikberatkan pada fungsinya sebagai penjaga dan penutup aurat.


Namun, Imam Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa dalam surat An-Nur ayat 31, menunjukkan jenis pakaian yang bernama ‘Jayb’ atau pakaian yang memiliki saku pada bagian dada. 


Jenis pakaian tersebut dipakai oleh para salafushalih. Biasanya dipakai oleh para wanita di Andalusia, oleh para pria dan anak kecil di Mesir ketika di rumah dan di tempat lain. (Abdullah bin Muhammad Al-Qurthubi, Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Mesir: Markaz Tahqiq Turats, 1987], jilid XII, halaman 231).


Selain pakaian bermodelkan ‘Jayb’, ada beberapa pakaian yang disinggung oleh Islam seperti gamis atau jubah. Namun, bukan berarti tidak memakai pakaian yang pernah disinggung oleh Qur’an maupun Hadits menjadi buruk. Justru yang terpenting adalah menutup aurat.


Tinjauan Hukum Memakai Pakaian Unisex

Tren pakaian unisex merupakan model yang muncul belakangan ini. Konsep yang diusung adalah tidak terpaku pada klasifikasi gender. Pria sekaligus wanita bisa memakai model pakaian yang sama. Contoh pakaian unisex yang sering ditemui misalnya sweater, hoodie, t-shirt dan lainnya.

 

Di satu sisi, pencampuran orientasi gender pada pakaian dengan model unisex berpotensi pada perilaku tasyabbuh. Perilaku yang demikian sangat dilarang oleh Islam. Seperti yang disabdakan Nabi Muhammad Saw sebagai berikut:


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ «أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَ الرَّجُلِ» . رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو دَاوُد

 

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Muhammad saw melaknat seorang pria memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian pria.” (HR. Abu Dawud)


Hadits di atas menjadi landasan mengenai larangan tasyabbuh dalam berpakaian. Seorang pria tidak diperbolehkan menggunakan pakaian wanita, begitu juga sebaliknya.


Namun pakaian yang menjadi identitas seorang pria maupun wanita terbilang abstrak. Model pakaian merupakan produk dari budaya komunitas atau masyarakat. Bisa jadi model pakaian pada masyarakat tertentu identik pada seorang pria, namun pada masyarakat lainnya ciri tersebut tidak identik pada pria, melainkan wanita, atau bahkan keduanya.


Menetapkan suatu pakaian yang berpotensi terjadinya tasyabbuh tidaklah mudah. Karena pada dasarnya pakaian tidak terpaku pada gender. Adapun yang benar-benar berpotensi tasyabbuh merupakan pakaian yang identik pada gender dalam sudut pandang agama. Semisal jilbab yang identik pada wanita dan gamis yang identik pada pria. Begitu juga pakaian-pakaian yang khusus dikenakan oleh salah satu gender.


Namun status hukumnya tidak sampai haram, melainkan makruh. Seperti yang dikutip dari kitab Al-Inshaf sebagai berikut:


وَكَرِهَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَنْ يَصِيرَ لِلْمَرْأَةِ مِثْلُ جَيْبِ الرِّجَالِ، وَجَزَمَ بِهِ الْمُصَنِّفُ. وَجَزَمَ بِهِ الْأَصْحَابُ. مِنْهُمْ صَاحِبُ الْفُصُولِ، وَالنِّهَايَةِ، وَالْمُغْنِي، وَالْمُحَرَّرِ، وَغَيْرُهُمْ فِي لُبْسِ الْمَرْأَةِ الْعِمَامَةَ


Artinya: “Imam Ahmad memakruhkan jika wanita memakai pakaian seperti pakaian pria (Jayb), dan penulis pun menetapkan pendapat tersebut. Ulama Hanabilah juga menetapkan. Begitu pun penulis kitab Fushul, Nihayah, Mughni, Muharrar, dan lainnya mengenai wanita yang menggunakan imamah (sorban).” (Husain bin Ali Al-Mardawi, Al-Inshaf, [Beirut: Dar Ihya' at-Turats, 1955], jilid III, halaman 152).


Kaitannya dengan model pakaian unisex yang tidak terpaku pada gender, dapat disimpulkan bahwa model tersebut tidak termasuk dalam kriteria tasyabbuh yang dilarang. Akan tetapi, ketika model pakaian unisex condong pada salah satu indikasi gender, misal memiliki kesan maskulin, maka seorang wanita tidak diperbolehkan menggunakannya.
 

Andaikan pakaian unisex dengan perkembangannya menjadi condong pada gender tertentu, kendatipun status hukumnya makruh, umat Islam harus mengingkari terjadinya tasyabbuh yang dilarang pada pakaian pria dan wanita.


Kesimpulan

Adanya model pakaian unisex menjadi warna pada fashion style. Fondasi model pakaian yang tidak memiliki kualifikasi gender berpotensi masuk ke dalam praktik tasyabbuh gender dalam berpakaian. Namun, tasyabbuh terjadi ketika pakaian tersebut identik terhadap gender tertentu secara agama dan khusus digunakan oleh salah satu gender. 


Sedangkan pakaian unisex yang netral dan tidak condong pada gender laki-laki atau pun perempuan, tidak termasuk pada tasyabbuh. Artinya, penggunaannya diperbolehkan.

 

Adapun pakaian model unisex jika ternyata jelas condong pada gender perempuan saja, maka sudah tentu laki-laki dilarang memakainya, begitu pun sebaliknya. Wallahu A’lam


Ustadz Shofi Mustajibullah, Alumni Az-Zahirul Falah Ploso dan Mahasantri Pesantren Kampus Ainul Yaqin UNISMA