Tafsir

Hijab, Jilbab, dan Khimar dalam Tafsir Al-Qur'an

Rab, 22 Januari 2020 | 10:30 WIB

Hijab, Jilbab, dan Khimar dalam Tafsir Al-Qur'an

Syariat Islam menetapkan kewajiban wanita menutup aurat. Namun, batas aurat wanita dewasa masih terus diperdebatkan di kalangan ulama.

Batas aurat wanita merupakan objek perbedaan pendapat ulama sejak dulu. Saya tidak akan masuk di wilayah ini. Yang mau saya bahas adalah sesuatu yang disebut Al-Qur’an untuk menutup aurat itu. Ada tiga jenis barang/sandang yang disebut Al-Qur’an yaitu hijâb (Surat Al-Ahzab ayat  53), jilbâb/jalâbib (Surat Al-Ahzab ayat 59), dan khimâr/khumur (Surat An-Nur ayat 31). Ketiganya turun dalam sebuah konteks. Kita perlu tahu asal-usulnya agar tidak ikut-ikutan salah kaprah.

Hijab
Ayat hijâb turun untuk istri-istri Nabi. Ada juga yang berpendapat, meski redaksinya khusus (خاص), tetapi ketentuannya berlaku umum (عام). Orang yang berpendapat seperti ini memerintahkan wanita-wanitanya berinteraksi dengan lelaki lain di balik hijâb.

Apakah hijâb itu? Ibnu Jarir At-Thabari, dalam tafsirnya, mengutip sejumlah riwayat. Hijâb adalah tirai atau tabir. Ayat itu turun saat resepsi pernikahan Nabi dan Zanab binti Jahsy. Para sahabat keluar masuk rumah Nabi, melihat, dan berinteraksi dengan istri Nabi. Nabi merasa terganggu dan kemudian membuat tabir. Lantas turunlah ayat ini. Para sahabat selanjutnya hanya boleh berinteraksi (berbicara, bertanya atau meminta sesuatu) dari balik tabir. Tabir dapat berupa kain atau dinding atau sesuatu yang lain yang menghalangi interaksi langsung.

Ada juga riwayat mengatakan, ayat itu turun setelah Sayyidina Umar RA memberi saran kepada Nabi:

لو حجبت عن أمهات المؤمنين؛ فإنه يدخل عليك البر والفاجر، فنـزلت آية الحجاب

Artinya, “Orang baik dan jahat masuk ke rumahmu. Tidakkah sebaiknya dibuatkan tirai bagi ibu-ibunya kaum mukminin,” kemudian turunlah ayat itu. 

Dalam Tafsir Qurthubi, disebutkan riwayat serupa. Umar berkata kepada Nabi, 

يا رسول الله، إن نساءك يدخل عليهن البر والفاجر، فلو أمرتهن أن يحتجبن، فنزلت الآية

Artinya, “Wahai Rasulullah, ada orang baik dan jahat masuk ke rumah dan bertemu istri-istrimu. Sebaiknya mereka diperintahkan membuat tirai.” Kemudian turunlah ayat itu.

Dari sejumlah riwayat yang diterangkan dalam kitab tafsir, saya—pertama, mengikuti pendapat bahwa hijâb itu bukan pakaian yang melekat. Dia adalah tabir atau tirai. Karena itu, saya menolak istilah hijâb untuk menyebut kain penutup kepala wanita. Dan wanitanya, dalam istilah populer, disebut dengan hijaber. Dari dulu sampai sekarang, saya tidak pernah ikut latah menyebut kain penutup kepala wanita dengan hijâb.

Kedua, saya mengikuti pendapat bahwa ketentuan soal hijâb (tabir/tirai) itu berlaku khusus untuk istri-istri Nabi. Kenapa? Allah menghendaki kesucian keluarga Nabi (Surat Al-Ahzab ayat 33). Berikutnya, standar moral istri-istri Nabi itu tinggi. Ini ditegaskan oleh Allah (Surat Al-Ahzab ayat 32):

يا نساء النبي لستن كأحد من النساء

Artinya, “Hai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti wanita-wanita lain.”

Karena standar moralnya tinggi, istri-istri Nabi jika melakukan perbuatan tercela, diancam dengan siksa dua kali lipat (Surat Al-Ahzab ayat 30). Berbeda dengan wanita lain, janda Nabi juga haram dinikahi selama-lamanya (Surat Al-Ahzab ayat 53).

Jilbab
Berbeda dengan ayat hijâb, ayat jilbâb turun untuk seluruh wanita Muslimah, termasuk istri-istri Nabi (Surat Al-Ahzab ayat 59): 

يا أيها النبي قل لّأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهِن ۚ ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين ۗ وَكان اللّه غفورا رحيما

Apakah jilbab itu? Apa fungsinya? Imam Qurthubi menyatakan, jilbâb—bentuk jamaknya jalâbib— adalah pakaian yang lebih besar ketimbang khimar (ثوب أكبر من الخمار).

Menurut Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, jilbab adalah selendang (الرداء). Ada juga yang bilang tudung (قناع). Qurthubi memilih pendapat, jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh badan (الثوب الذي يستر جميع البدن). Kalau sekarang, mungkin semacam baju kurung atau abaya.

Bagaimana cara menutupnya? Ada yang bilang dari kepala sampai bawah, menyisakan satu mata untuk melihat. Ada juga yang bilang, menutup separuh muka sampai ke bawah. Tentu saja ini bagi yang berpendapat bahwa semua tubuh wanita adalah aurat. Di bagian lain, ketika menafsirkan ayat الا ما ظهر منها (Surat An-Nur ayat 31), Qurthubi menyatakan bahwa pendapat terkuat adalah aurat wanita dewasa terhadap lelaki asing itu kecuali wajah dan telapak tangan.

Berikutnya adalah apa fungsi jilbab? Ayat ini menegaskan, “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal. Oleh karena itu mereka tidak diganggu.” Imam Thabari menfsirkan ayat ini sebagai berikut:
 
يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين: لا يتشبهن بالإماء في لباسهن إذا هن خرجن من بيوتهن لحاجتهن، فكشفن شعورهن ووجوههن ولكن ليدنين عليهن من جلابيبهنّ؛ لئلا يعرض لهن فاسق، إذا علم أنهن حرائر، بأذى من قول

Artinya, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang beriman agar mereka tidak menyerupai pakaian budak-budak wanita yang menampakkan wajah dan rambut mereka ketika keluar rumah untuk suatu keperluan. Tetapi, agar mereka itu menjulurkan pakaiannya sehingga tidak diganggu orang-orang fasik dengan ucapan-ucapan yang melecehkan karena tahu mereka itu wanita-wanita merdeka.”

Imam Thabari menjelaskan asbabun nuzul ayat ini terkait dengan budaya Arab dalam hal pakaian wanita. Pakaian budak-budak wanita lebih terbuka sehingga rentan diganggu. Islam memberikan tuntunan agar wanita-wanita merdeka dan terhormat menutup tubuhnya sebagai identitas bahwa mereka bukan budak sehingga terhindar dari pelecehan.

Terkait ayat ini, saya—pertama—mengikuti pendapat bahwa perintah mengulurkan pakaian wanita itu berlaku sepanjang zaman. Kedua, meski konteks ayat ini terkait dengan perbudakan dan perbudakan sudah lenyap, ‘illat ayat ini masih relevan, yakni wanita yang menutup auratnya lebih berpotensi terhindar dari pelecehan laki-laki.

Ketiga, jilbab dalam pengertian ayat ini ternyata tidak sama dengan jilbab dalam pengertian yang berlaku di sini (Indonesia hari ini): kain penutup kepala. Keempat, saya mengikuti pendapat, meski wanita harus menutup auratnya, jilbab alias baju kurung adalah salah satu bentuk pakaian, tetapi bukan satu-satunya untuk menutup tubuh wanita. Kelima, batas aurat wanita masih terus diperselisihkan.

Saya mengikuti pendapat, aurat wanita dewasa adalah kecuali wajah dan telapak tangan atau organ yang biasa tampak sesuai adat kebiasaan yang tidak menimbulkan kerawanan. Salah satu yang tidak rawan itu adalah separuh lengan (نصف الذراع) dan separuh betis menurut Madzhab Hanafi.

Khimar
Khimâr jamaknya khumur. Khimâr/khumur muncul di dalam Surat An-Nur ayat  31. Ibnu Katsir dalam tafsirnya mendefinisikan khimar sebagai “المقانع يعمل لها صنفات ضاربات على صدور النساء,” yaitu tudung kepala yang menjulur hingga menutup dada wanita.

Dari asal katanya, apa yang dikenal sekarang sebagai jilbab itu lebih pas disebut sebagai khimâr. Khimâr adalah kerudung wanita, yang menjulur hingga menutup lobang leher pakaiannya (جيوبهن) sehingga menutup bagian dadanya ketika membungkuk.

Menurut Qurthubi, ayat ini mengoreksi tradisi wanita Arab. Ketika mengenakan kerudung, mereka menyampirkan ujungnya ke balik punggung sehingga tidak menutup dadanya. Dengan cara itu, dada wanita akan kelihatan ketika membungkuk dan menonjol dalam posisi tegak. Tren ini juga ada di Indonesia, yang diolok-olok dengan istilah jilboob.

Dari tiga ayat ini, saya menyimpulkan sementara. Pertama, syariat Islam menetapkan kewajiban wanita menutup aurat. Namun, batas aurat wanita dewasa masih terus diperdebatkan. Kedua, aurat wanita adalah organ tubuh wanita yang rawan. Dari dulu sampai sekarang, aurat wanita yang rawan, yang mudah terlihat dan menimbulkan rangsangan, adalah dadanya. Oleh karena itu, Al-Qur’an secara khusus mengisyaratkan agar organ itu ditutup.

Namun demikian, Al-Qur’an juga menoleransi batas aurat wanita berdasarkan “apa yang biasa tampak.” Apa yang biasa tampak, yang tidak menimbulkan kerawanan, tentu berbeda antara satu dan lain daerah. Oleh karena itu, ada ulama berpendapat, asalkan sudah berpakaian sopan dan menutup organ yang paling rawan, itu sudah memenuhi ketentuan syar’i. Wallâhu a’lam.
 

Ustadz M Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama