Perlindungan Data Pribadi Menurut Islam: Antara Martabat, Maslahat, dan Ancaman Digital
NU Online ยท Senin, 30 Juni 2025 | 06:00 WIB
Mishbah Khoiruddin Zuhri
Kolomnis
Di era digital, gawai menjelma ibarat rumah pintar. Semua akses, dan sistem pengamannya dijaga ketat dengan kata sandi, enkripsi, dan sensor sidik jari. Data penting tersimpan di dalamnya, seperti data pribadi, pekerjaan, keluarga, keuangan, kesehatan, hingga percakapan sehari-hari. Kebocoran kecil bisa membuka semua aksesnya. Dampaknya mencakup kerugian finansial, ancaman terhadap rasa aman, privasi, dan harga diri.
Di masa kini, data pribadi telah menjadi bagian dari identitas dan sistem keamanan seseorang. Maka, menjaga data pribadi sepadan dengan menjaga keselamatan dan martabat manusia itu sendiri.
Namun, kenyataannya, tingkat keamanan digital Indonesia masih jauh dari ideal. Menurut laporan National Cyber Security Index (NCSI), 2016โ2023, Indonesia menempati peringkat ke-49 dari 176 negara dengan skor 63,64%. Perlindungan layanan digital minimum baru mencapai 20%, kemampuan analisis ancaman siber 40%, respons terhadap insiden 67%, dan manajemen krisis siber 60%. Lebih mengkhawatirkan lagi, Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) melaporkan lonjakan serangan siber sepanjang tahun 2024, termasuk kebocoran data di PT KAI, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Direktorat Jenderal Pajak, yang mengekspos jutaan data penduduk.
Menjaga data pribadi adalah bagian dari menegakkan maslahat. Jika diabaikan, bukan maslahat yang lahir, tapi masalah: kebocoran data, ancaman ekonomi, dan hilangnya kepercayaan publik. Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini?
Kerentanan Data Pribadi: Peretasan, Ancaman, dan Kerugian
Hampir satu dekade terakhir, serangan siber di Indonesia terus meningkat. Awalnya, target utamanya sektor swasta. Tiket.com dan Citilink diretas pada 2016. Lalu, 91 juta akun Tokopedia bocor di 2020. Kasus-kasus ini menunjukkan rapuhnya perlindungan data, bahkan di perusahaan besar.
Serangan siber kini semakin serius. Pada 2023, kanal YouTube DPR RI diretas dan disalahgunakan untuk menyiarkan judi online. Lembaga legislatif pun dipermalukan di hadapan publik. Ini alarm keras bahwa ancaman siber menyangkut reputasi dan stabilitas negara.
Tahun 2024 menjadi titik kritis serangan siber di Indonesia. PT KAI dibobol, Sirekap KPU terganggu saat Pemilu, Biznet disusupi insider threat, data ASN BKN bocor, Indodax diretas, dan Pusat Data Nasional lumpuh total akibat ransomware.
Pola serangan semakin beragam, datang dari dalam dan luar negeri. Sasarannya pun meluas ke transportasi, keuangan, dan administrasi publik. Tujuannya bukan hanya mencuri uang, tapi juga mengekspos lemahnya pertahanan digital.
Akibatnya serius. Bocornya data pribadi mengancam identitas, privasi, dan kepercayaan publik. Ancaman tersebut bisa lebih berisiko daripada kerugian finansial.
Perlindungan Data dalam Islam
Islam memandang data pribadi wajib dijaga. Meski istilah data pribadi baru dikenal di era modern, ajaran Islam sejak dulu telah menegaskan pentingnya menjaga rahasia dan menghormati hak individu. Prinsip ini sejalan dengan berbagai dalil yang kuat, seperti (1) perintah menjaga amanah, (2) larangan memata-matai (tajassus), dan (3) anjuran mempertimbangkan maslahat.
Pertama, menjaga data pribadi erat kaitannya dengan amanah. Imam Ghazali menegaskan bahwa rahasia dalam interaksi sosial adalah amanah yang wajib dijaga. Majelis, tempat orang bertukar pikiran, terikat dengan nilai kerahasiaan. Kini, ruang digital seperti grup chat dan media sosial juga menjadi majelis baru yang harus dijaga kerahasiaannya. Ia menjelaskan:
ุฅูููุดูุงุกู ุงูุณููุฑูู ู
ูููููููู ุนูููููุ ููู
ูุง ููููู ู
ููู ุงูุฅูููุฐูุงุกู ููุงูุชููููุงูููู ุจูุญูููู ุงููู
ูุนูุงุฑููู ููุงูุฃููุตูุฏูููุงุกูุ ููุงูู ุงููููุจูููู ุตููููู ุงูููููู ุนููููููู ููุณููููู
ู: ุฅูุฐูุง ุญูุฏููุซู ุงูุฑููุฌููู ุงููุญูุฏููุซู ุซูู
ูู ุงููุชูููุชู ูููููู ุฃูู
ูุงููุฉู.... ููุฅูููุดูุงุกู ุงูุณููุฑูู ุญูุฑูุงู
ู ุฅูุฐูุง ููุงูู ููููู ุฅูุถูุฑูุงุฑูุ ููููุคูู
ู ุฅููู ููู
ู ูููููู ููููู ุฅูุถูุฑูุงุฑู
Artinya, "Menyebarkan rahasia adalah perbuatan terlarang, karena dapat menyakiti orang lain dan mengabaikan hak orang-orang terdekat serta sahabat. Nabi bersabda: 'Apabila seseorang menyampaikan pembicaraan lalu ia berpaling (sebagai isyarat bahwa itu bersifat pribadi), maka itu adalah amanah.' Menyebarkan rahasia hukumnya haram bila menimbulkan mudarat, dan tetap tercela meski tidak menimbulkan dampak buruk." (Al-Ghazali, Ihya' Ulumiddin, Beirut: Dar Ibn Hazm, 2005, hlm. 1022)
Pandangan ini relevan dalam konteks digital saat ini. Komunikasi tidak hanya terjadi melalui interaksi langsung, tetapi juga melalui platform seperti WhatsApp, Zoom, email, dan media sosial. Banyak informasi pribadi tersebar di sana: identitas, foto, alamat, isi percakapan, dan lainnya.
Jika informasi itu dibagikan tanpa izin, maka perlu dilihat dulu konteks dan dampaknya. Jika penyebaran itu merugikan pihak lain, misalnya membuka aib, memicu fitnah, atau menyebabkan kerugian materi, maka secara hukum Islam bisa masuk dalam kategori dosa besar.
Namun, jika tidak menimbulkan bahaya nyata, tetap saja tindakan itu dipandang melanggar adab, karena merusak kepercayaan dan tidak menjaga amanah. Islam mengarahkan umatnya untuk berhati-hati dalam menjaga rahasia orang lain, demi melindungi kehormatan dan menjaga maslahat bersama.
Meski demikian, ada tiga pengecualian yang dibolehkan untuk membocorkan data. Yaitu untuk mencegah pembunuhan, perbuatan zina, dan perampasan harta. Nabi berpesan:
ุงูู
ูุฌูุงููุณู ุจูุงูุฃูู
ูุงููุฉู ุฅููููุง ุซูููุงุซูุฉู ู
ูุฌูุงููุณู: ุณููููู ุฏูู
ู ุญูุฑูุงู
ูุ ุฃููู ููุฑูุฌู ุญูุฑูุงู
ูุ ุฃููู ุงููุชูุทูุงุนู ู
ูุงูู ุจูุบูููุฑู ุญูููู
Artinya, "Majelis pada dasarnya adalah amanah. Namun, ada tiga keadaan yang membolehkan isi majelis disampaikan: untuk mencegah pembunuhan, mencegah perbuatan zina, dan menghentikan perampasan harta secara tidak sah." (As-Suyuthi, Jamโul Jawamiโ, [Kairo: Dar Sa'adah, 2005], jilid IV, hlm. 141).
Hadits tersebut menegaskan bahwa membocorkan informasi hanya dibolehkan dalam tiga kondisi darurat: untuk mencegah pembunuhan, perbuatan zina, atau perampasan harta secara tidak sah.
Dalam konteks digital, ini berarti data pribadi yang tersebar di grup online atau media sosial merupakan amanah yang harus dijaga. Penyebarannya hanya dibenarkan jika bertujuan mencegah kejahatan serius seperti ancaman terhadap nyawa, kekerasan seksual, atau penipuan dan pencurian. Di luar itu, membocorkan data pribadi melanggar etika, hukum, dan nilai-nilai agama.
Dalam sirah nabawiyah, menjaga informasi sangat penting. Salah satu contohnya adalah kisah Hatib bin Abi Balta'ah. Ia mengirim surat rahasia kepada Quraisy menjelang Fathul Makkah. Surat itu berisi informasi strategis. Nabi segera bertindak. Surat diamankan demi melindungi keselamatan kaum Muslimin.
Kisah Ummu Kultsum binti Uqbah sangat bermakna. Ia hijrah ke Madinah demi menjaga imannya. Namun, Quraisy menuntut agar ia dikembalikan. Nabi menolak permintaan itu. Allah menurunkan wahyu khusus dalam QS. Al-Mumtahanah: 10. Identitas dan status keimanannya wajib dilindungi.
Kedua, mengakses data pribadi tanpa izin dilarang oleh Islam. Imam al-Mawardi dalam an-Nukat wal 'Uyun menjelaskan dua makna tajassus: mencari-cari aib kaum muslimin dan menyelidiki hal-hal tersembunyi hingga terbuka. Ia juga membedakan tajassus dan takhassus. Tajassus adalah mencari rahasia untuk disampaikan atau disebarkan. Sementara tahassus biasanya untuk diri sendiri.
Membuka dan menyebarkan rahasia, meski hanya bermotif ingin tahu, tetap dipandang salah. Oleh sebab itu, menjaga rahasia termasuk menjaga hak sesama. Larangan tajassus bukan hanya mencegah dosa pribadi, tetapi juga menjaga ketertiban masyarakat. (Al-Mawardi, an-Nukat wal 'Uyun, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, jilid V, hlm. 334)
Tajassus kini punya wajah baru. Membuka pesan pribadi, mencuri data, membobol akun, hingga menyebarkan foto orang lain tanpa izin adalah contoh nyata tajassus di era digital. Melindungi data pribadi berarti menjalankan larangan tajassus yang diajarkan agama.
Menjaga Data, Menegakkan Maslahat?
Dalam maqashidus syari'ah, perlindungan data pribadi merupakan bagian dari upaya menjaga maslahat rakyat. Jasser Auda menekankan bahwa maqashid harus bersifat terbuka dan adaptif terhadap perubahan zaman. Prinsip keterbukaan (openness) ini mengharuskan hukum Islam untuk mengakomodasi kebutuhan baru, seperti perlindungan data pribadi, yang merupakan bagian dari menjaga hak dan martabat individu di dunia digital.
Auda juga mengajukan prinsip purposefulness. Prinsip ini mengharuskan setiap kebijakan dan keputusan hukum memiliki tujuan yang jelas. Tujuannya adalah untuk mencapai kebaikan dan menghindari kerugian bagi individu dan masyarakat. Dalam konteks ini, negara yang melindungi data pribadi tidak hanya memenuhi kewajiban legal, tetapi juga bertujuan untuk menjaga kesejahteraan sosial dan keadilan. Perlindungan data pribadi menjadi sarana untuk mencapai tujuan besar menjaga kehormatan dan keamanan sosial. (Auda, Maqasid al-Shariah as Philosophy of Islamic Law, IIIT, 2007, hlm. 47, 51)
NU dan Perlindungan Data Pribadi: Mencegah Mudarat, Merawat Generasi
Anak-anak merupakan kelompok paling rentan di era digital. Mereka belum memiliki pengetahuan memahami risiko di balik interaksi daring.
Temuan UNICEF tahun 2023 mengungkapkan bahwa 89% anak Indonesia menggunakan internet setiap hari dengan durasi rata-rata 5 jam 24 menit. Sebanyak 13,4% dari mereka memiliki akun media sosial yang tidak diketahui orang tua, dan lebih dari 50% pernah terpapar konten seksual. Selain itu, 48% mengalami perundungan daring, dan 2% bahkan menghadapi ancaman seksual secara online.
Data BPS 2021 juga menunjukkan bahwa 89% anak usia lima tahun ke atas menggunakan internet untuk media sosial, tetapi hanya 33% yang mengaksesnya untuk kepentingan edukatif.
Dalam konteks ini, NU melalui Musyawarah Nasional Alim Ulama 2025 memandang bahwa perlindungan data anak merupakan bagian dari perlindungan jiwa (hifzhun nafs), akal (hifzhul aql), dan kehormatan (hifzhulย 'irdh).
Keputusan NU ini merujuk pada kaidah-kaidah fiqih seperti:
- Tasarruful imam โalar raโiyyah manuthun bil maslahah
- Darโul mafasid muqaddam โala jalbil mashalih
- Al-maslahatul โammah muqaddamah โalal maslahah al-khashshah
NU menegaskan bahwa perlindungan data pribadi, khususnya anak, merupakan amanah yang menyangkut masa depan generasi. Maka, mencegah mudarat menjadi prioritas utama, agar generasi terlindungi secara utuh: jiwa, akal, dan datanya.ย Wallahuย a'lam.
Ustadz Mishbah Khoiruddin Zuhri, Alumni Kelas Menulis Keislaman NU Online 2025 dan Mahasiswa Fakultas Studi Islam, Universitas Islam Internasional Indonesia.
Terpopuler
1
Innalillahi, Nyai Nafisah Ali Maksum, Pengasuh Pesantren Krapyak Meninggal Dunia
2
Keutamaan Bulan Muharram dan Amalan Paling Utama di Dalamnya
3
Innalillahi, Buya Bagindo Leter Ulama NU Minang Meninggal Dunia dalam Usia 91 Tahun
4
Sosok Nabi Daniel, Utusan Allah yang Dimakamkan di Era Umar Bin Khattab
5
Waketum PBNU Jelaskan Keistimewaan Belajar di Pesantren dengan Sanad
6
Khutbah Jumat: Menyadari Hakikat Harta dan Mengelolanya dengan Baik
Terkini
Lihat Semua