Syariah

Puasa Dzulhijjah: Tata Cara, Niat, dan Keutamaannya

Kam, 29 Juli 2021 | 16:00 WIB

Puasa Dzulhijjah: Tata Cara, Niat, dan Keutamaannya

Puasa Dzulhijjah memiliki keutamaan besar yang sayang bila dilewatkan. Bulan Dzulhijjah adalah bulan mulia, sudah semestinya diisi dengan beragam aktivitas mulia.

Bulan Dzulhijjah tidak hanya identik dengan hari raya kurban dan ibadah haji. Memasuki sepuluh hari pertama bulan tersebut, kita dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, seperti perbanyak dzikir, sedekah, baca Al-Qur’an, dan berbagai macam amalan sunnah lainnya. Termasuk di antaranya adalah puasa sunnah pada tanggal satu sampai sembilan Dzulhijjah. Rasulullah ﷺ bersabda,

 

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هٰذِهِ الأَيَّامِ. يَعْنِيْ أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللّٰهِ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللّٰهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

Artinya: “Tidak ada hari dimana amal shalih padanya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yakni 10 hari pertama Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: ‘Tidak juga dari jihad fi sabilillah?’ Beliau menjawab: ‘Jihad fi sabilillah juga tidak, kecuali seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya lalu ia tidak kembali dengan satu pun dari keduanya.”

 

Hadits ini mengungkapkan anjuran untuk memperbanyak amal ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, amal ibadah apa saja. Seperti membaca Al-Qur’an, berdzikir, bertasbih, bersilaturahim, dan berpuasa. Ibnu Hajar (w. 1449 M) dalam Fath al-Bârî menjelaskan, keistimewaan sepuluh hari pertama tersebut disebabkan pada hari itu terkumpul ibadah-ibadah utama, yaitu shalat, puasa, sedekah, dan haji. Sesuatu yang tidak ditemukan di bulan lain. (Ibnu Hajar, Fath al-Bârî, juz 3, h. 390).

 

Lebih tegas lagi, Syekh Zakaria al-Anshari (w. 1520 M) dalam Asnâ al-Mathâlib menjelaskan, pada tanggal satu sampai sembilan Dzulhijjah, disunnahkan untuk berpuasa. Untuk tanggal satu sampai tujuh disunnahkan bagi orang yang sedang menunaikan ibadah haji ataupun tidak, sementara tanggal delapan (hari Tarwiyyah) dan sembilannya (hari ‘Arafah), hanya disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji.

 

Berpuasa bagi yang sedang menunaikan ibadah haji pada tanggal delapan dan sembilan Dzulhijjah hukumnya khilâful aulâ (menyalahi yang lebih utama), bahkan makruh menurut Imam An-Nawawi. Alasannya, lanjut Al-Anshari, mereka lebih dianjuran untuk memperbanyak berdoa pada hari tersebut, sekalipun andaikan mereka kuat untuk berpuasa. Demikian karena dalam rangka mengikuti sunnah Nabi ﷺ (ittibâ’). (Asnâ al-Mathâlib Syarhu Raudhah al-Thâlib).

 

Keutamaan Puasa Dzulhijjah

Sebagai salah satu bulan yang dimuliakan (asyhur al-hurum), bulan Dzulhijjah memiliki beberapa keutamaan dibanding bulan lainnya. Oleh karena itu, berpuasa pada sembilan hari pertama bulan tersebut juga memiliki keutamaan tersendiri. Berikut adalah beberapa di antaranya:

 

1. Dilipatgandakan pahala

Pahala ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah mendapatkan pelipatan pahala dibanding ibadah di bulan lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda,

 

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبَّ إِلَى اللّٰهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيْهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Artinya: “Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, satu malam mendirikan shalat malam setara dengan shalat pada malam Lailatul Qadar” (HR At-Trmidzi).

 

Maksud dari sebanding dengan satu tahun puasa pada hadits di atas adalah satu tahun puasa sunnah, bukan puasa Ramadhan (Mula al-Qari’, Mirqâh al-Mafâtîh, juz 3, h. 520).

 

2. Penghapusan dosa

Berpuasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah) dapat menghapus dosa selama dua tahun. Rasulullah ﷺ bersabda:

 

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ

Artinya: “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (HR Muslim).

 

Menurut mayoritas ulama, dosa-dosa yang dihapus sebab puasa Arafah adalah dosa kecil (An-Nawawi, Syarah Muslim, juz 3, h. 113).
 

3. Hari pembebasan dari siksa neraka

Termasuk keutamaan hari Arafah adalah Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka pada hari ini dibanding hari-hari lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda:

 

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ؟

Artinya: "Tidak ada hari dimana Allah membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada Hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para Malaikat dan berkata: ‘Apa yang mereka inginkan?" (HR Muslim).

 

Waktu Puasa Sunnah Dzulhijjah

Waktu pelaksanaan puasa sunnah Dzulhijjah adalah pada tanggal satu sampai sembilan Dzulhijjah. Khusus tanggal delapan dinamakan puasa Tarwiyah dan tanggal sembilan dinamakan puasa Arafah. Untuk durasinya, sama seperti puasa pada umumnya, yaitu dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Selama durasi tersebut ia mesti mencegah dari hal-hal yang membatalkan puasa sebagaimana puasa-puasa lain.

 

Bagi orang yang memiliki utang puasa Ramadhan, diperbolehkan untuk mengqadhanya bersamaan puasa sunnah Dzulhijjah. Bahkan, menurut Sayyid Bakri Syatha (w. 1892 M.) dengan mengutip fatwa Al-Barizi menjelaskan, andaikan puasanya hanya niat qadha, maka mendapat pahala keduanya. Misalnya bertepatan hari Arafah seseorang melakukan puasa qadha Ramadhan dengan niat qadhanya saja, secara otomatis juga memperoleh kesunnahan puasa Arafah (Sayid Bakri, Hâsyiyah I’ânah at-Thaâlibîn, juz 2, h. 224).

 

Niat Puasa Sunnah Dzulhijjah

Sebagaimana puasa pada umumnya, waktu niat puasa Dzulhijjah adalah pada malam hari, yakni sejak terbenamnya matahari sampai terbit fajar. Berikut adalah lafal niatnya:

 

1. Niat puasa dari tanggal 1 sampai 7 Dzulhijjah

 

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma syahri dzil hijjah sunnatan lillâhi ta‘âlâ.

 

Artinya: “Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah ta’âlâ.”

 

2. Niat pada pada tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyyah)

 

نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillâhi taâlâ.

 

Artinya: “Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah ta’âlâ.”

 

3. Niat puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah)

 

نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma arafata sunnatan lillâhi taâlâ.

 

Artinya: “Saya niat puasa sunnah Arafah karena Allah ta’âlâ.”

 

Hanya saja, karena puasa Dziulhijjah merupakan puasa sunnah, maka bagi orang yang lupa niat pada malam hari, boleh niat siang harinya, yakni dari pagi hari sampai sebelum tergelincirnya matahari (waktu zuhur), selagi ia belum melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Berikut adalah lafal niat ketika siang hari,

 

1. Niat puasa dari tanggal 1 sampai 7 Dzulhijjah

 

نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i syahri dzil hijjah sunnatan lillâhi taâlâ.

 

Artinya: “Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah hari ini karena Allah ta’âlâ.”

 

2. Niat pada pada tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyyah)

 

نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i tarwiyata sunnatan lillâhi taâlâ.

 

Artinya: “Saya niat puasa sunnah Tarwiyah hari ini karena Allah ta’âlâ.”

 

3. Niat puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah)

 

نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِعَرَفَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i arafata sunnatan lillâhi taâlâ.

 

Artinya: “Saya niat puasa sunnah Arafah hari ini karena Allah ta’âlâ.”

 

Wallâhu a’lam.

 

Ustadz Muhamad Abror, pengasuh Madrasah Baca Kitab, Alumnus Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah